Seminar Dosen STFK Ledalero tentang Ritus Kenduri Orang Manggarai Timur, Sebuah Diskusi Teologis

26 Februari 2022, 10:04 WIB
Tema menarik adalah The Kelah Ritual of The Manggaraians-Eastern Indonesia and Its Theological Significance yang dibawakan oleh Pater Dr. Alex Jebadu, SVD dengan moderator Pater Dr. Bernard Hayong, SVD. //Tangkap Layar YouTube STFK Ledalero

FLORES TERKINI – Diskusi menarik Sabtu 26 Februari 2022 diadakan di alua STFK Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT.

Tema menarik adalah The Kelah Ritual of The Manggaraians-Eastern Indonesia and Its Theological Significance yang dibawakan oleh Pater Dr. Alex Jebadu, SVD dengan moderator Pater Dr. Bernard Hayong, SVD.

Dalam pemaparannya, Alex menguraikan hasil penelitiannya yang cukup memberikan edukasi tentang teologi.

Baca Juga: 11 Tahun Mengabdi, Guru SD di Solor Barat Ini Ungkap Kondisi Rumahnya yang Memprihatinkan

Usai pemaparan materi, pertanyaan informatif diberikan kepada 3 orang penanya dengan pertanyaan yang berbeda-beda.

Adapun pertanyaan dari Pater Dr. Leo Kleden, SVD tentang siapa saja yang terlibat dalam proses penelitian tersebut, Alex Jebadu menjawab berdasarkan apa yang ditelitinya sejauh ini.

“Dari segi sampel tidak memadai, tapi dari segi pengetahuan itu sebagai gambaran yang tepat, terkait informasi pertama, menurut 8 mahasiswa yang mewakili 500 ribu orang itu sudah cukup kuat,” kata Alex.

Baca Juga: Hari Ini, Cuaca di Kabupaten Ende Didominasi Hujan Ringan

Sementara itu, pertanyaan dari Pater Amandus ialah dari mana masyarakat Manggarai itu tahu dan yakin manusia itu punya jiwa dan dari mana masyarakat Manggarai ada dunia di seberang yang untuknya ritus itu dilakukan dan dipertahankan?

Alex langsung menjawab bahwa semua suku di tengah masyarakat percaya soal manusia itu punya jiwa.

“Intinya mereka percaya, semua suku bangsa percaya, bahkan sama dengan orang Yunani Kuno. Badan, jiwa, dan ada satu yaitu adik atau kakak dari jiwa dan badan yang kemudian diyakini membimbing manusia,” kata Alex.

Baca Juga: Kamis 24 Februari 2022, Waspadai Hujan Petir di Kabupaten Sikka pada Siang Hari

“Umumnya semua suku bangsa meyakini kematian sebagai kelahiran baru. Simbol-simbol yang dipakai juga melambangkan kelahiran baru. Lalu, bagaimana orang Manggarai tahu bahwa ada dunia seberang. Umumnya mereka percaya, sesudah kematian, ada kehidupan baru,” sambung Alex.

Di sisi lain, ada pertanyaan diskusi dari Pater Felix Baghi, bagaimana Alex Jebadu sebagai teolog membaca kesadaran masayarakat terkait mitos-mitos itu dan bergumul sampai pada refleksi teologis?

Pater Ve Nahak, SVD juga memberikan pertanyaannya terkait elemen kronologis upacara kenduri itu dilakukan berdasarkan perhitungan hari dan lain sebagainya.

Baca Juga: Gabungan Alumni Seminari Hokeng Bersilaturahmi ke Belogili, Ini Kegiatan yang Dilakukan

“Ada elemen ilahi, peristiwa itu meski dimaknai sebagai peristiwa keselamatan. Pertanyaan saya, apakah ada elemen-elemen tertentu yang dibuat untuk kasus-kasus khusus, misalnya pada kasus tertentu tidak dibuat sama rata untuk semua orang,” ungkap Ve Nahak.

Tampak dalam kegiatan diskusi tersebut, semua peserta yang hadir cukup aktif bertanya. Di sisi lain, ada pertanyaan dari para peserta live streaming.

Pater Anton Camnahas, SVD, peserta diskusi live streaming pun memberikan pandangannya bahwa kenduri itu dilakukan terkesan memberikan kesejahteraan bagi orang yang masih hidup dan bukan memberi kesejahteraan bagi orang yang sudah meninggal.

Baca Juga: Gegara Banjir Besar, Anak-Anak SDN Liangawo di Maumere-Sikka Terpaksa Pulang Rumah

Tambahan dari Pater Berard Raho, SVD, beliau mengatakan bahwa hal yang sudah dikumpulkan terkait data-data tersebut adalah dasar yang bisa dipakai oleh para filsuf, teolog, dan lainnya sebagai acuan untuk dibuat penelitian lebih jauh.

“Ini adalah tugas bagi kita untuk mengelaborasi dari sudut pandang yang berbeda,” kata Bernard Hayong.***

Editor: Eto Kwuta

Tags

Terkini

Terpopuler