FLORES TERKINI – Desa Nelle di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ditetapkan sebagai ikon kebudayaan berkat kearifan lokal dan semangat gotong royong yang kuat di masyarakatnya. Hal ini terungkap dalam kegiatan pembekalan pandu budaya di desa ini, yang diprakarsai oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Dalam kegiatan pembekalan (Training of Trainers/ToT) Pandu Budaya di Desa Nelle yang berlangsung selama tiga hari itu, yakni dari tanggal 20-22 Juni 2024, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat turut menekankan pentingnya pembangunan kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan peradaban bangsa. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk memperkuat jati diri serta karakter bangsa melalui pembangunan kebudayaan.
Yani Haryanto, Pamong Budaya Ahli Muda dari Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek, menekankan pentingnya pembangunan kebudayaan. Menurutnya, budaya merupakan identitas diri yang membentuk peradaban manusia melalui internalisasi nilai-nilai.
"Desa Nelle memiliki kearifan lokal yang kuat dan nilai gotong royong yang erat. Pandu budaya harus menjadi spirit yang menumbuhkan kembali kearifan lokal yang mulai menghilang," ujarnya.
Apresiasi dari Pemerintah Daerah
Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera, SE, M.Si., memberikan apresiasi kepada Direktorat KMA atas perhatian mereka terhadap kebudayaan desa-desa di Kabupaten Sikka. Ia menjelaskan, kondisi alam Sikka, dengan ketersediaan lahan yang cukup luas dan populasi yang terus meningkat, memerlukan perhatian khusus dalam menjaga produktivitas pertanian dan ketersediaan pangan.
Adrianus juga menekankan pentingnya menjaga kearifan lokal di setiap wilayah dan daerah. "Gerakan pangan lokal ini sangat penting bagi Kabupaten Sikka. Kearifan lokal harus kita jaga dan lestarikan," jelasnya.
Baca Juga: Renungan Katolik Minggu Biasa XII, 23 Juni 2024: Tuhan di Tengah Badai
Mengatasi Degradasi Kearifan Lokal
Frans Mado, salah satu peserta kegiatan, mengingatkan akan degradasi kearifan lokal yang menyebabkan runtuhnya nilai-nilai dalam masyarakat adat. Menurutnya, masyarakat adat telah kehilangan keseimbangan relasi dengan kosmos, diri, dan leluhurnya.
"Kita telah kehilangan banyak hal terkait kearifan lokal serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Relasi ritus, ritual, dan spiritual masyarakat adat dengan leluhurnya harus dieratkan kembali untuk mencapai kesejatian hidup," ujarnya.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini menghasilkan pandu budaya yang akan melaksanakan praktik mengenali dan memanfaatkan potensi kearifan lokal di desa-desa yang mengikuti kegiatan ToT.
Pandu budaya diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang memajukan dan melestarikan budaya lokal, menjaga nilai-nilai kearifan lokal, dan memperkuat identitas budaya bangsa di masa mendatang.***