Meskipun demikian, pembicaraan terkait tak perlu dibayarnya utang pinjol tersebut berhubungan dengan pinjol ilegal.
Berbeda dengan pinjol ilegal, dalam kenyataannya ada beberapa peminjam pinjol legal yang kerap keras kepala dan menunggak untuk mengangsur, bahkan tidak mau membayar pinjamannya.
Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko, melihat masih banyak persepsi yang keliru soal pinjol legal hingga muncul aksi mogok bayar pinjaman tersebut.
“Orang sering salah kaprah. Pinjaman online tidak ada tatap muka, (lalu berpikir) tidak bayar tidak apa-apa,” kata Sunu Widyatmoko sebagaimana diberitakan ANTARA, Sabtu, 23 Oktober 2021.
Menurut Sunu, para peminjam pinjol harus memahami bahwa rekam jejak di dunia digital pada dasarnya tidak bisa hilang, termasuk untuk pinjol yang resmi atau legal.
Karena itu, ketika masyarakat meminjam uang dari perusahaan teknologi financial yang resmi, rekam jejak kredit akan tercatat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di OJK.
“Jika tidak membayar pinjaman dari layanan tekfin yang resmi, skor kredit masyarakat yang tercatat di SLIK OJK tentu tidak baik,” terangnya.
Skor kredit tersebut, lanjut dia, sangat berpengaruh terhadap pinjaman. Misalnya jika skornya tidak baik, orang tersebut (peminjam) akan dianggap berisiko sehingga akan sulit disetujui jika mengajukan pinjaman lagi.