Enam Karyawan KSP Kopdit Pintu Air di Sikka Jadi Tersangka, Dituding Gelapkan Uang Miliaran Rupiah

19 Juni 2024, 21:40 WIB
Enam karyawan KSP Kopdit Pintu Air Pusat didampingi kuasa hukum, Alfons Ase dan Domi Tukan, usai memberi keterangan kepada awak media di Kelurahan Waioti Rabu, 19 Juni 2024. /Marsel Feka/Flores Terkini

FLORES TERKINI – Enam karyawan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Pintu Air Pusat yang berkantor di Desa Rotat, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditetapkan sebagai tersangka. Enam karyawan koperasi tersebut diduga terlibat dalam penggelapan uang sebesar Rp2 miliar lebih.

Keenam karyawan yang dijadikan tersangka tersebut adalah Kristoforus J. N., Nikolaus France, Stefania Ivanti, Maria Helena Parera, Maria Katarina Simo, dan Yohanes Armando. Mereka dilaporkan ke Polres Sikka oleh salah seorang pejabat manajemen Pintu Air Pusat, yang menyebut tindakan mereka telah menyebabkan koperasi dimaksud telah mengalami kerugian senilai Rp2 miliar lebih.

Kuasa Hukum Kopdit Pintu Air, Viktor Nekur, SH, mengatakan bahwa para tersangka dilaporkan setelah hasil audit internal oleh pihak manajemen Pintu Air Pusat menunjukkan adanya pinjaman fiktif yang diajukan menggunakan nama orang lain tanpa sepengetahuan pemilik nama tersebut.

Baca Juga: Tak Lolos Verifikasi Pilkada Sikka, Paket BERNAS Sempat Ajukan Keberatan ke KPU

“Jadi setelah kita turun cross check, ternyata orang yang namanya dipinjam untuk pengajuan pinjaman tidak tahu kalau namanya digunakan untuk pengajuan pinjaman oleh para tersangka,” kata Viktor yang dihubungi awak media melalui sambungan telepon seluler, Rabu, 19 Juni 2024.

Menurutnya, langkah hukum terhadap para tersangka dilakukan setelah upaya persuasif pihak manajemen, termasuk dirinya selaku pembina hukum, agar para tersangka menyelesaikan persoalan tersebut secara baik-baik, namun tidak diindahkan oleh para tersangka.

“Internal lembaga sudah memanggil mereka. Ada pengarahan, ada tawaran jalan keluar supaya bisa diselesaikan. Cuma, dengan waktu yang begitu lama, tidak ada penyelesaian, maka pilihannya kami buat laporan itu,” ungkapnya.

Baca Juga: 5 Desain Rumah Minimalis Modern yang Sedang Populer di Tahun 2024

Ditanya soal dalil penggelapan dalam jabatan yang dimaksud, Viktor mengatakan bahwa hal itu karena menyangkut keuangan lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Mereka merekayasa nama-nama anggota, KTP. Artinya, sampai dengan tingkat penetapan tersangka maka sudah ada bukti yang terpenuhi,” ujarnya.

Nomenklatur Pinjaman Keluarga Jadi Pemicu

Para tersangka, yang didampingi oleh kuasa hukum Dominikus Tukan, SH, dan Alfons Hilarius Ase, SH, M.Hum., membantah tuduhan penggelapan tersebut. Menurut mereka, di KSP Pintu Air ada jenis produk atau pinjaman yang disebut Pinjaman Keluarga. Jenis pinjaman ini khusus diakses oleh seluruh karyawan Pintu Air.

Baca Juga: Warga Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Kian Terdera Kesulitan, Dimanakah Sentuhan Penanganan Siaga Darurat?

Jenis Pinjaman Keluarga, kata mereka, memungkinkan karyawan mengajukan pinjaman atas nama anggota keluarga mereka. Sedangkan mekanisme dan syarat pencairannya tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku di Pintu Air.

Dari data dan keterangan para tersangka yang ditujukan kepada media, ternyata ada banyak karyawan, mulai dari yang paling bawah hingga top manajemen dan pucuk pimpinan, yang juga mengakses Pinjaman Keluarga tersebut, bahkan masih dalam tanggung jawab pengembalian pinjaman sampai saat ini.

Bingung Ditetapkan Sebagai Tersangka dan Disuruh Kembalikan Uang

Para tersangka juga mengaku bingung dengan penetapan status mereka sebagai tersangka dan disuruh mengembalikan uang Pintu Air. Pasalnya, selama proses klarifikasi dan mediasi, para tersangka mengaku mereka telah menandatangani surat untuk bertanggung jawab atas temuan kerugian keuangan tersebut.

Baca Juga: Tips Memadukan Gaya Minimalis dan Rustik untuk Hunian yang Hangat dan Alami

Surat tersebut merupakan surat yang dikonsep oleh pihak manajemen, yang kemudian para tersangka diminta untuk menyalin kembali surat itu dan menandatanganinya di atas materai.

Besaran uang yang harus dikembalikan oleh masing-masing tersangka juga sudah dipatok oleh pihak manajemen dan tidak sesuai dengan Pinjaman Keluarga yang mereka ajukan.

Mirisnya, ada tersangka yang sama sekali tidak memiliki Pinjaman Keluarga, tetapi malah jadi tersangka dan dituntut harus tanggung renteng mengembalikan uang. Ada juga tersangka yang dituntut untuk mengembalikan uang koperasi yang diakumulasi dengan pinjaman yang dipinjam oleh orang tuanya sebelum dirinya bekerja di Pintu Air.

Mereka mengaku kecewa atas cara manajemen yang dinilai diskriminatif terhadap mereka. Pasalnya, bila Pinjaman Keluarga ini bisa diakses oleh seluruh karyawan, mengapa hanya mereka yang diproses hukum. Padahal, proses pencairan Pinjaman Keluarga yang mereka lakukan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Pintu Air.

Baca Juga: Tragis! Seorang Balita di Manggarai-NTT Ditemukan Tewas Mengapung di Sungai

Kasus Dinilai Janggal dan Tidak Adil

Alfons Hilarius Ase menjelaskan, klien mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Sikka pada tanggal 14 Juni 2024 atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Ia mengatakan, mekanisme pencairan jenis Pinjaman Keluarga sudah sesuai prosedur dan bukan merupakan perbuatan pidana. Karena, persetujuan akhir pencairan uang harus ada tanda tangan pimpinan KSP Pintu Air.

“Bila setelah uang cair, lalu si peminjam mau memberikan kepada siapa saja, itu adalah hak keperdataan si peminjam. Lalu unsur penggelapan dalam jabatannya itu dimana?” tanya Alfons.

Baca Juga: Vivo Y100i Power: Spesifikasi, Keunggulan, dan Harga Terbaru Juni 2024

Menurut Alfons, masalah pinjaman adalah hubungan perjanjian keperdataan. Perjanjian keperdataan bisa bermasalah atau wanprestasi atau ingkar janji apabila tidak melaksanakan perjanjian, terlambat melaksanakan perjanjian, atau melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.

“Faktanya, klien kami melaksanakan kewajiban tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Kami menyayangkan bila persoalan wanprestasi pinjam-meminjam yang adalah masalah keperdataan malah menjadi masalah pidana penggelapan dalam jabatan,” ujar Alfons.

Alfons juga menyayangkan tindakan manajemen Pintu Air yang mendatangi para tersangka dan menanyakan aset para tersangka untuk dilelang demi kepentingan pelunasan pinjaman. Padahal, aset tersebut bukan merupakan objek yang diagunkan dalam perjanjian.

Baca Juga: Hunian Ramah Lingkungan! Ini Elemen-Elemen Penting dalam Desain Rumah Minimalis Bergaya Eco-Friendly

Dalam kesempatan yang sama, Dominikus Tukan menegaskan, kliennya menghormati dan siap menjalani proses hukum. Hanya saja, kata Domi Tukan, bila berkaitan dengan jenis Pinjaman Keluarga kliennya yang kemudian berujung pada laporan pidana, semestinya semua karyawan yang mengakses jenis Pinjaman Keluarga harus diperlakukan sama.

“Data bulan Juli 2021 saja ada 106 karyawan yang mengakses Pinjaman Keluarga dengan total pinjaman Rp3,2 miliar lebih. Bila mengacu pada apa yang dialami klien kami maka semua yang mengakses Pinjaman Keluarga juga harus diperlakukan sama,” tegasnya.

Untuk itu, Alfonsus Hilarius Ase didampingi rekanannya, Dominikus Tukan, mengimbau seluruh karyawan maupun anggota KSP Kopdit Pintu Air yang merasa diperlakukan sama seperti enam orang karyawan tersebut, pihaknya siap memberi bantuan hukum.

"Jadi untuk masalah ini kami mengimbau kepada seluruh karyawan maupun anggota Pintu Air Cabang Maumere yang merasa diperlakukan sama seperti kasus keenam klien kami ini, maka kami siap menerima pengaduan dan siap memberikan bantuan hukum," pungkas Alfons dan Dominikus.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler