Konflik Terus Meletus di Ethiopia, Pasukan Tigrayan Menguasai Situs Warisan UNESCO

- 6 Agustus 2021, 21:20 WIB
Ilustrasi situs kuno UNESCO.
Ilustrasi situs kuno UNESCO. /pexels/Suliman Sallehi

FLORES TERKINI – Pasukan dari wilayah Tigray yang dilanda konflik di Ethiopia telah menguasai kota Lalibela.

Kota tersebut adalah sebuah situs warisan dunia dari organisasi pendidikan, ilmiah dan budaya PBB, yang terletak di wilayah Amhara yang berdekatan.

Lalibela, rumah bagi gereja-gereja pahatan batu abad ke-12 sampai 13, adalah situs suci bagi jutaan orang Kristen Ortodoks Ethiopia dan merupakan tujuan wisata utama di negara terpadat kedua di Afrika.

Baca Juga: Krisis Kemanusiaan Meletus di Tigray, PBB Ungkap 100.000 Anak-Anak akan Kekurangan Gisi Tahun 2022

Gereja-gereja di Lalibela ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1978.

Kekhawatiran Otoritas

Otoritas setempat mengkonfirmasi pengambilalihan, wakil walikota Lalibela, Mandefro Tadesse, mengatakan kepada bahwa kota itu berada di bawah kendali pasukan Tigrayan.

Baca Juga: Gadis 9 Tahun Diperkosa dan Dibunuh di India, Keluarga Bersama Ratusan Demonstran Tuntut Pelaku Dihukum Mati

Dia mengatakan bahwa tidak ada penembakan tetapi menyatakan keprihatinan tentang keamanan situs warisan.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS juga telah meminta para pejuang untuk menghormati warisan budaya di Lalibela dan mengimbau semua pihak untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 9 bulan tersebut.

Konflik Semakin Melebar

Ribuan orang tewas dalam perang yang pecah November lalu setelah Perdana Menteri Abiy Ahmed memerintahkan pasukan pemerintah melancarkan serangan terhadap pasukan yang tergabung dalam Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).

Baca Juga: Negara Sempat Tak Izinkan Menikah, Artem Dolgopyat Kini Buktikan dengan Meraih Emas di Olimpiade Tokyo 2020

Maka, sebagai pembalasan atas serangan terhadap pangkalan militer. Pasukan federal merebut Mekelle, ibu kota Tigrayan, dan mengumumkan kemenangan pada akhir bulan itu tetapi TPLF terus bertempur.

Dalam beberapa pekan terakhir, pertempuran di wilayah Tigray utara Ethiopia telah meluas ke wilayah Amhara dan Afar, memaksa ratusan ribu orang melarikan diri dari kemajuan pemberontak.

Perkembangan terakhir ini mengikuti peningkatan perolehan teritorial yang dibuat oleh Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) sejak Juni, setelah merebut kembali ibu kota regional Tigrayan, Mekelle, dan memaksa pasukan federal untuk mundur.

Baca Juga: Perdana Menteri Albania Edi Rama Pulangkan 5 Wanita dan 14 Anak-Anak dari Kamp Al Hol Suriah

Pemerintah Ethiopia mengumumkan gencatan senjata sepihak di wilayah Tigray pada akhir Juni sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri konflik.

Akan tetapi, TPLF telah menolaknya dan mengeluarkan daftar tuntutan baru yang mereka tegaskan harus dipenuhi sebelum terlibat dalam pembicaraan gencatan senjata. .

Perang telah menyebabkan situasi kemanusiaan yang memburuk yang telah mendorong sekitar 400.000 orang ke dalam kondisi kelaparan dan menempatkan sekitar 100.000 anak-anak pada risiko kekurangan gizi akut di tahun depan.

Baca Juga: Ariel Henry, Perdana Menteri Baru Haiti Berjanji untuk Lakukan Pemilihan dalam Waktu Dekat

Lebih dari dua juta orang telah mengungsi dan jutaan lainnya bergantung pada makanan dan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Pembatasan akses pemerintah ke wilayah Tigray telah menimbulkan kemunduran besar bagi bantuan kemanusiaan karena persediaan berkurang dan layanan dasar hampir tidak ada.

Awal pekan ini, PBB mengecam tuduhan pemerintah Ethiopia bahwa pekerja bantuan bias mendukung pasukan pemberontak di wilayah Tigray.

Dua kelompok bantuan internasional juga diperintahkan untuk menangguhkan operasi mereka di tengah gesekan terbaru antara otoritas Ethiopia dan organisasi bantuan.***

Editor: Eto Kwuta

Sumber: Vatican News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah