Sebut Kesejahteraan Buruh Kian Terpuruk di Bawah Pandemi dan UU Ciptaker, Fadli Zon Beberkan 3 Catatan Penting

2 Mei 2021, 14:01 WIB
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon. /Tangkap Layar YouTube.com/Fadli Zon Official/

FLORES TERKINI - Fadli Zon menyebut bahwa kesejahteraan buruh semakin terpuruk terutama di masa pandemi Covid-19 dan di bawah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Ciptaker.

"Di bawah pandemi dan UU Cipta Kerja Kesejahteraan Buruh kian terpuruk," tulis Fadli Zon di akun twitternya pada Sabtu, 1 Mei 2021.

Fadli lalu membeberkan tiga alasan utama mengapa dirinya menyebut bahwa kaum buruh semakin terpuruk.

Pertama, menurut Fadli, tingkat kesejahteraan buruh menjadi makin terpuruk. Ia merujuk pada data BPS yakni dari data tersebut diketahui bahwa di tengah pandemi ini ada 24,03 juta angkatan kerja yang mengalami pengurangan jam kerja.

Baca Juga: MotoGP Minggu 2 Mei 2021: Quartararo Optimis Berhasil di Sirkuit Jerez

Lebih lanjut Fadli menerangkan bahwa penurunan tersebut baru berasal dari tekanan alamiah akibat pandemi. Padahal, bagi Fadli Zon, di luar pandemi ada tekanan lain yang bersifat struktural, yaitu UU Cipta Kerja.

Menurutnya, fakta di lapangan menyodorkan jika kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja telah membuat ancaman terhadap buruh menjadi berlipat.

Dalam unggahan di akun twitternya tersebut, awalnya Fadli Zon menyebut bahwa tingkat kesejahteraan buruh menjadi makin terpuruk. Dari data BPS, di tengah pandemi ini ada 24,03 juta angkatan kerja yang mengalami pengurangan jam kerja.

Baca Juga: Soal Aksi Relawan dan Pengungsi Banjir Bandang di Adonara, Begini Klarifikasi Camat Adonara Timur

“Akibatnya, jumlah pengangguran terbuka kita meningkat, dan rata-rata upah buruh menjadi turun 5,20 persen, dari rata-rata Rp2,9 juta perbulan di 2019 menjadi Rp2,76 juta per bulan di 2020,” katanya.

Selanjutnya, penurunan tersebut baru berasal dari tekanan alamiah akibat pandemi. Padahal, di luar pandemi, ada tekanan lain yg bersifat struktural, yaitu UU Cipta Kerja. Menurutnya, fakta di lapangan menyodorkan jika kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja telah membuat ancaman terhadap buruh menjadi berlipat.

“Dalam UU Cipta Kerja, misalnya, tak ada lagi klausul Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral, yang ada hanyalah Upah Minimum Provinsi (UMP). Akibatnya, kelompok buruh dibentuk seperti pasar tenaga kerja dengan rezim upah murah,” tulis Fadli.

Baca Juga: Tsania Marwa Ungkap Rasa Sedihnya: Mereka Tidak Menghilangkan Rasa Cinta Kalian untuk Umi

Saat ini, dapat dipastikan bahwa hampir semua provinsi mengalami penurunan upah. Provinsi dengan penurunan upah buruh tertinggi adalah Bali, yaitu sebesar 17,91 persen, disusul Kepulauan Bangka Belitung (16,98 persen), dan Nusa Tenggara Barat (8,95 persen).

Sementara itu, provinsi-provinsi besar di Jawa upah buruhnya juga turun, yaitu Jawa Barat sebesar 7,48 persen, Jawa Tengah sebesar 4,77 persen, dan Jawa Timur sebesar 3,87 persen.

Dengan penghitungan upah berdasarkan pada satuan waktu dan hasil, UU Cipta Kerja juga telah membuat buruh bekerja lebih ekstra, namun dengan tingkat upah yang lebih rendah.

Apalagi, struktur dan skala upah ditentukan oleh kemampuan perusahaan. Bisa dipastikan, di tengah pandemi dan di bawah UU Cipta Kerja, kesejahteraan buruk kian jatuh terpuruk.

Baca Juga: Ronald Koeman Singgung Lini Pertahanan Barcelona yang Rapuh Jelang Bentrok dengan Valencia

Selain itu, Fadli Zon mengatakan bahwa daya serap angkatan kerja di Indonesia saat ini makin mengecil. Data BKPM mencatat, tingkat penyerapan tenaga kerja dari setiap investasi yang masuk terus mengalami penurunan.

Di 2010, setiap investasi Rp1 triliun masih bisa menyerap 5.014 tenaga kerja. Namun, pada 2016 angkanya telah turun menjadi 2.272 saja. Dan di 2020, tiap investasi Rp1 triliun hanya tinggal menyerap 1.390 tenaga kerja saja.

Data ini menunjukkan investasi yang masuk ke Indonesia sangat tidak berkualitas. Ini pula yang menjelaskan kenapa jumlah lapangan kerja yang terbentuk tak signfikan, meskipun ada pertumbuhan investasi. Di bawah rezim UU Cipta Kerja, kualitas investasi ini bisa dipastikan bertambah buruk.

Baca Juga: Vaksin Sinovac Buatan China Bakal Disuntikkan pada Messi dan Neymar

“Itu sebabnya sejak awal saya menilai UU Cipta Kerja adalah kebijakan salah arah. Meskipun di kuartal pertama 2021 UU Cipta Kerja mampu menarik investasi, tapi terbukti gagal memperluas lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan buruh,” ungkapnya.

Baginya, UU tersebut memang dibuat lebih untuk melayani kepentingan para pengusaha ketimbang kaum buruh.

Pada poin ketiga, Fadli mengatakan, revolusi Industri 4.0 yang kerap digadang-gadang pemerintah bisa menyelamatkan angkatan kerja, pada kenyataannya justru telah melahirkan sejenis perbudakan baru.

Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Mada tahun lalu, yang mengkaji kelayakan kerja mitra tukang ojek dengan penyedia jasa aplikasi, berhasil menggambarkan fenomena tersebut.

Baca Juga: Trend Baju Lebaran 2021 yang Paling Dicari Kaum Wanita

Menurut penelitian tersebut, hubungan kemitraan yang terbentuk bukannya menciptakan kebebasan dan kemerdekaan bagi para mitra, namun justru menciptakan hubungan kerja yang eksploitatif.

Hubungan kemitraan ternyata lebih banyak bertolak dari kepentingan agar perusahaan terbebas dari kewajiban memberi jaminan upah minimum, jaminan kesehatan, pesangon, upah lembur, hak libur, hingga jam kerja layak kepada para mitra pekerjanya.

Ironisnya, ini bukan hanya terjadi pada mitra penyedia aplikasi transportasi online, tapi juga terjadi di e-commerce lainnya.

Baca Juga: Sambut Lebaran, Pertamina Turunkan Harga BBM dan LPG hingga Akhir Mei 2021

“Baru-baru ini kita membaca bahwa di balik harga murah dan promosi bebas ongkos kirim yang ditawarkan oleh sebuah marketplace besar, ternyata ada eksploitasi dan tekanan terhadap upah para kurirnya. Ini tentu saja ironis. Di mana-mana Presiden @jokowi selalu membanggakan disrupsi digital ini sebagai lompatan ke masa depan. Namun faktanya, di bidang ketenagakerjaan, karena negara gagal melindungi kaum buruh, disrupsi digital ini telah mengembalikan kita ke era perbudakan baru,” ujarnya.

“Di hari buruh ini, saya ingin mengajak pemerintah dan setiap pemangku kepentingan untuk benar-benar serius memperhatikan kesejahteraan kaum buruh. Sebab, peningkatan kesejahteraan buruh akan berdampak signifikan dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi,” pungkas Fadli.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler