Network
FLORES TERKINI – Langit-langit di lembah Hokeng terlihat mendung. Kabut tak seberapa tumbuh di rumah pembinaan calon imam ini. Di depan Pendopo Patris, ada lahan tidur yang tidak begitu terawat. Setiap sore, Romo Syprianus Sande memanfaatkan lahan itu untuk menanam ubi, tomat, dan sayur-mayur lainnya. Ia giat mencangkul tanah dan menyiangi rumput.
Sore itu, Romo Sypri meneteng cangkul, mengemas barang-barang dan beranjak pulang. Sepatu lumpurnya kelihatan kusam, dekil, dan kotor. Tampak onggokan tanah melekat pada ruas-ruas sepatu miliknya.
Begitulah Romo Sypri menjalani hari-harinya sebagai staf pembina dan pimpinan di lembaga pendidikan calon imam Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng.
Baca Juga: Gabungan Alumni Seminari Hokeng Bersilaturahmi ke Belogili, Ini Kegiatan yang Dilakukan
Ketika jam mengajar tiba, Romo Sypri masuk ke kelas membawa buku Elementa Linguae Latinae, yang di dalamnya berisi kosakata bahasa Latin. Tidak berhenti di situ, Romo Sypri juga menyediakan bahan pembelajaran bahasa Latin dengan membuat beberapa diktat atau buku yang berisi peribahasa dan proverbia agar mudah dipahami oleh para seminaris.
Gaya mengajarnya khas. diksi-diksi bahasa Latin-nya yang khas mewarnai ruang kelas. Panitia dibacanya panitsia. Ketekunannya dalam mengajar mirip ketekunan Pater Boli Lamak, SVD yang selalu setia merawat ingatan kami agar terus belajar dan membekali diri dengan bahasa.
Romo Sypri Sande adalah sosok Doktor Spiritualitas yang biasa, sederhana, pekerja keras, dan kebapakan. Gelar doktor tidak membuat pastor yang satu ini berbesar hati dan bangga, tetapi malah ia memilih terjun ke kebun, merawat ibu bumi, dan mendandani kebun sebagai pemasok utama kehidupan. Kedekatannya dengan alam, terlebih tanah, dan menyemaikan benih-benih ibarat ia menyemaikan para calon imam agar dapat berbuah baik, berakar kuat, dan menjadi saksi Kristus.
Baca Juga: Kisah Martinho Gusmao Ketika di SMA di Seminari Hokeng, Begini Kesaksian Teman Kelasnya
