Luar Biasa! Ibu-Ibu Dasawisma di Sikka Berhasil Sulap Lahan Tidur Jadi Kebun Sayur Nan Subur

20 November 2023, 16:59 WIB
Hasil kebun yang digarap ibu-ibu kelompok Dasawisma di Kampung Nuba Arat, Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka. /Faidin/FLORES TERKINI

FLORES TERKINI, Sikka – Hasil kerja yang luar biasa ditunjukkan ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Dasawisma di Kampung Nuba Arat, Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka berhasil menyulap lahan tidur menjadi kebun sayur nan subur.

Hal itu terungkap pasca seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Maumere (UNIMOF) dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Ludvina Jina Palma Tukan, melakukan penelitian di wilayah itu.

Saat mengunjungi Kampung Nuba Arat, Sabtu, 18 November 2023, mahasiswi Semester VII itu mengamati secara langsung rutinitas ibu-ibu Dasawisma tersebut, terkait dengan kegiatan arisan simpan pinjam dan dana solidaritas yang dibalut dalam program holtikultural. Kegiatan-kegiatan itu dilakukan dengan tujuan mengatasi berbagai kendala ekonomi keluarga.

Baca Juga: Ratusan Anak di Paroki Ritaebang Bakal Terima Sakramen Krisma dari Uskup Larantuka, DPP Ikut Dilantik

Sementara demi menyukseskan program yang digalakan, ibu-ibu Dasawisma Nuba Arat berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jaga Nian Tanah.

Dalam penelitiannya, Ludvi Tukan juga menemukan bagaimana ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Dasawisma yang baru dibentuk itu berhasil menyulap lahan tidur menjadi kebun sayur.

“Saya melihat kelompok ibu-ibu Dasawisma sedang melakukan kegiatan di antaranya mencangkul tanah, mengukur patok untuk membuat bedeng tanaman, membuat pagar mengelilingi lahan perkebunan, tabur pupuk, dan mengisi tanah di kaleng bekas dari polibex,” kata Ludvi Tukan dalam tuturnya bersama awak media, Senin, 20 November 2023.

Baca Juga: Besok, Jenazah Mgr Vincentius Sensi Potokota Bakal Tiba di Ende

Kegiatan perkebunan itu lalu dilanjutkan dengan arisan simpan pinjam dan dana solidaritas, dengan struktur kepengurusan di dalamnya yang terbilang cukup rapih.

“Kelompok Dasawisma terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggotanya yang berjumlah tujuh orang,” terang Ludvi.

Ludvina Jina Palma Tukan, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Maumere (UNIMOF) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI).// Dok. Pribadi Ludvi

Ludvi mengatakan, lahan yang digunakan untuk perkebunan sayur seluas 206 meter itu merupakan milik salah satu anggota Dasawisma bernama Ibu Soge.

Ketua Dasawisma, Rosalia Bhae, menjelaskan bahwa dari hasil tanaman itu, anggota kelompok kemudian menjualnya kepada masyarakat setempat. Menurut Rosalia, hasil perkebunan itu tidak dijual di pasar, dengan alasan guna membantu masyarakat sekitar karena harganya yang lebih mudah dijangkau.

Baca Juga: Secuil Kisah dari Tukang Ojek di Larantuka, Tolak Merantau di Luar Daerah: Di Sini Juga Kita Bisa Makan!

“Ibu-ibu Dasawisma juga terjun langsung dalam pembuatan bedeng, penanaman bibit, proses tanam, merawat, memanen hingga menjual hasil kebun ke masyarakat sekitar,” ujarnya.

Ia menerangkan, hingga saat ini kelompok ibu-ibu Dasawisma sukses memaksimalkan lahan seluas 206 meter dengan menanam sayur seperti sawi bungkus dan terong.

“Kalau untuk hasil kebun, kita menjualnya ke masyarakat sekitar, bahkan kita yang anggota pun pakai beli. Uang hasil penjualan sayur dibagi dua, sebagian ke BUMDes dan sebagiannya ke kelompok Dasawisma,” jelas Rosalia.

Baca Juga: BRI Danareksa Sekuritas Berikan Beasiswa untuk 15 Mahasiswa Berprestasi di Seluruh Indonesia

Rosalia mengungkapkan, adanya kelompok Dasawisma tersebut sangat membantu masyarakat sekitar, terutama masyarakat Nuba Arat, Dusun Wairhubing.

“Kelompok Dasawisma Nuba Arat, Dusun Wairhubing, ini semoga menjadi contoh bagi dusun lain di Desa Watuliwung,” harapnya.

Hal serupa disampaikan salah satu anggota kelompok Dasawisma, Ibu Eti. Dia menambahkan, pertanian yang sedang digalakan saat ini mengandalkan pupuk organik seperti sekam atau kompos.

Baca Juga: Masyarakat Oelneke di Timor Tengah Utara Gelar T’fua Ton, Ritual Menyambut Hujan Sebelum Musim Tanam

“Artinya proses perawatan tanaman tidak menggunakan pupuk kimia berbahaya, tapi mengandalkan pupuk alami seperti sekam atau kompos. Untuk sistem pengairan itu sendiri kami menggunakan sistem irigasi tetes,“ pungkas Ibu Eti.

Menurut Ludvi Tukan, terdapat 28 bedeng di perkebunan itu, yang dikerjakan ibu-ibu Dasawisma dalam waktu 10 hari, dimulai dengan pembuatan pagar pada 29 Agustus 2023 dan penaburan pupuk yang dilakukan pada 30-31 Agustus 2023.

Lalu pada tanggal 4-8 November 2023, kelompok ibu-ibu Dasawisma di Nuba Arat mulai mengisi tanah di polibeg untuk penanaman bibit sayur, menyirami dan merawatnya, hingga menunggu hasilnya untuk dituai di kemudian hari.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler