Kegiatan perkebunan itu lalu dilanjutkan dengan arisan simpan pinjam dan dana solidaritas, dengan struktur kepengurusan di dalamnya yang terbilang cukup rapih.
“Kelompok Dasawisma terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggotanya yang berjumlah tujuh orang,” terang Ludvi.
Ludvi mengatakan, lahan yang digunakan untuk perkebunan sayur seluas 206 meter itu merupakan milik salah satu anggota Dasawisma bernama Ibu Soge.
Ketua Dasawisma, Rosalia Bhae, menjelaskan bahwa dari hasil tanaman itu, anggota kelompok kemudian menjualnya kepada masyarakat setempat. Menurut Rosalia, hasil perkebunan itu tidak dijual di pasar, dengan alasan guna membantu masyarakat sekitar karena harganya yang lebih mudah dijangkau.
“Ibu-ibu Dasawisma juga terjun langsung dalam pembuatan bedeng, penanaman bibit, proses tanam, merawat, memanen hingga menjual hasil kebun ke masyarakat sekitar,” ujarnya.
Ia menerangkan, hingga saat ini kelompok ibu-ibu Dasawisma sukses memaksimalkan lahan seluas 206 meter dengan menanam sayur seperti sawi bungkus dan terong.
“Kalau untuk hasil kebun, kita menjualnya ke masyarakat sekitar, bahkan kita yang anggota pun pakai beli. Uang hasil penjualan sayur dibagi dua, sebagian ke BUMDes dan sebagiannya ke kelompok Dasawisma,” jelas Rosalia.
Baca Juga: BRI Danareksa Sekuritas Berikan Beasiswa untuk 15 Mahasiswa Berprestasi di Seluruh Indonesia