Puluhan Tahun Minum Air Asin, Warga Desa Lewonama Kini Bisa Nikmati Air Bersih, Ritual Hode Kebarek Digelar

29 Oktober 2023, 18:57 WIB
Salah satu bagian dari ritus Hode Kebarek sebagai ungkapan syukur atas hadirnya air bersih di Kampung Lewonama, Minggu (29/10/2023). /Tintus Belang/FLORES TERKINI

FLORES TERKINI, Flotim – Harapan kini berbuah nyata. Begitulah kira-kira yang dialami warga Desa Lewonama, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Warga setempat kini akhirnya bisa menikmati air bersih, setelah puluhan tahun cuma menggantungkan hidup mereka dari air asin yang bersumber dari sumur umum.

Usai melalui berbagai upaya, sumur bor yang diadakan oleh Pemerintah Desa Lewonama yang bersumber dari dana Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) kini bisa membuat masyarakat setempat bernafas lega. Air bersih mulai dialirkan ke setiap rumah warga, memberikan harapan akan ketersediaan salah satu kebutuhan hidup yang utama itu.

Sebagai ungkapan syukur, warga Desa Lewonama pun menggelar ritual adat Hode Kebarek pada Minggu, 29 Oktober 2023. Ritual ini dilakukan sebagai simbol kehadiran air bersih di kampung itu.

Baca Juga: Sumber Air Sudah Dekat, Masyarakat Adat Lewonama Gelar Ritual Syukuran 'Hode Kebarek'

Adapun kata hode dalam bahasa Lamaholot-Flores Timur berarti menerima, sedangkan kebarek artinya gadis. Secara harafiah, hode kebarek berarti ‘menerima gadis’. Dalam konteks itu, kata kebarek (gadis) menyimbolkan air itu sendiri.

Jalannya Ritual Hode Kebarek

Ritual Hode Kebarek diawali dengan pengambilan air dari sumber air sumur bor oleh pemangku adat yang diwakili oleh suku Lio Lama Lingi Beta Lama Loa (Suku Lion). Suku ini merupakan suku asli Kampung Lewonama.

Baca Juga: Timsel KPU NTT Buka Pendaftaran Bakal Calon Anggota di 4 Kabupaten, Berikut Syarat dan Cara Pendaftarannya

Air itu kemudian diserahkan kepada suku Belang Bunu Matan Napo Keri Tego untuk dibawa ke kampung. Dalam sejarahnya, suku ini datang bersama-sama dengan suku Lion dari gunung ke Kampung Lewonama.

Meski begitu, agar air bisa masuk ke kampung, suku Werang Lama Hodu Nua Lama Lerek pun mengambil perannya sebagai suku yang bertugas membuka ‘pintu gerbang’, ditandai dengan ritual pengguntingan pita yang terbuat dari tali-temali hutan.

Pada akhirnya, seluruh masyarakat Lewonama menyambut kedatangan air di tengah kampung dalam sebuah perarakan panjang yang meriah, diiringi dengan tarian Hedung dan Selen oleh segenap komunitas suku yang menghuni kampung tersebut.

Baca Juga: Semarak Hari Sumpah Pemuda 2023: SMA Stella Gratcia Atambua Gelar Pentas Seni Budaya

Air itu lalu diarak bersama-sama menuju Lango Belen Suku Pulo Wun Lema, yakni rumah adat milik seluruh suku di Lewonama yang letaknya persis di tengah-tengah kampung.

Setelah beberapa saat ditakhtakan, air kemudian dibagi-bagikan untuk dikecapi oleh para pemangku kepentingan, di antaranya Kabelen Lewo (orang terhormat di kampung), para kepala suku, pemerintah desa, perwakilan dari delapan suku yang mendiami komunitas adat Lewonama, dan Ribu Ratu (masyarakat adat).

Makna Ritual Hode Kebarek

Agustinus Penoli Lion selaku salah satu tokoh adat Kampung Lewonama menjelaskan, pada hakikatnya ritual Hode Kebarek dimaksudkan untuk mengakui sekaligus menghormati 'Sang Pemilik Air', yakni Lera Wulan Tana Ekan yang diakui dan diyakini sebagai Wujud Tertinggi oleh masyarakat setempat.

Baca Juga: Siap Kawal Masalah Pelunasan Lahan oleh Investor, Ketua GRIB Jaya Sikka Sebut Sudah Kantongi Info Akurat

Masyarakat adat Kampung Lewonama meyakini, kehadiran air di kampung itu tidak lepas kekuatan alam yang dikuasai sepenuhnya oleh Lera Wulan Tana Ekan. "Ritual ini menggambarkan keyakinan terhadap kekuatan alam," kata Agustinus.

Lebih lanjut ia mengatakan, air bersih dari sumber sumur bor tersebut memang sudah melayani kebutuhan masyarakat di Desa Lewonama selama lebih kurang satu tahun. Akan tetapi dalam perjalanannya, sumber air itu sempat mengering tanpa sisa selama dua minggu.

Alhasil, warga pun mulai mengeluhkan kondisi itu, apalagi demi kebutuhan hidup mereka harus mengambil air dari sumur umum yang jaraknya cukup jauh dari pemukiman, plus rasa airnya yang asin.

Baca Juga: Gandeng Koin Untuk Sikka, Instansi Lintas Sektor dan BUMN Bangun Rumah untuk Seorang Janda di Magepanda-Sikka

"Ema pi lewo tukan di penesak pulo, bine pi tana lolon di pe'oer lema. Matan pito di ba hela, liwun lema di gere kuran (Ibu dan saudari di kampung mengeluh. Karena air tidak mengalir sampai ke kampung),” ujarnya.

Karena itu, para pemangku adat di Kampung Lewonama memandang perlu membuat sebuah ritual ‘memberi makan’ dan ‘memanggil’ kembali air yang diyakini ‘pergi menghilang’.

Menariknya, setelah ritual digelar, air kembali ‘datang’. Tidak tanggung-ganggung, debet air bahkan langsung naik mencapai empat meter hanya dalam rentang satu hari.

“Karena itu kami merasa perlu untuk mengungkapkan syukur dan terima kasih kepada kekuatan yang kami yakini sebagai pemilik air (melalui ritus Hode Kebarek)," kata Agustinus.

Baca Juga: Sejumlah Warga Sikka Tuntut Pelunasan Lahan untuk Pembangunan Ribuan Unit Perumahan oleh Seorang Investor

Menurut dia, maksud dari diadakannya ritus Hode Kebarek adalah meminta kepada 'Sang Pemilik Air' untuk selalu memberikan petunjuk, tidak hanya kepada para pemangku adat, tetapi juga kepada Ribu Ratu yang mendiami Kampung Lewonama.

"Melalui ritual ini, kita meminta kepada pemilik air untuk selalu memberikan petunjuk kepada kita agar selalu menyerahkan persembahan karena telah memberikan air untuk hidup kita," pungkasnya.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler