Kabupaten Ende Tak Kantongi Dokumen Kajian Pengurangan Risiko Bencana

12 Juni 2024, 06:58 WIB
Lokasi longsor di Kelurahan Rewarangga Selatan Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende, NTT. /Dok. Ist./HO-FLORESTERKINI

FLORES TERKINI – Kabupaten Ende, salah satu wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menghadapi tantangan besar terkait mitigasi bencana. Dalam tiga tahun terakhir, kabupaten ini belum memperbarui dokumen kajian pengurangan risiko bencana, meskipun wilayahnya termasuk yang berisiko tinggi terhadap bencana alam. Bagaimana situasi ini terjadi dan apa dampaknya bagi penduduk setempat?

Pada tahun 2021, masa berlaku dokumen kajian pengurangan risiko bencana Kabupaten Ende berakhir. Sejak itu, pemerintah daerah belum memperbarui dokumen ini.

Selain itu, ada empat dokumen penting lainnya yang juga belum diperbarui, yaitu dokumen kontingensi bencana, dokumen penanggulangan kedaruratan bencana, dokumen penanggulangan bencana, dan dokumen rencana operasi operasional bencana.

Baca Juga: Aksi Sigap Polsek Mauponggo Buka Akses Jalan yang Ditutupi Longsor, Susuri Jalan Sepanjang Puluhan Kilometer

Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Ende, Hiro Pala, menjelaskan bahwa dokumen-dokumen ini sangat penting sebagai landasan dalam penanganan bencana.

"Ini lima dokumen dasar, tetapi utamanya itu ada di dokumen kajian pengurangan risiko bencana. Untuk Ende sendiri, dokumen-dokumen ini sudah berakhir pada tahun 2021 dan sangat perlu untuk membuat dokumen baru," ujarnya.

Meskipun tanpa dokumen resmi yang diperbarui, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ende tetap melakukan berbagai kegiatan terkait penanggulangan bencana.

Baca Juga: Tragis! Tenda Pesta Sambut Baru Jadi Saksi Bisu Penghilangan Nyawa Seorang Pemuda di Sikka

Hiro Pala menyebutkan, BPBD masih aktif dalam kegiatan pra-bencana, penanganan saat bencana, dan pasca-bencana. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan sekitar 90 desa tangguh siaga bencana.

Namun, kondisi geografis Kabupaten Ende yang berbukit dengan tekstur tanah berpasir menambah tingkat kerawanan bencana. Dalam dua bulan terakhir, bencana alam yang melanda wilayah ini telah merenggut sembilan korban jiwa akibat cuaca ekstrem.

"Penanganan korban oleh BPBD, Dinsos, dan Tagana cukup sigap, tetapi kesigapan ini jangan hanya di saat bencana. Pengurangan risiko bencana juga harus diutamakan," tambah Hiro.

Baca Juga: Banyaknya Kendaraan Bernomor Plat Luar Daerah yang Beroperasi di Ende Merugikan Daerah

Selain masalah dokumen pengurangan risiko bencana, Hiro Pala juga menyoroti pentingnya dokumen kajian risiko perubahan iklim. Hingga saat ini, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ende belum memiliki dokumen dasar tersebut. Pemerintah pusat telah mendorong pembentukan Pokja perubahan iklim, namun upaya ini belum terealisasi di Kabupaten Ende.

"Di Ende sendiri belum ada sampai hari ini. Ini menjadi harapan kita ke depan selain dokumen dasar tadi, juga pemetaan wilayah bencana. Pemda harus melihat kembali daerah-daerah yang miring, ada bangunan-bangunan yang sudah tua dan lapuk, itu harus diperbaiki. Jika masyarakat enggan direlokasi, Pemda Ende punya kewajiban menata daerah itu agar menjadi permukiman yang layak huni," tegas Hiro.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler