Oknum Anggota Polair di Manggarai Diduga Terlibat Muat Sapi Ilegal Tujuan NTB

- 22 Februari 2021, 08:20 WIB
Ilustrasi sapi.
Ilustrasi sapi. /Pixabay

FLORES TERKINI - Seorang oknum anggota Polisi Air (Polair) diduga kuat sebagai pelaku yang mengirimkan hewan sapi ilegal dari wilayah Pelabuhan Nanga Nae, Desa Paralando, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, Provinsi NTT, menuju Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pengiriman sapi tanpa dilengkapi dokumen izin resmi itu terungkap setelah dua kapal pengangkut sapi ilegal dari Pelabuhan Nanga Nae, Desa Paralando diamankan TNI AL bersama BIN di Perairan Bonto Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat, 12 Februari 2021 lalu, sekitar pukul 20.30 waktu setempat.

Pejabat Sementara (Pjs.) Kepala Desa (Kades) Paralando, Paulus Harto, membenarkan informasi tersebut.

Baca Juga: Upah Tak Kunjug Dibayar, Para Pekerja Adukan CV Oase ke DPRD Manggarai Timur

Paulus mengungkapkan, selama ini Pelabuhan Nanga Nae seringkali digunakan sebagai lokasi pengangkut sapi ilegal antarpulau. Ia mengakui dirinya mendapat informasi dari masyarakat setempat bahwa Pelabuhan Nanga Nae sudah lama menjadi tempat penampungan hewan sapi, bahkan menjadi lokasi pelabuhan “jalur tikus” pengiriman sapi ilegal.

“Selama saya menjabat kurang lebih satu tahun setengah kegiatan di Nanga Nae tidak pernah lapor ke pemerintah desa,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Desa Paralando Sabtu 20 Februari 2021.

Meski Paulus sempat mendengar informasi bahwa aktivitas pengiriman sapi dari Pelabuhan Nanga Nae merupakan aktivitas ilegal, namun kala itu dirinya belum mendapatkan informasi valid untuk memastikan aktivitas di lokasi itu legal atau illegal, sehingga dirinya tidak melaporkan kepada aparat kepolisian setempat.

Baca Juga: Krisis Air Bersih di NTT, Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Komitmen Berikan Solusi

Ia juga mengungkapkan bahwa seorang anggota Polisi Air bernama Yans adalah pemilik bisnis sapi ilegal di Pelabuhan Nanga Nae, Desa Paralando, Kecamatan Reok Barat. Paulus pun mengakui, dirinya sempat menanyakan surat izin kepada oknum anggota Polisi Air bernama Yans.

“Saya sempat tanya Pa Yans, informasinya memang izinnya dari provinsi, tetapi sedang diproses. Ternyata ada informasi dari Babinsa bahwa izinnya tidak ada,” beber Paulus.

Lebih lanjut ia tegaskan, selama ini pemerintah Desa Paralando diabaikan, karena aktivitas pengiriman sapi melalui Pelabuhan Nanga Nae tanpa koordinasi dengan aparat desa. “Saya sempat tanya sama Bapak Haji Mustagi karena dia pemilik tanah di Nanga Nae. Ini siapa punya sapi, dia bilang atas nama Pa Yans dari Polair,” ungkap pria asal Kampung Piso itu.

Baca Juga: Ramalan Cinta 12 Zodiak Senin 22 Februari 2021, Scorpio Bidik Jodoh di Luar Negeri

Pemilik tanah sebagai tempat penampungan sapi, Haji Mustagi Puna juga membenarkan bahwa ada pengangkutan sapi dari Pelabuhan Nanga Nae, Desa Paralando. Hj. Mustagi mengungkapkan, lahan miliknya digunakan sebagai kandang sapi dan telah dikontrak oleh Yans seorang anggota Polisi Air yang bertugas di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, NTT.

“Lahan dia kontrak sejak pertengahan tahun 2019 oleh CV Divani Jaya untuk penampungan sementara hewan sapi. Kalau menurut pengamatan saya selama ini sapi itu dikirim ke Bima. Kalau banyaknya sapi yang dimuat saya tidak tahu. Dalam perjanjian dengan saya, kontrak tanah bayar per tahun Rp2.500.000,” ungkap Hj. Mustagi.

Ia menjelaskan, sapi-sapi tersebut dimuat melalui Pelabuhan Nanga Nae tepat di muara kali Wae Kuli karena airnya cukup dalam. Setiap bulan kata dia, selalu ada pengiriman menuju Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Juga: Ramalan Karir 12 Zodiak Senin 22 Februari 2021, Aries Sangat Beruntung Karena Hal Ini

Sementara itu, Polair yang bertugas di Kecamatan Reok, Yans membantah dugaan keterlibatannya dalam bisnis pengiriman sapi ilegal di Pelabuhan Nanga Nae, Desa Paralando. Ia mengatakan, masalah tersebut mungkin hanya dikaitkan dengan dirinya. Karena menurut Yans, istrinya merupakan Direktris CV Divani Jaya sebagai perusahaan pengiriman sapi antar-pulau.

“Karena kebetulan di Nanga Nae itu ada kandang penampungan sapi atas nama CV Divani Jaya yang note bene atas nama istri saya. Artinya memang ada keterkaitan dengan saya, pas kebetulan juga memang selama kegiatan juga bukan mau tau memang saya mau melepaskan diri dari kegitan itu, karena saya tahu konsekuensinya karena saya ini anggota,” ujarnya kepada wartawan melalui sambungan telepon Minggu, 21 Februari 2021.

Meski begitu, Yans mengakui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menegaskan bahwa, anggota polisi tidak boleh ada terlibat dengan bisnis walaupun itu milik istri. Ia menuturkan, pihaknya bersama Direktris CV Divani Jaya telah meminta karyawan untuk berhati-hati dalam melaksanakan pengiriman sapi.

Baca Juga: Ramalan Shio Senin 22 Februari 2021, Shio Babi Sulit Kendalikan Imajinasi, Shio Naga Kritis

Yans menambahkan, setelah dirinya melakukan konfirmasi kepada dinas terkait bahwa, pihak dinas meminta agar tidak melanjutkan aktivitas pengiriman sapi sampai pelabuhan itu resmi menjadi pelabuhan rakyat.

“Apalagi dengan kejadian kemarin anak-anak di lapangan setelah saya tanya ulang-ulang jangan sampai bermain. Karena pemuatan kemarin hampir sama dengan dokumen yang ada,” jelasnya.

Yans mengakui, sebelumnya sapi-sapi tersebut bukan hanya dimuat melalui Pelabuhan Nanga Nae saja, akan tetapi juga melalui Pelabuhan Kedindi Reok dan Gongge tergantung kapasitas jumlah sapi yang akan dimuat. “Kalau kapasitas sapi hanya 20 ekor, 30 ekor lansung muat di situ,” kata Yans.

Baca Juga: Ramalan Kesehatan 12 Zodiak Senin 22 Februari 2021, Pisces Alami Gangguan Tidur, Penglihatan Aries Menurun

Ia juga membantah dirinya terlibat dalam pengurusan dokumen izin hingga pengiriman sapi ilegal tersebut. Yans menguraikan, apabila ada rapat pembagian kuota, rapat untuk ajukan pengiriman, sehingga secara otomatis istrinya tidak mungkin sendiri. Meski begitu, saat ini dirinya telah memberi klarifikasi kepada pihak Propam Polres Manggarai terkait dugaan keterlibatannya. Polres Manggarai kata dia, meminta dirinya agar tidak boleh terlibat walaupun sekedar mengantar istrinya ke dinas terkait.

“Begini, istri saya kan mau jalan ke kantor, ke mana itu otomatis saya yang antar. Apalagi bukan ada anak kecil. Mungkin itu yang disebut kata keterlibatan saya. Kalau pun saya membuat dokumen, kalau istri saya tidak tanda tangan sebagai direktris berarti kan tidak bisa. Direktrisnya ‘kan nama ibu, kecuali kalau memang tanpa ibu saya bisa buatkan, itu mungkin salah,” beber dia.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah