Bebaskan Status TSK Mantan Wabup Flores Timur, Kuasa Hukum ‘Tembak’ Penyidik, Ini Peluru Pertama

- 23 Mei 2024, 17:22 WIB
Tim Kuasa Hukum Pemohon dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi mantan Wakil Bupati Flores Timur, APB.
Tim Kuasa Hukum Pemohon dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi mantan Wakil Bupati Flores Timur, APB. /Eman Niron/FLORESTERKINI.com

FLORESTERKINI.com – Salah satu alasan yang dimunculkan tim kuasa Hukum mantan Wakil Bupati Flores Timur periode 2017-2022 (Pemohon) dalam perjuangan untuk membebaskan APB dari status tersangka melalui jalur praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Larantuka adalah APB sama sekali tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka.

Inilah kekuatan argumentasi hukum yang digemuruhkan Yoseph Pelipi Daton, SH; Farrlan Belawa Hurint, SH; Hairun Hery Tokan, SH; dan Silvester Ola Suban, SH; sewaktu membacakan permohonan Pemohon pada sidang praperadilan yang digelar di PN Larantuka, Rabu, 22 Mei 2024 kemarin.

Yoseph Pelipi Daton dengan tegas menandaskan, melalui putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji ketentuan objek praperadilan.

Baca Juga: Terungkap Penyebab Air Danau Kelimutu ‘Tiwu Ata Polo’ Berubah Warna, Ternyata Ini Pemicunya

Melalui putusannya, MK menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

Demikianpun pada Pasal 77 huruf (a) KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

“MK beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti,” tegas Ipi Daton.

Baca Juga: Pilkada Flores Timur 2024: Perindo Jaring 9 Calon Kepala Daerah, Ini Nama-nama Mereka!

Ipi Daton melanjutkan, ketiga frasa tersebut dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).

Bahkan sambil meninggikan volume suaranya, Ipi Daton menandaskan, MK dalam putusannya tersebut menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka sebagai dasar yang mutlak demi transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang.

“Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik, terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu,” seru Ipi Daton lantang.

Baca Juga: Ratusan Guru dan Tenaga Medis Terima SK PPPK, Pj Bupati Ende: Generasi Emas Ada di Tangan Kalian

Ipi Daton sembari menambah daya suaranya dengan mengungkapkan, Pemohon sama sekali tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka.

“Mendasari pada surat panggilan untuk pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon (Kacab Kejari Flotim di Waiwerang) yakni surat panggilan sebagai tersangka Nomor SP.99/N.3.16.7/Fd.1/05/2024 tanggal 7 Mei 2024, memperlihatkan fakta bahwa Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, tetapi Pemohon langsung dipanggil sebagai tersangka oleh Termohon,” seru Ipi Daton.

Kenyataan tersebut, menurut barisan Kuasa Hukum Pemohon, menyebabkan Pemohon tidak dengan seimbang dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepadanya.

Baca Juga: Soal Video Viral Aksi Miras 4 Wanita di Mapolres Sikka, Kapolres AKBP Hardi Dinata: Kejadian Itu Tidak Benar

Pemohon, sebagaimana yang dilantangkan Ipi Daton, justru hanya diperiksa sebagai saksi pada perkara terdakwa Yohanes Pehan Gelar dan Yuvianus Gelang Makin, yang mana perkara keduanya itu kini masih berproses pada tingkat kasasi dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Untuk itu, berdasarkan pada putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menegaskan frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, justru tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon,” begitulah Ipi Daton menaikkan tensi ‘serang’ mereka.

Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Korupsi yang melibatkan mantan Wakil Bupati Flores Timur, APB.//
Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Korupsi yang melibatkan mantan Wakil Bupati Flores Timur, APB.// Eman Niron/FLORESTERKINI.com

Sambung Ipi Daton, dikarenakan putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku asas res judicata (putusan hakim harus dianggap benar) serta putusan MK bersifat erga omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon.

Tak berhenti di situ, Ipi Daton bersama timnya bahkan menghadirkan contoh penerapan pertimbangan MK a quo dalam pengambilan putusan praperadilan di PN Sleman sebagaimana putusan Nomor 11/Pid.Pra/2022/PN.Smn. Berikut isi salinan pertimbangan majelis hakim yang dikutip Ipi Daton cs dari halaman 40-41 putusan tersebut.

Baca Juga: Ende Rawan Longsor, BPBD Imbau Warga Tetap Waspada Saat Beraktivitas di Daerah Tebing

Menimbang bahwa syarat penetapan seseorang untuk dijadikan Tersangka harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan mengenai penetapan CALON TERSANGKA memang tidak diatur dalam KUHAP, namun dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 di mana putusan tersebut menjelaskan penetapan Tersangka harus berdasarkan: minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan; harus pula disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka penetapan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah menurut hukum karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai calon tersangka, dengan demikian petitum point ke-2 mengenai Penetapan Tersangka terhadap Pemohon berdasarkan Surat ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/174.a/IX/2022/Ditreskrimum, 15 September 2022, oleh Termohon adalah tidak sah menurut hukum, pantas untuk dikabulkan.

“Dengan demikian jelas, tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo,” tandas Ipi Daton tegas.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah