Penyesuaian Teknologi Tata Kelola Sumberdaya Air Sektor Pertanian

15 Juni 2020, 11:04 WIB
Sistem pengairan sawah /Doc PUSDA

WARNAMEDIABALI  - Perubahan iklim yang terjadi saat ini telah berdampak pada kehidupan manusia di bumi dan mengharuskan kita untuk melakukan penyesuaian.

Pertanian sebagai salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, sangat memerlukan sebuah teknologi untuk melakukan penyesuaian terhadap tata kelola air.

Letak wilayah Indonesia yang berada di tengah dua samudra (Samudra Atlantik dan Pasific) dan di antara dua benua (Asia dan Australia), telah menyebabkan kompleksitas dan dinamisasi iklim di Indonesia.

Baca Juga: Kelanjutan Kerjasama Polda Bali Dengan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Terus Berlanjut

Efek gas rumah kaca yang telah mengakibatkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim, berdampak pada perubahan pola hujan, meningkatnya suhu udara dan meningkatnya permukaan air laut.

Baca Juga: Gerpal Desa Gebangan Tanam Seribu Bibit Tanaman

Iklim sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi atas perilaku pertanian seperti pola tanam, waktu tanam, potensi hujan, kekeringan, serangan hama dan penyakit serta penentuan varitas tanaman yang tepat.

Baca Juga: Jelang HUT Bhayangkara ke 74 Kapolres Klungkung Kembali Serahkan Sembako Kepada Para Pemangku Pura

Dalam hal tata kelola air untuk menghadapi musim kemarau, dapat dilakukan dengan teknologi penyesuaian yaitu: 1. Teknologi panen hujan dan aliran permukaan ; 2. Teknologi irigasi.

Baca Juga: Bagi-bagi Masker di Tempat Wisata Canggu

Teknologi panen hujan dan aliran permukaan, pada prinsipnya adalah menampung melimpahnya air pada musim penghujan untuk dimanfaatkan pada saat musim kemarau.

Baca Juga: Gelorakan Protokol Kesehatan Lawan Covid-19 Bersama Polres Badung

Beberapa teknologi yang bisa digunakan antara lain pembangunan embung dan dam parit. Embung berfungsi sebagai penampung air yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha pertanian di lahan kering atau tadah hujan.

Baca Juga: Sidak di Pasar Desa Singakerta Ubud

Dam parit adalah suatu cara untuk mengumpulkan air, dimana pada parit atau sungai kecil dibendung dan selanjutnya airnya dialirkan menuju lahan melalui sebuah parit.

Baca Juga: Kasad Pimpin Upacara Pemakaman Alm Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo

Selain untuk mengairi lahan pertanian, dam parit juga berperan untuk menurunkan kecepatan air. mencegah percepatan erosi dan pengendapan lumpur.

Baca Juga: Kasat Lantas Polres Bangli Pimpin Penindakan 30 Pengendara Tanpa Helm dan Masker Dengan Teguran Simp

Selanjutnya adalah teknologi irigasi. Tujuan dari irigasi yakni untuk memberikan tambahan terhadap air hujan dan memberikan air pada tanaman dalam jumlah yang memadai.
Secara sederhana irigasi dapat dikatakan sebagai sebuah sistim pengaturan pembagian air untuk lahan pertanian.

Baca Juga: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bekerjasama Dengan Polda Bali

Ada beberapa teknologi irigasi yang bisa dilakukan. Untuk daerah topografi yang terjal dimana sumber airnya juga terbatas, bisa menggunakan cara irigasi kapiler.

Baca Juga: Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Laksanakan Rapat Konsilidasi dipimpin Waka Polres Jembra

Prinsip dasar dari irigasi kapiler adalah memanfaatkan air dari sumber mata air atau sungai yang disalurkan menuju bak penampungan secara gravitasi menggunakan pipa dan sejenisnya. Dimana air yang ada di bak penampungan, didistribusikan menggunakan selang plastik kapiler.

Baca Juga: Usia 50 ke Atas Dilarang ke Mal Hingga Makan di Kafe, Simak Faktanya

Sementara itu untuk wilayah berpasir bisa menggunakan cara sumur renteng.
Prinsip kerja dari sumur renteng yaitu menampung air untuk irigasi dalam sebuah bak penampungan yang terhubung dengan bak penampungan lain melalui pipa dibawah tanah, persis seperti prinsip kerja bejana berhubungan.
Tanah berpasir memiliki kemampuan meloloskan air sangat tinggi, sehingga tidak mampu menyimpan air dalam waktu lama.

Baca Juga: Terapi Murah Meriah Untuk Mengobati Nyeri Sendi dan Membakar Lemak Kalori Tubuh

Cara ini memiliki risiko kehilangan air cukup kecil, karena pemberian air dapat menjangkau daerah perakaran secara langsung. Pemberian air cukup efisien karena hanya diberikan pada bak penampungan utama. (**).


 

Editor: Bayu Ardiansyah

Tags

Terkini

Terpopuler