CERPEN Si Goni dan Bapaknya, Sebuah Cara Lain Membahasakan Realitas Hidup ODGJ di Flores

4 September 2021, 09:32 WIB
Ilustrasi ODGJ. /PIXABAY/

FLORES TERKINI - Siapa itu Si Goni? Si Goni sebenarnya adalah seorang lelaki cerdas, pintar berbahasa Inggris, bahkan pernah dikirim studi ke luar negeri.

Mimpi dan cita-cita Goni akhirnya tak tergapai lantaran Goni harus terjebak dalam masalah psikologis.

Goni menderita gangguan jiwa dan setiap harinya menjadi lukisan hidup yang menghiasi persimpangan jalan di Maumere, sebuah kota di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca Juga: Prediksi Sinopsis Love Story Minggu 5 September 2021: Ken Amnesia Ringan, Argadana Bisa Diseret ke Penjara

Goni setiap hari membawa karung goni, yang dipakainya sebagai alas saat tidur di malam atau siang hari di manapun tempat yang dia inginkan.

Dia menelusuri pinggiran toko-toko di Kota Maumere, sambil memungut makanan dari sisa-sisa sampah yang dibuang.

Hal yang berbanding terbalik, kala seorang pejabat memarkir kendaraan dengan pelat merah di dekat Goni, pejabat tersebut bahkan tak memiliki hati untuk mengayomi Si Goni.

Baca Juga: VIRAL! Foto NIK KTP dan Sertifikat Vaksin Jokowi Beredar Luas di Internet, Data Pribadi Bocor?

Pejabat itu tak peduli, hingga datanglah seorang penjual tuak dan membeli nasi bungkus di hadapan sang pejabat.

Hal yang tak terduga adalah bapak penjual tuak adalah ayah kandung dari Si Goni. Bapak tersebut setiap harinya mampir di warung untuk membelikan anaknya nasi bungkus.

Tak hanya itu, kehadiran keduanya membuat orang-orang di sekitar pesimis, sekaligus berharap supaya mereka segera menjemput ajal.

Baca Juga: CEK FAKTA: Siswa di Gorontalo Lumpuh Usai Terima Vaksin Covid-19, Begini Informasi Sebenarnya

Tujuannya, biar taman kota menjadi tempat yang asri dan elok dipandang mata, serentak dijauhkan dari Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Bagaimana kisah selengkapnya? Berikut cerpen dengan judul “Si Goni dan Bapaknya”, sebuah cara lain membahasakan realitas hidup ODGJ di Flores.

 

SI GONI DAN BAPAKNYA
Cerpen oleh Eto Kwuta

Pagi-pagi sekali di tengah kebisingan kota, ia sudah bangun dari tidur tak lelap di malam hari. Ia sudah lama sendirian semenjak perempuan yang mencintainya pergi dan lupa untuk pulang.

Baca Juga: Sinopsis Love Story Sabtu 4 September 2021: Menderita Amnesia, Maudy Kaget Dengar Ken Bilang Dia Masih Jomblo

Lelaki itu biasanya tidur di sepanjang emperan toko-toko dan rumah-rumah makan yang ada di Kota Maumere.

Baju tak dipakainya. Celana compang-camping, kusam, penuh debu dan dikenakannya berbulan-bulan lamanya, bahkan bertahun-tahun.

Pada tubuhnya bilur-bilur tak kelihatan, lantaran daki yang mulai menebal dan menjadi serupa kulit luarnya yang gagah, walaupun berwaran hitam kelam.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri Sabtu 4 September 2021: Pasha Tak Mau Cintanya pada Lula hanya Jadi Dongeng

Ia menyusuri tangga-tangga, juga trotoar di sepanjang toko-toko sambil memegang karung goni dan berbicara sendiri.

Ia tak memiliki siapa-siapa. Dari mana asalnya, semua orang selalu bertanya-tanya tentang kehadirannya yang selalu saja menjadi sebuah lukisan lelaki yang hidup, walaupun tak sama dengan yang lainnya.

Dulu, ia dikenal sebagai seorang yang cerdas, pintar bahasa Inggris, penyuka seni, penulis muda berbakat yang pernah dikirim studi ke Amerika dan punya mimpi menjadi pejabat. Tapi sekarang lihatlah dirinya.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming tvOne Sabtu 4 September 2021: Nonton Best World Boxing dan One Pride MMA

Ia hanyalah sampah dari sekian banyak sampah-sampah yang tercecer di sepanjang jalan, pantai, trotoar, lorong-lorong kota di pagi hari manakala orang-orang mulai keluar dan masuk ke kota.

Pemerintah di kota itu tak melihatnya. Mereka berpikir dirinya adalah sampah. Jadi, biarlah ia menjadi sampah, bergaul dengan sampah, dan makan dari remah-remah makanan yang dibuang di tempat sampah.

Kemudian, pagi itu bukanlah pagi yang baru. Ia tak tahu lagi membedakan mana pagi, siang, dan malam.

Baca Juga: Sinopsis Love Story Sabtu 4 September 2021: Maudy Buka Pintu Hati untuk Ken, Cinta Sejati Tak Pernah Mati

Bersih, kotor, susah, senang, baik, buruk, pulang pergi, naik, turun, tidur, bangun, dan semuanya hanyalah kata-kata yang tak ia pahami.

Ia hanya memahami kesendiriannya yang tidak memiliki nama. Entah apakah kesendirian yang demikian, ia tetaplah sendiri dan seperti yang itu-itu saja. Dan, ia menikmatinya dengan senang, walau tak disadarinya.

***

Ia pun melangkah menyusuri trotoar usai pulang dari taman kota yang konon adalah tempat tinggalnya, tapi sudah digusur untuk dijadikan taman yang lebih baik dan bagus.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri Sabtu 4 September 2021: Kecewa dengan Nana, Dewa Dihajar Sampai Sekarat

Setiap pagi, siang, dan malam ia pasti ke sana, melihat dan mencari tempat di mana ia selalu dapat meletakkan kepala di atas bantal dan menikmati mimpi di malam hari yang selalu buram.

Bantalnya terbuat dari gardus-gardus yang sudah diikat dengan rapi. Kasurnya adalah karung goni yang dipegangnya ke mana saja ia pergi.

Ketika ia mampir di emperan sebuah toko, duduk diam menatap beku lalu-lalang kendaraan dan manusia yang lewat, si pemilik toko mengusirnya. “Pergi, jangan duduk di situ!” kata dia.

Baca Juga: Sinopsis Love Story The Series Sabtu 4 September 2021: Emosi Argadana Memuncak, Ken Gegar Otak dan Amnesia

Dan, ia paham kalimat itu sambil mengangkat goninya, berjalan pindah ke sebelah toko yang lain dan membentangkan goninya, lalu berbaring seperti orang kelaparan.

Kala orang lewat di depannya, ia diam saja. Tak sibuk bertanya, meminta, atau pun mengganggu. Ia sibuk dengan dirinya sendiri.

Tidak berlama-lama baring di situ, ia bangun berdiri dan berjalan lagi ke sebelah toko. Ketika seorang pejalan kaki lewat dan menjatuhkan puntung tepat di sampingnya ia tunduk dan mengambil, lalu mengepulnya dengan santai.

Baca Juga: Dewa Dikeroyok Petarung MMA, Pasha dan Lula Bucin: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri Sabtu 4 September 2021

Tampaknya ia bahagia. Tak seperti mereka yang lalu-lalang itu. Mereka yang sibuk keluar-masuk toko, memegang tas ransel dengan dompet panjang yang nyaris kelihatan isinya jika diselipkan di saku jeans mereka.

Namun, Goni masih mengepul dengan santai dan membentang lagi goninya, sambil duduk melipat kaki, menonton mereka, mereka balik menonton dirinya. Tak ada yang seperti dirinya, membentangkan goni lalu duduk mengepul.

***

Di sebelah warung makan, seorang pejabat turun dari sedan plat merah. Dia, si lelaki berkaca mata itu melihat Si Goni, tapi ia melempar muka segera ke dalam kaca yang penuh dengan ayam potong yang sudah direbus, sayur masak, sup daun ubi, sambal tomat, pecel lele, kentang goreng, dan kawan-kawan.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming Trans TV Sabtu 4 September 2021: Ada Nine Lives dan Drakor The Penthouse III

“Mbak, pesan nasi ayam lalapan dua ya,” katanya pada pelayan warung. Si pelayan secepatnya membawakan ayam lalapan dua piring, ditambah pring-piring yang lain. Banyak yang dia pesan. Lalu, ia sibuk melahap semuanya.

“Bu, pesan nasi ikan dua ya,” kata seorang bapak penjual tuak putih. Umurnya kira-kira 70-an. Ia masuk sambil memikul tuak putih.

Tak peduli dimarahi oleh pelayan, sang bapak lalu mengambil tempat duduk di sebelah kanan, persis di sebuah meja yang berhadapan langsung dengan si lelaki berkaca mata.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming Trans 7 Sabtu 4 September 2021: Nonton BTS dan Moto2 2021 British GP

Ia menunggu giliran diantarkan pesanan makan siang. Lama sekali. Ia masih duduk sambil mengambil tembakau koli dan menyulutnya, lalu menyalakan rokok dengan kadar nikotin yang cukup keras itu.

“Ini bapak makan siangnya,” kata pelayan.

“Oh ya, Ibu..., satu nasi ikan ini dibungkus saja, saya mau bawa pulang untuk anak saya. Dia menunggu di rumah, tolong ya,” katanya dengan suara yang serak-serak basah.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming SCTV Sabtu 4 September 2021: Nonton Sinetron Cinta Amara dan Naluri Hati

Ya, maklumlah, ia sudah tua sekali. Tapi jalannya masih kuat. Punggungnya tegak ketika ia memikul tuak putih.

Sesekali si lelaki berkaca mata melihatnya dan ia membalas menatapnya dengan mata yang sayu. Ia duduk makan tetapi tidak menghabiskan makanannya. Lalu, ia meminta pelayan membungkus lagi sisanya buat anaknya.

“Permisi, Bu,” katanya usai membayar nasi ikannya. Ia keluar dari warung sambil memikul tuak putih yang belum habis terjual.

Baca Juga: Kepala Batu! Ken dan Maudy Kembali Bertemu, Argadana Lebih Lunak: Love Story The Series Sabtu 4 September 2021

Ia melihat ke kanan dan kiri, mencari seseorang. Lalu, dengan langkah yang sudah sedikit tergesa, ia menyusuri trotoar sambil kepalanya bergerak terus ke kiri dan kanan jalan.

Rupanya ia sedang gelisah. Mukanya mulai tampak pucat dan sedih. Ia masih melangkah. Ketika matanya menatap ke dalam taman kota yang sudah dibuat jadi taman tapi mubazir, ia bergegas ke sana dengan pikulan tuak putihnya juga bingkisan nasi ikan yang dibelinya.

Diletakkannya tuak putih di samping anaknya yang terbaring nyenyak, lalu dengan senyum yang klasik ia membangunkan anaknya.

Baca Juga: Sinopsis Terpaksa Menikahi Tuan Muda Sabtu 4 September 2021: David Sodorkan Setangkai Bunga, Kinanti Luluh?

Moat, hogor ka. A’u bapa rimun e’i (Anak, bangunlah. Ini bapakmu sendiri),” kata si bapak.

Tiba-tiba, anak itu merengut nasi dari tangannya lalu memakannya dengan lahap. Dan, ia melihat anaknya seperti ia melihat dirinya yang terluka.

Tampak orang-orang tidak sibuk melihat ke arah sang bapak dan anak, lantaran setiap hari hal itu sudah biasa.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming RCTI Sabtu 4 September 2021: Saksikan IDN Drama Series Awards 2021

Bapak dan anak sering bertemu di taman itu dan bagi mereka itu merupakan seni di sebuah taman kota yang akan segera menjadi kota madya.

Si lelaki berkaca mata pun lewat dengan sedannya, dari rumah makan Minang Surya menuju kantor bupati, lalu ia persis menoleh ke taman yang sedang diurusnya menjadi taman kota yang permai, tapi mubasir.

Ia melihat bapak penjual tuak dengan anaknya. Si bapak menatapnya sama seperti saat makan di warung yang sama. Dan, ia menginjak gas, menekan klakson, menaikkan kaca mobil, dan melaju pergi.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming NET TV Sabtu 4 September 2021: Ada Amanah Islam dan Jejak Leluhur Nusantara

***

Si bapak penjual tuak masih duduk dengan anaknya. Keduanya bercakap-cakap. Jarang sekali anaknya memahami seseorang. Tapi, itu adalah bapaknya.

Ia yang datang jauh dari kampung, turun ke kota dengan memikul tuak hasil sadapannya, dijual hanya untuk sebungkus nasi buat anaknya yang terus menunggu di sepanjang emperan toko, trotoar, warung makan, juga di mana tempat yang pas untuknya berbaring dengan goni yang kusut yang dipilihnya dari sampah-sampah yang berserakan di parit-parit Kota Maumere.

Sampai matahari terbenam, si bapak masih berdiri dari sana, lalu menyimpan sebotol untuk anaknya.

Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming MNCTV Sabtu 4 September 2021: Ada Dapur Ngebor dan Aku Gak Takut

Entah ia minum atau tidak, bapaknya sudah tahu kalau anaknya yang dahulu bukan peminum itu, sekarang suka meminum apa saja yang dijumpainya.

Ia beranjak pergi dari situ dengan senyum, sementara senja meringis dengan indah di atas pucuk bukit Nilo.

Lagi-lagi, di atasnya, Maria membuka lebar-lebar tangannya, mendoakan bapak dan anak yang sering berjumpa di setiap hari-hari yang datang dan pergi.

Baca Juga: Update 17 Kode Redeem FF Free Fire Sabtu 4 September 2021, Klaim Segera dan Dapatkan Karakter Keren

Sang bapak melangkah pergi, sementara semua mata orang melihatnya, mengeleng-geleng pula.

Ada yang sedih dan ada yang merindukan anaknya segera mati, bahkan ada juga yang merindukan agar dua-duanya segera menjemput ajal, diar taman kota itu menjadi sebuah taman yang benar-benar taman kota.***

Lamahora-Lembata, 2 Juni 2017

Disclaimer: Nama orang yang dipakai di dalam cerpen ini hanyalah fiktif belaka, namun kisahnya dikemas berdasarkan pengamatan penulis terhadap situasi ODGJ di Kota Maumere, Flores-NTT, yang ditambahkan dengan imajinasi dan daya reflektif.

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler