Jaksa Kancab Waiwerang Minta Hakim Tolak Permohonan APB

28 Mei 2024, 11:25 WIB
Kuasa Termohon, Yudha Wira Kusuma, SH, dan rekannya. /Eman Niron/FLORESTERKINI.com

FLORESTERKINI.com – Barisan Jaksa pada Kantor Kejaksaan Negeri Flores Timur Cabang Waiwerang kembali berjuang mementalkan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon Praperadilan Nomor: 1/Pid.Pra/2024/PN Lrt. Kepada Hakim yang memeriksa praperadilan ini, mereka meminta agar tidak mengabulkan permohonan APB (Pemohon) yang berusaha menghindari proses hukum yang menderanya.

Mengawali jawaban Termohon dalam lanjutan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Larantuka, Senin, 28 Mei 2024, Yudha Wira Kusuma, SH, langsung menegaskan bahwa pihaknya hanya menyasarkan jawaban Termohon pada hal-hal yang berkaitan dengan ruang lingkup praperadilan.

“Mencermati permohonan Praperadilan dari Pemohon melalui Kuasa Hukum Pemohon dengan alasan-alasannya yang tertuang dalam surat permohonan Praperadilan tanggal 15 Mei 2024 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri  Larantuka Register Perkara Nomor: 1/Pid.Pra/2024/PN Lrt tanggal 15 Mei 2024, maka kami selaku Termohon hanya akan menanggapi hal-hal yang relevan serta sesuai dengan ruang lingkup Praperadilan sebagaimana dinyatakan Pasal 1 butir 10, Pasal 77, Pasal 81 Ayat (1) huruf b, Pasal 95 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta perluasan lingkup Praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017,” tegas Yudha Wira Kusuma.

Baca Juga: Desain Rumah Klasik Bergaya Eropa Penuh Ornamen, Dambaan Hunian Penuh Karakter dan Estetika

Yudha Wira Kusuma menandaskan, dalam KUHAP telah diatur secara limitatif mengenai kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus Praperadilan sebagaimana ketentuan Pasal 1 butir 10 KUHAP, yang menyebutkan bahwa Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  • Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan Tersangka atau keluarganya atau pihaklain atas kuasa Tersangka;
  • Sah atau tidaknya penghentian Penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknnya hukum dan keadilan;
  • Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh Tersangka atau keluargannya atau pihak lain atas kuasannya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Baca Juga: Kapolres Ende dari Masa ke Masa: Ada yang Paling Singkat, Siapa Pemimpin Pertama?

Selanjutnya Pasal 77 KUHAP menegaskan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang ini mengenai:

  • Sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian Penyidikan atau penghentian penuntutan;
  • Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat Penyidikan atau penuntutan.

Lanjut Yudha, bahwa kemudian Mahkamah Konstitusi RI memperluas lingkup kewenangan pemeriksaan Praperadilan selain yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 yang meliputi penetapan Tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Baca Juga: Desain Rumah Gaya Eropa Klasik Modern dengan Pilar: Inspirasi Hunian Megah dan Kokoh

Selanjutnya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 130/PUU-XIII/2015, tanggal 11 Januari 2017 juga memperluas lingkup kewenangan pemeriksaan Praperadilan meliputi penyerahan SPDP dari Penyidik kepada Terlapor.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77, Pasal 81 Ayat (1) huruf b, Pasal 95 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta perluasan lingkup Praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU-XIII/2014, tanggal 28 April 2015 dan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 130/PUU-XIII/2015, tanggal 11 Januari 2017 tersebut di atas, ditegaskan Yudha, sesungguhnya telah memuat ketentuan yang cukup jelas sehingga tidak berdasar untuk menafsirkan lagi bunyi pasal, maupun putusan yang sudah jelas baik melalui penafsiran secara ekstensif maupun penafsiran lainnya.

Hakim Ketua.// Eman Niron/FLORESTERKINI.com

Bahwa batasan wewenang Praperadilan yang disebutkan secara jelas dan limitatif dalam KUHAP dengan perluasan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XIII/2014 dan Nomor: 130/PUU-XIII/2015, sampai saat ini masih tetap dianut oleh Mahkamah Agung RI, hal mana dapat dilihat dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkup Peradilan (Buku II Edisi 2007 halaman 256-258), yang menyebutkan bahwa Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus:

  • Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan;
  • Sah atau tidaknya penghentian Penyidikan atau penghentian penuntutan;
  • Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh Tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri (Pasal 1 butir 10 Jo Pasal 77 KUHAP);
  • Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (Pasal 82 Ayat 1 huruf b KUHAP).

Baca Juga: Iptu Jacob Steven Bessie Gantikan Iptu I Gusti Ngurah Nyoman Pimpin Sat Samapta Polres Ende

Lanjut Yudha Wira Kusuma, hakikat lembaga Praperadilan memang merupakan sarana pengawasan horizontal terhadap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik ataupun Penuntut Umum. Namun dalam rangka itu tidaklah dibenarkan lembaga Praperadilan melanggar ketentuan Undang-Undang dengan melampaui batas kewenangannya, karena tindakan yang demikian mengarah pada tindakan yang sewenang-wenang.

“Sebagai bagian dari Aparatur Penegak Hukum yang merupakan representasi dari kepentingan publik di bidang pemberantasan korupsi, kami Termohon Praperadilan dalam perkara ini yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa Yang Mulia Hakim Praperadilan dalam perkara ini yang juga menjadi bagian dari representasi keseluruhan Lembaga Pengadilan, tetap arif dan bijaksana sehingga tidak akan membiarkan forum pengadilan yang terhormat ini mengabulkan permohonan dari Pemohon yang berusaha menghindari proses hukum yang sedang menderanya dengan bersembunyi di balik dalil-dalil hukum dan hak-asasi manusia yang seolah-olah sah melalui lembaga Praperadilan yang terhormat ini,” tegasnya lagi.

Sebagai Termohon, Yudha dan barisannya percaya dengan sepenuh hati, bahwa Hakim Praperadilan tetap menjaga marwah sebagai insan terpelajar di bidang hukum, sehingga tidak akan terpengaruh dengan segala kepiawaian Pemohon menggunakan argumen-argumen hukum yang seolah-olah reasonable ataupun beralasan, namun demikian sejatinya, berusaha menyelundupkan hukum dengan memaksa memasukkan pembuktian tentang penetapan Tersangka dalam skema ruang lingkup Praperadilan ini.

Baca Juga: Desain Rumah Modern Bergaya Eropa ala Victorian, Jadikan Hunian Bak Bagunan Kerajaan Abad Pertengahan

Mereka pun sepenuhnya percaya, bahwa Hakim Praperadilan akan tetap menjaga ketulusan hati nuraninya untuk menjadi pengayom dan menjaga marwah pengadilan sebagai benteng terakhir keadilan, yang mampu merawat moralitas publik dan mampu mempertahankan pengadilan sebagai tempat perlindungan bagi pejuang keadilan dalam pemberantasan korupsi.

Oleh karena itu, Termohon sangat yakin bahwa Hakim Praperadilan tidak akan membiarkan pejuang-pejuang hukum dalam pemberantasan korupsi dilucuti keberaniannya secara paksa melalui cara-cara yang bersembunyi di balik dalih perjuangan hak asasi manusia atau menyediakan surga bagi pelaku penyalahgunaan kewenangan.

Yudha Wira Kusuma lantas menggemuruhkan suaranya dan menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan dinyatakan bahwa pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan Tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah, dan tidak masuk materi perkara.

Baca Juga: Menanti Puskesmas Depog: 6 Puskesmas di Flores Timur Raih Predikat Paripurna, 3 Berpredikat Utama

“Berdasarkan ketentuan tersebut, pada Jawaban Termohon atas Permohonan Prapedilan Pemohon ini, Termohon hanya akan menanggapi hal-hal mengenai yuridis formil penetapan Pemohon sebagai Tersangka saja dan menyampingkan serta tidak akan menanggapi hal-hal yang telah masuk ke dalam pokok perkara,” tandas Yudha tegas.

Menurut Termohon, setelah membaca dalil permohonan Pemohon melalui Kuasa Hukum Pemohon, dari semua dalil-dalil yang diajukan Pemohon, tidak ada satu pun dalil yang memenuhi Pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP maupun sesuai dengan perluasan lingkup Praperadilan sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017.

“Artinya, materi gugatan yang diajukan oleh Pemohon sudah berada di luar objek Praperadilan dan telah masuk ke dalam pokok perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP serta Putusan  Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017,” sergah Yudha.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler