Dalam kegiatan live in itu, Komunitas KAHE terlibat dalam segala aktivitas keseharian warga Wuring seperti pergi melaut, berjualan di pasar, dan masih banyak kegiatan lainnya, sambil belajar dan meriset. Setelah sekian lamanya melakukan riset bersama masyarakat Wuring, ada banyak kisah menorehkan keberagaman di sana.
Bukan hanya tentang mayoritas umat beragama muslim, bukan hanya tentang ikan di Wuring yang banyak jumlah, dan juga bukan hanya tentang sampah, tetapi tentang bagaimana masyarakat di sana punya banyak mimpi, para transpuan yang mendominasi, serta beragam cerita harapan, mata pencaharian, dan keluh-kesah mereka.
Begitu juga anak-anak di Wuring tampak berbeda dari generasi milenial pada umumnya, baik dalam hal sosial, budaya, cara berpakaian, dialek, cara berbiacara, dan perawakan fisik. Wuring juga merupakan kampung yang meski terbuka, tetap terasa ada jarak dengan Maumere. Struktur kampung yang berbeda, rumah-rumah yang berbeda, dan tentu cara hidup dan filosofi yang berbeda menjadi keunikan dari kampung ini.
Namun pada akhirnya, berbagai kisah, cerita, dan harapan masyarakat Wuring telah melahirkan satu festival di akhir kegiatan Voicing and Bugis People in Maumere. Kegiatan festival pameran ini bertemakan segala bentuk kehidupan masyarakat Wuring, baik itu kehidupan sehari-hari dan aktivitas harian mereka.
Menurut Gee, festival itu tersaji dalam bentuk human traveling documenter, fashion show para transpuan, yang berkisah tentang kehidupan di Kampung Wuring dan tradisinya.
“Pameran ini juga menghasilkan berbagai karya seperti buku berisi foto tentang kehidupan warga, buku resep makanan lokal, dan masih banyak lagi,” ujar Gee.
Baca Juga: Kaesang Berterima Kasih kepada Warga Sikka Karena Telah Menangkan Jokowi 2 Periode