FLORESTERKINI.com – Peristiwa kematian ibu dan anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Hendrikus Fernandez Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Sabtu 16 Maret 2024 lalu masih menjadi polemik hingga saat ini. Peristiwa itu menimpa Novita Diliana Uba Soge dan bayi yang baru dilahirkannya yang diberi nama Maria Fatima.
Berangkat dari peristiwa itu, Forum Alumni Mahasiswa Pelajar Asal Kelubagolit (Himpak) Kupang pun menggelar aksi seribu lilin di depan Kantor Bupati Flores Timur, Kamis, 21 Maret 2024 malam WITA.
Massa aksi berjumlah puluhan orang ini datang dengan membawa sejumlah spanduk bernada kecaman atas kematian ibu dan anaknya ini. Aksi seribu lilin ini merupakan solidaritas dan bentuk kritikan kepada pihak rumah sakit yang dinilai buruk dalam memberikan pelayanan.
Baca Juga: Intens Gempur Stunting, TPPS Solor Barat Pantau Pelaksanaan Juri Gizi
Hal itu disampaikan Koordinator Umum Himpak-Kupang, Kramano Pepak, saat membacakan beberapa tuntutan pada saat aksi seribu lilin tersebut.
Ada enam tuntutan yang dilayangkan Himpak pada aksi itu, salah satu di antaranya meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan sanksi kepada dokter yang bertugas menangani Novita Diliana Uba Soge.
Dalam tuntutan pertama, Himpak menilai bahwa kematian Novita Diliana Uba Soge di RSUD dr Hendrikus Fernandez Larantuka merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi, karena berhubungan dengan nyawa manusia dan terikat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, pihak yang terlibat langsung dalam penanganan korban harus diberi sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi hukum yang berlaku.
Menurut Himpak, tindakan pelayanan publik (kesehatan dan keselamatan ibu dan anak) yang dilakukan oleh dokter maupun perawat atau bidan di RSUD dr Hendrikus Fernandes Larantuka menyimpang dari kode etik dan mengakibatkan hilangnya nyawa manusia atau pasien ibu hamil beserta bayi yang ada di dalam kandungannya.