Karena bagi mereka, wilayah perairan yang ditutup memiliki kekayaan laut yang cukup menjanjikan seperti penyu, berbagai jenis ikan dan satwa laut lainnya serta terumbu karang yang harus terus dijaga.
Longginus menjelaskan, para nelayan di Desa Watodiri mendukung secara penuh keberlanjutan dari kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur mereka tersebut. Dukungan itu diwujudnyatakan dengan perilaku mencari ikan dengan cara tradisional.
Baca Juga: Sambut Idul Fitri 2024, Ratusan Napi di NTT Dapat Remisi Khusus
"Mereka tidak pernah menggunakan alat tangkap lain yang dapat merusak laut, seperti kompresor, bom ikan, dan potas," ucapnya.
Dia menuturkan, jika ada kapal dari luar yang kedapatan mencari ikan dalam kawasan yang dilarang, apalagi menggunakan bahan yang tidak ramah lingkungan, maka nelayan Watodiri tidak segan-segan menangkap dan memberikan sanksi sesuai Perdes yang susah ada.
Adapun sanksi yang diberikan bagi masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah terlarang di luar waktu yang ditetapkan yakni uang tunai sebesar Rp1,6 juta.
"Kalau tidak ada tradisi Badu, maka bisa rusak laut ini karena tingkah manusia yang sembarangan mencari ikan," pungkasnya.
Untuk diketahui, tradisi Badu yang dijalankan oleh masyarakat adat dan nelayan di Desa Watodiri selalu diawali dan diakhiri dengan ritual adat oleh pemangku adat setempat.***