In Memoriam! Ignas Kleden: Tulisan yang Baik Tak Diukur dengan Konsep yang Rumit dan Membingungkan

22 Januari 2024, 08:44 WIB
Ignas Kleden. /Kolase Foto FLORESTERKINI.com/Facebook

FLORESTERKINI.com – Meninggalnya Dr. Ignas Kleden, MA, menjadi sebuah kehilangan yang besar bagi bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya. Sosok yang dikenal sebagai cendekiawan, budayawan, dan sastrawan itu tutup usia pada Senin, 22 Januari 2024 di Rumah Sakit Suyoto, Jakarta Selatan.

“Berita duka. Telah berpulang dalam damai, Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari 2024 pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan. Rumah duka untuk persemayaman jenazah serta berita pemakaman akan menyusul. Mohon doa bagi perjalanan akhir beliau,” demikian pesan duka yang diterima FLORESTERKINI.com pada Senin pagi.

Kabar terkait meninggalnya peneliti kelahiran Larantuka 19 Mei 1948 itu juga dibenarkan Pater Leo Kleden, SVD. Dikonfirmasi media ini melalui pesan WhatsApp (WA), Pater Leo yang merupakan kerabat dekat Ignas Kleden menjawab singkat, “Benar”.

Baca Juga: Keluarga Flores Timur Manokwari Galang Dana untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Ignas Kleden tentang Menulis dan Penulis

Dikenal sebagai seorang ilmuwan sosial Indonesia yang sekian tahun kerap menempati posisi terdepan, Ignas Kleden kerap membagikan pemikirannya tentang cara menulis yang baik dan benar dan bagaimana seharusnya menjadi seorang penulis.

Bagi sang budayawan, menulis adalah sebuah panggilan jiwa, di mana seorang penulis merasa terpanggil untuk menuangkan dan membagikan gagasannya dengan medium bahasa, yang bersumber dari sebuah gerakan di kedalaman hati sang penulis untuk berbakti bagi sesama.

Baca Juga: Sinopsis Long Time No Sex, Drama Korea Terbaru yang Diperankan Esom dan Ahn Jae Hong

Menurutnya, menulis membantu orang untuk mengorganisasikan pikiran secara sistematis, sehingga ide penulis dapat dimengerti oleh masyarakat pembaca.

Ia kemudian membandingkan antara kemampuan berbicara dan menulis. Katanya, menulis membutuhkan keahlian tertentu, tidak seperti kemampuan berbicara yang bisa dimengerti oleh pendengar hanya melalui gesture dan intonasi.

“Dalam hal berbicara, isi pemikiran dapat dimengerti oleh pendengar melalui medium gerak tubuh dan intonasi suara. Tetapi seorang penulis tidak mampu menghadirkan diri secara langsung,” kata Ignas Kleden saat hadir dalam diskusi bersama Kelompok Menulis di Koran (KMK) Ledalero, Jumat, 14 September 2018, dikutip dari iftkledalero.ac.id.

Baca Juga: Aliran Lava Erupsi Gunung Lewotobi Hampir Masuk Kawasan Pemukiman, Tim SAR Perketat Pengawasan

Sosok yang pernah menjadi Dosen Universitas Indonesia (UI) itu melanjutkan, seorang penulis harus menulis dengan jelas sehingga pembaca dapat menemukan kesalahan dalam tulisannya. Baginya, tulisan ilmiah yang cenderung menggunakan bahasa yang rumit bukanlah seorang penulis yang berhasil.

"Penulis harus menguraikan pemikiran dengan jelas. Tulisan yang baik tidak diukur dengan konsep yang rumit dan membingungkan pembaca. Tulisan yang baik harus jelas. Kejelasan merupakan unsur pertama dari tulisan,” ujarnya.

Terkait dengan perkembangan teknologi yang juga berdampak pada dunia tulis-menulis, khususnya media sosial yang marak mereproduksi bahasa yang singkat dan memunculkan istilah-istilah baru, alumnus Universitas di Bielefeld-Jerman itu mengatakan bahwa seorang penulis yang baik harus meng-counter bahasa yang sudah menjadi kode dalam media sosial menjadi konsep, karena bahasa pada dasarnya adalah konsep, bukan hanya simbol semata.

Baca Juga: Proses Pencetakan E-KTP di Kabupaten Ende Terhambat, Disdukcapil Beberkan Penyebab Utamanya

“Perkembangan media sosial memengaruhi cara kita berkomunikasi antarmanusia. Bahasa komunikasi melalui WA, misalnya, membuat orang mengalihkan bahasa sebagai konsep menjadi semata-mata kode atau simbol,” kata cendekiawan yang pernah meraih penghargaan Achmad Bakrie pada 2003 bersama Sapardi Djoko Damono itu.

Ia menjelaskan, ada perbedaan antara simbol dan konsep. Simbol biasanya dibuat di jalan raya untuk memberi arah kendaraan. Sebagai konsep, bahasa menyampaikan ide yang jelas.

“Bahasa WA membuat orang tidak berkembang dalam pemikirannya. Perkembangan media sosial juga membuat orang mengejar kecepatan. Seorang penulis yang baik bukan hanya mengejar kecepatan menulis, tetapi juga kedalaman analisis,” pungkasnya.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler