Sementara pemain yang mencolok pada masa itu berposisi sebagai penyerang. Penyerang handal ini dijuluki “Bor”, yang merupakan barisan tiga serangkai yakni Guru Bua, Olabaga, dan Guru Rauf. Generasi berikutnya barulah muncul Dey Lela dan lainnya.
Saat masa kecil di kampung, nama-nama mereka menjadi idola banyak orang, baik sedang merumput di lapangan hijau ataupun tidak sedang berlaga.
Tahun silih berganti, nama-nama pemain hebat itu pun turut berubah. Tapi di posisi penjaga gawang, nama Bebe tak tergantikan untuk beberapa dekade.
Sementara pemain-pemain baru lainnya pun bermunculan di antara senior-senior. Pora dari Lewokluok diposisikan sebagai pemain belakang mendampingi Djawa dan Boliduhan.
Pemain tengah diisi oleh Cor Montero, Odung, dan Nama Padji. Sedangkan penyerang ada Olabaga, Rauf, Guru “Bor” dan lainnya.
Menariknya kala itu, meskipun fanatisme pada sepak bola untuk pendukung masing-masing klub begitu tinggi, satu hal yang selalu dijaga adalah sportivitas.
Menurut tutur para tetua, hampir tidak ditemukan kegaduhan, keributan, atau pertikaian antarsuporter pada masa itu.