"Penembakan sedikitnya 40 amunisi ke arah kerumunan dalam rentang waktu 10 menit, yang melanggar protokol nasional dan pedoman keamanan internasional untuk pertandingan sepak bola," bunyi laporan paragraf kedua, dikutip Flores Terkini dari The Washington Post.
Akibat dari tembakan amunisi berupa gas air mata, flash bang, dan juga flare inilah yang menyebabkan suporter berlari menuju pintu keluar yang sayangnya masih tertutup.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Menjadi Perhatian Publik, Pemerintah Bentuk TGIPF, Berikut Nama dan Jabatannya
Menurut laporan ini, banyak suporter yang terinjak-injak hingga meninggal dunia lantaran masih tertutupnya pintu keluar. Kepanikan pun terjadi.
The Washington Post menghadirkan laporan ini setelah mereka memeriksa lebih dari 100 video dan foto yang mereka dapatkan, plus 11 saksi.
Dari hasil analisis para pakar, disebutkan bahwa penggunaan gas air mata oleh polisi untuk menghalau suporter yang memasuki lapangan justru menimbulkan petaka dan kerugian yang besar.
Baca Juga: Lesty Kejora Alami KDRT, Beragam Spekulasi Hubungan Rumah Tangga Rizky Billar Jadi Topik Hangat
Setelah melihat video-video yang diperoleh The Washington Post, Clifford Stott, seorang profesor di Universitas Keele di Inggris mengemukakan pendapatnya.
Menurutnya, peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang merupakan akibat dari tindakan kepolisian serta buruknya manajemen stadion.
"Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar," katanya tegas.