Riwayat Hidup Pater George Kirchberger, Ditulis Sendiri oleh Almarhum sebelum Meninggal Dunia

- 7 Juni 2023, 07:43 WIB
Pater Dr. George Kirchberger SVD saat mengikuti Kongres XVI IKAPI pada 13-15 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta.
Pater Dr. George Kirchberger SVD saat mengikuti Kongres XVI IKAPI pada 13-15 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta. /Dok. Seminari Tinggi Ledalero

FLORES TERKINI – Pater Dr. George Kirchberger SVD, seorang imam Katolik dan dosen teologi pada Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero kini telah berpulang. Hamba Tuhan yang dikenal sebagai sosok rendah hati, sabar, disiplin dan penuh dedikasi itu tutup usia pada Senin, 5 Juni 2023 pukul 19.44 WITA di RSUD TC Hillers Maumere.

Pater George Kirchberger SVD meninggal dunia di usianya yang ke-76 tahun 0 bulan 9 hari, 56 tahun hidup berkaul, dan 48 tahun imamat dalam Societas Verbi Divini (SVD) atau Serikat Sabda Allah.

Semasa hidupnya, banyak hal baik dan gebrakan spektakuler yang dilakukan teolog kelahiran 27 Mei 1947 itu. Salah satunya adalah sebagai perintis berdirinya Penerbit Ledalero pada Juni 2002.

Baca Juga: Romo Sypri Sande: Doktor Spiritualitas dan Guru Bahasa Latin di SESADO Tutup Usia, Begini Kata Para Alumni

Selanjutnya pada tahun 2005, Penerbit Ledalero menjadi anggota IKAPI, dan pada tanggal 13 hingga 15 September 2006 untuk kali pertamanya Ledalero turut serta dalam Kongres XVI IKAPI di The Sultan Hotel, Jakarta.

Berikut selengkapnya riwayat hidup Pater Dr. George Kirchberger SVD yang ditulis sendiri oleh almarhum sebelum meninggal dunia dalam bahasa Jerman. Teks berikut merupakan hasil terjemahan yang dilansir dari WhatsApp Group (WAG) PERKUMPULAN ALUMNI IFTK MOF, dibagikan oleh Pater Dr. Otto Gusti SVD.

Riwayat Hidup Pater Dr. George Kirchberger SVD

Saya lahir pada tanggal 27 Mei 1947 sebagai anak pertama dari pasangan Ludwig Kirchberger dan Elisabeth Kirchberger (lahir sebagai Weber). Saya anak pertama dari enam bersaudara. Saudara kandung saya adalah Helmut (1948), Emma (1954), Max (1955), Rudolf (1959) dan Ursula (1961). Saya memiliki 12 keponakan laki-laki dan perempuan, anak-anak mereka juga berjumlah 12 orang saat ini, tetapi tentu saja jumlah tersebut masih akan terus bertambah. Ayah saya meninggal pada usia 68 tahun pada tanggal 25 Desember 1991, ibu saya pada usia 90 tahun pada tanggal 19 April 2015.

Baca Juga: IN MEMORIAM! Pastor Sypri Sande: Sosok Imam Sederhana dan Pekerja

Masa kecil saya berlangsung di sebuah desa kecil, Kastl dekat Kemnath di bagian utara Oberpfalz, tidak jauh dari Tirschenreuth. Ayah saya adalah seorang masinis dan bekerja di sebuah pabrik yang berjarak sekitar 3 kilometer dari desa kami. Kami juga memiliki sebuah perkebunan kecil, yang harus dijaga oleh ibu dan kami anak-anaknya. Ayah saya selalu dapat mengambil cuti sehari ketika ada pekerjaan penting yang harus dilakukan di ladang. Salah satu saudara perempuan ibu saya juga banyak membantu kami. Itu adalah tahun-tahun setelah perang dan kehidupan kami sebagai anak-anak sangat diwarnai oleh kerja keras tanpa lelah.

Saya bergabung dengan SVD secara kebetulan. Pada tahun 1957, saya bertemu dengan seorang teman sekolah saya, tapi dia satu kelas di atas saya, di dekat tugu peringatan perang, di pusat desa kami. Kami mengobrol dan dia mengatakan kepada saya bahwa pada tahun ajaran berikutnya dia akan masuk ke sekolah menengah atas (Gymnasium) di Tirschenreuth. Secara spontan saya berkata, tahun depan saya akan ikut bersamanya ke sana. Saya tidak tahu lagi apa yang mendorong saya untuk mengatakan dan melakukan itu.

Pater Dr. George Kirchberger SVD saat menjadi pembicara pada Kongres XVI IKAPI pada 13-15 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta.
Pater Dr. George Kirchberger SVD saat menjadi pembicara pada Kongres XVI IKAPI pada 13-15 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta. Dok. Seminari Tinggi Ledalero

Sebenarnya Tirschenreuth pada saat itu sulit dijangkau dari desa kami. Itu sebabnya orang tua saya mengatakan bahwa jika saya ingin bersekolah di Gymnasium, maka saya harus pergi ke Weiden, karena akses kesana sangat mudah, hanya setengah jam dengan kereta api. Tetapi saya tetap pada pendirian saya.

Baca Juga: Gusti Iri: Romo Cerdas dan Pemerhati Orang Kecil

Kemudian ketika saya berada di biara St. Petrus, Tirschenreuth, saya baru sadar kalau saya berada di sebuah seminari kecil milik Serikat Misionaris dari Steyl. Tentu saja, kami dibuat sedikit akrab dengan biara SVD. Para misionaris yang sedang cuti, sering mampir ke seminari ini dan bercerita tentang pekerjaan mereka.

Saya juga ingat kelompok tari dari Pater Proksch, yang tinggal di seminari selama beberapa hari setelah (atau sebelum?) mereka menari di Kongres Ekaristi di München pada tahun 1960. Saya juga ingat Uskup Paul Sani dari Denpasar, Bali, dengan sangat baik; saya sangat terkejut bahwa ada uskup sekecil itu. Jadi perlahan-lahan saya sampai pada kesimpulan bahwa “profesi” misionaris mungkin cocok untuk saya, dan setelah lulus ujian akhir sekolah (Abitur) di Ingolstadt, saya mendaftar ke novisiat SVD bersama dengan teman sekelas saya, Martin Weichs.

Di St. Gabriel, Wien, kami beruntung, karena kami berada dalam ruang lingkup rumah formasi yang baik. Pater Alfred Much adalah pembimbing novis dan Bernhard Dessibourg adalah sosiusnya. Pater Dessi, demikian kami memanggilnya, masih muda dan memiliki banyak ide dan rencana-rencana yang menarik bagi kami.

Baca Juga: Pater Otto Gusti SVD: STFK Ledalero adalah Panti Pendidikan Calon Awam Katolik

Saat itu adalah masa perubahan setelah Konsili (Vatikan II) dan kami para novis muda, bersama para saudara berkaul kekal, punya keinginan besar untuk memformat ulang dan mengevaluasi banyak hal sesuai dengan ide dan pandangan kami. Pater Dessi dan Pater Piskaty, Prefek Skolastik, sangat terbuka terhadap gagasan kami dan melakukan banyak hal bersama kami. Pater Much, secara emosional dalam banyak hal tidak sejalan dengan kami, tetapi dia adalah seorang yang sangat cerdas dan berwibawa. Dia menyadari bahwa harus ada perubahan dan penyesuaian dalam kualitas akademis. Dia memiliki otoritas yang besar di antara para Pastor dan Bruder yang lebih tua darinya dan dia membela apa yang kami lakukan dengan para pembina dan dosen muda. Itu adalah konstelasi yang sangat menguntungkan bagi kami.

Di St. Gabriel kami tidak pernah menghabiskan banyak energi untuk pergulatan dan perselisihan internal yang tidak perlu. Di satu sisi, pergulatan dunia akademis membuat kami sungguh bergairah. Kami memiliki profesor tamu yang baik, yang benar-benar memperkaya kami. Saya ingat terutama Heinrich (?) Rennings von Trier, Profesor Goldbrunner, seorang psikoterapis dari Swiss yang mempraktikkan psikoterapi percakapan Rogers, juga Michael Zulehner, dan yang paling penting adalah Georg Braulich.

Kami sangat diuntungkan oleh fakta bahwa St. Gabriel sendiri tidak memiliki cukup profesor dan karena itu harus mengundang profesor tamu. Tetapi kami juga memiliki orang-orang yang baik di antara para profesor kami sendiri.

Baca Juga: Kronologi Lakalantas yang Menyebabkan Romo Gusty Iri Meninggal Dunia, Rencana Studi S2 Hukum Pupus

Saya selalu mengagumi Josef Salmen. Dia memiliki banyak pengetahuan. Dia selalu benar-benar berusaha untuk memberikan sebagian dari pengetahuan itu kepada kami dan, di atas segalanya, dia memiliki karunia untuk benar-benar memberi hati bagi para mahasiswa ketika dia membimbing diploma atau tesis mereka. Beliau tidak mengkritik kekurangan dan tidak menghilangkan keberanian mahasiswa, tetapi beliau mampu menemukan butiran emas di antara sampah-sampah buliran pikiran mereka dan selanjutnya memberi jalan keluar terbaik untuk mengembangkan pendekatan yang mereka pilih.

Klemens Thoma adalah seorang guru yang berbakat dan ia mampu menarik minat kami pada Perjanjian Lama. Seminar-seminarnya selalu menjadi topik pembicaraan di luar ruang kuliah, sehingga semua orang mengetahui apa yang sedang dibahas dalam ruangan kuliahnya.

Narasumber penting lainnya bagi kami adalah Ludwig Hauser, Jakob Mitterhöfer, Gerd Birk, Johannes Riedel, dan masih banyak lagi. Saya juga tidak ingin melewatkan malam-malam di Brettelbar, ketika kami pergi minum bir hingga larut malam. Para profesor yang lebih muda juga sering hadir dan ada diskusi-diskusi menarik, di mana kami mungkin belajar lebih banyak daripada yang kami dapat di bangku kuliah.

Baca Juga: Gedung Baru IFTK Ledalero Senilai Rp25 Miliar Diresmikan, Rektor Otto Gusti SVD: Ilmu Duniawi Ada di Sini

Dan karena itu kami selalu tertarik dengan karya misi dan masa depan kami sendiri. Sebagian besar dari kami segera mengetahui ladang misi mana yang ingin kami masuki. Kuliah-kuliah praktis tentang misiologi oleh Pater Piskaty dan informasi serta berbagai kegiatan badan-badan misi Katolik Austria, yang diberikan oleh Pater Mitterhöfer, membuat kami memiliki kontak yang hidup dengan dunia misi dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang pergolakan dalam pemahaman misi.

Atas saran para profesor, saya sendiri juga mulai menaruh minat pada pendidikan di seminari milik SVD. Setelah praktik dan berada di tahun pertama teologi, atas saran Pater Piskaty, saya menulis surat ke berbagai seminari SVD, atau tempat di mana SVD bekerja, dan menanyakan mata pelajaran apa saja yang mereka perlukan untuk para misionaris muda.

Pertama saya mendapat balasan dari Tagaytay dan Vigan. Vigan mencari seseorang untuk hukum kanonik dan bidang-bidang lain yang tidak saya minati. Tagaytay menulis bahwa mereka mencari seseorang untuk filsafat barat. Hal ini menarik minat saya dan karena itu saya mulai menghadiri kuliah tambahan di bidang filsafat. Secara khusus, saya ingat sebuah kuliah dari Josef Salmen tentang hubungan antara teori dan praktik dalam sejarah pemikiran Barat, yang memberikan saya banyak wawasan yang masih berharga bagi saya sampai sekarang.

Baca Juga: BATAS AGUSTUS 2023! Ini Link dan Cara Mendaftar Prodi DKV IFTK Ledalero, Tanpa Tes dan Biaya Pendaftaran

Sekitar setahun kemudian saya mendapat balasan dari Ledalero dan mereka menulis bahwa mereka secara praktis mencari orang untuk semua bidang, jadi saya menyadari bahwa inilah tantangan besar yang harus dihadapi.

Segera setelah itu, Pater Karl Müller, yang saat itu menjabat sebagai Wakil General, datang ke St. Gabriel. Saya berbicara dengannya dan dia mengatakan kepada saya bahwa mereka sedang mencari seseorang untuk Ledalero dan bahwa saya pasti akan mendapatkan penunjukan di sana jika saya mau.

Pater Dr. George Kirchberger SVD bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pembukaan Kongres XVI IKAPI 13 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta.
Pater Dr. George Kirchberger SVD bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pembukaan Kongres XVI IKAPI 13 September 2006 di The Sultan Hotel, Jakarta. Dok. Seminari Tinggi Ledalero

Jadi “petitio missionis” saya cukup singkat: Ledalero, eksegese Perjanjian Baru atau Dogmatik. Saya pikir saya akan mendapatkan eksegese, karena untuk Dogmatik Pater Vlooswijk masih cukup aktif, sementara di Ledalero tidak ada profesor untuk eksegese. Namun, Generalat memutuskan Pater Heekeren untuk juga datang ke Ledalero sebagai seorang ekseget, hal yang tidak saya ketahui sebelumnya, sehingga saya akhirnya memilih mata kuliah Dogmatik.

Saya sebenarnya tidak mempunyai motto tahbisan. Tetapi karena di paroki asal saya, sudah menjadi kebiasaan umat, bahwa “gambar Primiz” diletakkan di buku doa mereka, sebagai pengingat agar terus mendoakan para imamnya. Itulah sebabnya saya menulis pada kartu tahbisan saya: “Berdoalah untuk kami, supaya firman Tuhan tersebar dan dimuliakan” (bdk. 2 Tes 3,1).

Baca Juga: Link Pendaftaran Mahasiswa Baru IFTK Ledalero untuk 5 Prodi, Tanpa Tes Masuk dan Biaya Daftar

Apakah dan bagaimana motto ini menemani saya? Saya sadar bahwa kami yang bekerja di Seminari Tinggi Ledalero sangat membutuhkan Roh Tuhan dan kekuatan dari Tuhan agar kami dapat melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab kami dengan baik. Bagaimanapun juga, kami melatih hampir seperlima dari para calon SVD sejagat. Jadi apa yang kami lakukan atau tidak lakukan pasti berdampak untuk seluruh serikat, di segala penjuru dunia.

Kegiatan misionaris saya adalah mendidik para SVD muda. Saya tiba di Ledalero lima bulan setelah ditahbiskan dan menghabiskan sembilan bulan pertama untuk belajar bahasa secara intensif. Saya mulai mengajar di Ledalero bulan Agustus 1976. Pada semester-semester pertama saya masih lebih banyak belajar Bahasa daripada mengajar. Kegiatan mengajar ini menyertai saya sampai hari ini. Sekarang saya telah menjadi profesor emeritus, tetapi saya masih terus mengajar.

Selama beberapa tahun, saya dipilih sebagai anggota Dewan Rumah Ledalero dan Dewan Provinsi Ende, saya membantu menentukan nasib Serikat di bukit Ledalero ini. Tetapi fokus utama pekerjaan saya adalah mengajar teologi, dan lebih banyak waktu yang saya pakai untuk mengawasi skripsi dan tesis master.

Pemahaman saya tentang misi. Saya ingin menekankan bahwa misi adalah tugas gereja. Semua orang Kristen harus menjadi pewarta Injil di tempat masing-masing, terutama melalui kehidupan dan tanggung jawab sosial mereka. Saya melihat tugas kita sebagai misionaris “profesional” terutama berhadapan dengan kenyataan bahwa dalam situasi gereja dunia yang majemuk saat ini, kita harus bisa menciptakan hubungan yang hidup dan konkret di antara gereja-gereja lokal dan dengan demikian memperkaya gereja lokal, tempat di mana kita berkarya, tapi juga gereja lokal di negara asal kita, sehingga pada gilirannya mereka dapat memenuhi tugas perutusan mereka dengan lebih baik.

Baca Juga: STFK Ledalero Maumere Beralih Jadi IFTK, 2 Prodi Baru Ditambahkan

Pesan saya untuk generasi muda. Ya, saya termasuk dalam generasi yang sekarang harus turun dari panggung kehidupan. Berikan saya satu kesempatan ini untuk memberikan pesan kepada generasi muda. Saya pikir penting bagi mereka untuk mengembangkan rasa percaya diri yang sehat sehingga mereka dapat bertarung melawan kami yang sudah tua, dalam pertempuran yang mungkin pernah kami perjuangkan di masa muda, di mana mereka benar-benar mewakili dan memperjuangkan posisi mereka, yang lebih responsif terhadap tuntutan zaman. Hal ini memang sama sekali tidak sesuai dengan tipikal orang Indonesia, di mana mereka lebih diedukasi dan berorientasi untuk lebih baik menyesuaikan diri.

Saya juga berpikir bahwa disiplin diri dan rasa tanggung jawab itu penting. Jika hal itu ada, maka kita akan berusaha untuk mengenal Firman Tuhan dengan lebih baik dan lebih baik lagi, sehingga kita dapat berkhotbah, mewartakan sabda Tuhan dengan penuh tanggung jawab. Dan buah dari rasa tanggung jawab ini adalah dengan sungguh-sungguh dan serius untuk terlibat dalam segala situasi di mana kita hidup dan bekerja.

Ledalero, 7.6.2023***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x