Dalam perkembangannya, Jeruk Mandarin akhirnya menjadi sebuah 'kado' saat Tahun Baru Imlek. Tradisi ini juga akhirnya menyebar ke berbagai negara dengan populasi etnis Tionghoa yang besar seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Dalam praktiknya, Jeruk Mandarin yang dijadikan hadiah Imlek haruslah berpasangan. Tidak boleh satu, karena angka genap dianggap membawa keberuntungan, sementara angka ganjil tidak disukai.
Baca Juga: Renungan Katolik Minggu Biasa V, 4 Februari 2024: Apakah Tuhan Masih Menyayangi Umat-Nya?
Sebagian besar orang berharap mendapatkan hadiah Jeruk Mandarin yang masih menempel di ranting, plus ada daunnya. Hal ini membawa simbolisme ekstra berupa umur panjang dan kesuburan.
Di Jepang, selama perayaan Tahun Baru Imlek, Jeruk Mandarin sering ditempatkan di atas kue beras yang dikenal dengan nana kagami mocha, meskipun secara tradisionalnya dihiasi dengan jeruk pahit yang disebut daidai (dipilih karena terdengar seperti frasa ‘dari generasi ke generasi’). Belakangan, umumnya digantikan dengan mikan, sebuah jenis Jeruk Mandarin lain yang biasanya lebih manis.
Akhir kata, meski berawal dari pengucapan saja, namun cinta sejarah negara ini terhadap Jeruk Mandarin tetap abadi, umumnya terkait dengan berkah, kemewahan, dijadikan sebagai hadiah, dan dinikmati sepanjang tahun.***