Bersih, kotor, susah, senang, baik, buruk, pulang pergi, naik, turun, tidur, bangun, dan semuanya hanyalah kata-kata yang tak ia pahami.
Ia hanya memahami kesendiriannya yang tidak memiliki nama. Entah apakah kesendirian yang demikian, ia tetaplah sendiri dan seperti yang itu-itu saja. Dan, ia menikmatinya dengan senang, walau tak disadarinya.
***
Ia pun melangkah menyusuri trotoar usai pulang dari taman kota yang konon adalah tempat tinggalnya, tapi sudah digusur untuk dijadikan taman yang lebih baik dan bagus.
Setiap pagi, siang, dan malam ia pasti ke sana, melihat dan mencari tempat di mana ia selalu dapat meletakkan kepala di atas bantal dan menikmati mimpi di malam hari yang selalu buram.
Bantalnya terbuat dari gardus-gardus yang sudah diikat dengan rapi. Kasurnya adalah karung goni yang dipegangnya ke mana saja ia pergi.
Ketika ia mampir di emperan sebuah toko, duduk diam menatap beku lalu-lalang kendaraan dan manusia yang lewat, si pemilik toko mengusirnya. “Pergi, jangan duduk di situ!” kata dia.