Dan, ia paham kalimat itu sambil mengangkat goninya, berjalan pindah ke sebelah toko yang lain dan membentangkan goninya, lalu berbaring seperti orang kelaparan.
Kala orang lewat di depannya, ia diam saja. Tak sibuk bertanya, meminta, atau pun mengganggu. Ia sibuk dengan dirinya sendiri.
Tidak berlama-lama baring di situ, ia bangun berdiri dan berjalan lagi ke sebelah toko. Ketika seorang pejalan kaki lewat dan menjatuhkan puntung tepat di sampingnya ia tunduk dan mengambil, lalu mengepulnya dengan santai.
Tampaknya ia bahagia. Tak seperti mereka yang lalu-lalang itu. Mereka yang sibuk keluar-masuk toko, memegang tas ransel dengan dompet panjang yang nyaris kelihatan isinya jika diselipkan di saku jeans mereka.
Namun, Goni masih mengepul dengan santai dan membentang lagi goninya, sambil duduk melipat kaki, menonton mereka, mereka balik menonton dirinya. Tak ada yang seperti dirinya, membentangkan goni lalu duduk mengepul.
***
Di sebelah warung makan, seorang pejabat turun dari sedan plat merah. Dia, si lelaki berkaca mata itu melihat Si Goni, tapi ia melempar muka segera ke dalam kaca yang penuh dengan ayam potong yang sudah direbus, sayur masak, sup daun ubi, sambal tomat, pecel lele, kentang goreng, dan kawan-kawan.
“Mbak, pesan nasi ayam lalapan dua ya,” katanya pada pelayan warung. Si pelayan secepatnya membawakan ayam lalapan dua piring, ditambah pring-piring yang lain. Banyak yang dia pesan. Lalu, ia sibuk melahap semuanya.