Profil dan Sepak Terjang Pangeran Charles, Raja Inggris yang Baru Menggantikan Ratu Elizabeth II

9 September 2022, 08:16 WIB
Pangeran Charles akan dinobatkan sebagai Raja Charles III menggantikan ibunya Ratu Elizabeth II yang wafat pada Kamis 8 September 2022. /Reuters

FLORES TERKINI – Pangeran Charles kini menjadi Raja Inggris setelah Ratu Elizabeth II meninggal dunia di Istana Balmoral, Skotlandia, Kamis 9 September 2022 waktu Inggris.

Pangeran Charles menerima tugas barunya sebagai Raja Inggris di usianya yang ke-73 tahun, sekaligus sebagai raja tertua yang naik takhta dalam garis keturunan yang berasal dari 1.000 tahun yang lalu.

Pada saat Ratu Elizabeth II meninggal dunia, takhta langsung diserahkan tanpa upacara kepada pewarisnya yaitu Charles, mantan Pangeran Wales.

Baca Juga: Pangeran Charles Jadi Raja Inggris, Ini Gelar Baru Bagi William dan Kate Middleton

Dalam 24 jam pertama atau lebih setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II, Charles akan secara dinyatakan sebagai Raja Inggris.

Pasalnya, Pangeran Charles berada di garis pertama menduduki takhta Kerajaan Inggris untuk menggantikan posisi Ratu Elizabeth II.

Lantas siapakah Pangeran Charles dan bagaimana sepak terjangnya? Berikut profil Pangeran Charles, Raja Inggris yang baru, sebagaimana dirangkum dari Reuters.

Baca Juga: Pangeran Charles Jadi Raja Inggris Usai Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia

Profil Ringkas Pangeran Charles

Charles Philip Arthur George lahir di Istana Buckingham pada 14 November 1948, pada tahun ke-12 pemerintahan Raja George VI.

Charles menjadi pewaris takhta Kerajaan Inggris Raya setelah ibunya, Ratu Elizabeth II, menjadi ratu pada tahun 1952.

Tidak seperti pendahulunya yang dididik oleh tutor pribadi, Charles diasuh secara berbeda dari calon raja sebelumnya.

Baca Juga: Gubernur NTT Teken Pergub Tarif Baru Angkutan Umum Pasca Kenaikan BBM, Ada Sanksinya Bagi Pelanggar

Charles dikirim oleh ayahnya, Pangeran Philip, untuk bersekolah di Hill House, London Barat. Namun dia kemudian pindah ke Gordonstoun, sebuah sekolah asrama yang tangguh di Skotlandia, tempat di mana sang ayah juga pernah belajar.

Akan tetapi, Charles menyebut kehidupannya di Gordonstoun sebagai ‘neraka’, lantaran dia kerap mengalami kesepian dan diintimidasi.

Nekat melanggar tradisi kerajaan, Charles lantas pergi ke Trinity College, Cambridge, untuk belajar arkeologi dan antropologi fisik dan sosial, tetapi kemudian berubah menjadi pelajaran sejarah.

Selama masa studinya, ia secara resmi dinobatkan sebagai Pangeran Wales, gelar yang secara tradisional dipegang oleh pewaris takhta.

Baca Juga: Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia Setelah 70 Tahun Jadi Penguasa Inggris

Penobatannya itu dilakukan melalui sebuah upacara besar pada tahun 1969, setelah dia menghabiskan sembilan minggu di sebuah Universitas Welsh.

Seperti banyak bangsawan sebelumnya, Charles lalu bergabung dengan angkatan bersenjata. Awalnya dengan Angkatan Udara Kerajaan (1971), kemudian dengan Angkatan Laut di mana di situ dia naik pangkat untuk memimpin kapal penyapu ranjau HMS Bronington kala itu.

Sebagai seorang pangeran muda, Charles merupakan sosok yang gagah dan menyukai olahraga seperti ski, berselancar, dan scuba diving. Selain itu, dia adalah pemain polo yang tangkas dan menjadi joki di sejumlah balapan kompetitif.

Baca Juga: Sinopsis Cinta Setelah Cinta Jumat 9 September 2022: Mampus, Kali Ini Tiada Maaf Bagi Niko

Pada tahun 1979, pamannya yakni Lord Mountbatten yang dia gambarkan sebagai "kakek yang tidak pernah saya miliki", terbunuh dalam peristiwa pemboman oleh Tentara Republik Irlandia (IRA). Kepergian sang paman sangat memengaruhi kehidupannya di kemudian hari.

"Sepertinya fondasi dari semua yang kita sayangi dalam hidup telah terkoyak dan tidak dapat diperbaiki lagi," kata Pangeran Charles usai Lord Mountbatten meninggal dunia, seperti dilansir dari Reuters, Jumat, 9 September 2022.

Saat meninggalkan Angkatan Laut pada tahun 1976, Charles mencari peran barunya dalam kehidupan publik karena tidak ada pekerjaan konstitusional yang jelas untuk ahli waris.

"Itulah yang membuatnya begitu menarik, menantang, dan tentu saja rumit," katanya tentang perannya dalam sebuah film dokumenter untuk mengenang ulang tahunnya yang ke-70.

Baca Juga: TRAILER IKATAN CINTA Jumat 9 September 2022: Andin dan Mama Rosa Histeris, Ini yang Terjadi Pada Aldebaran

Namun, bagi banyak orang di Inggris dan sekitarnya, Charles akan selalu dikaitkan dengan pernikahannya yang gagal dengan Lady Diana Spencer dan perselingkuhannya dengan Camilla Parker Bowles yang kini menjadi istrinya.

Ketika Charles dan Diana menikah pada tahun 1981 di depan pemirsa televisi global yang berjumlah sekitar 750 juta orang, di mana Diana tampaknya merupakan pilihannya yang sempurna.

Awalnya semuanya tampak baik-baik saja. Dari pernikahannya dengan Diana, mereka dikaruniai dua orang anak, yakni William dan Harry, masing-masing lahir pada tahun 1982 dan 1984.

Baca Juga: Simak Makna Logo dan Maskot ETMC XXXI 2022 Lembata: Baleo Ikan Paus Jadi Pembeda

Namun di balik layar, pernikahan itu memiliki masalah dan Diana menyalahkan Camilla atas kehancuran rumah tangganya pada tahun 1992. Charles dan Diana kemudian secara resmi bercerai pada tahun 1996.

Setahun kemudian, Diana tewas dalam sebuah kecelakaan mobil di Paris pada tahun 1997. Hubungan Charles dan Camilla pun disoroti yang membuat popularitas Charles semakin merosot.

Dalam beberapa dekade sejak peristiwa nahas itu, posisi Charles telah meningkat, bahkan jika ia tetap kurang populer daripada ibunya.

Pada tahun 2005, ia akhirnya menikahi Camilla, yang sebelumnya telah menjadi sorotan publik.

Baca Juga: ETMC Siap Digelar, Berikut Pembagian Grup, PS Malaka Bersama Perseftim Huni Satu Grup

Namun, kenangan akan Diana tetap ada dan hidup sang putri terus memikat publik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Diana telah menjadi subjek film besar dan musikal Broadway, termasuk drama hits Netflix berjudul "The Crown" yang mengangkat kisah asmara Charles dan Diana.

Charles dan Peran Barunya sebagai Raja Inggris

Naiknya Raja Charles ke takhta Kerajaan Inggris telah memicu seruan dari para politisi untuk bekas koloni di Karibia.

Di beberapa tempat, ada keraguan tentang peran yang harus dimainkan oleh Charles. Awal tahun ini, beberapa pemimpin persemakmuran menyatakan kegelisahan mereka pada pertemuan puncak di Kigali, Rwanda, tentang peralihan kepemimpinan dari Elizabeth ke Charles.

Baca Juga: Viral di TikTok, Diduga Mantan ART Ferdy Sambo Sebut 2 Anak FS Terlibat Pembunuhan Brigadir J, Benarkah?

Barbados, satu dari selusin negara Karibia yang merupakan anggota persemakmuran, mencopot peran ratu sebagai kepala negara mereka tahun lalu.

Jamaika telah mengisyaratkan akan segera menyusul langkah Barbados, meskipun keduanya tetap menjadi anggota persemakmuran.

Sebuah survei yang dilakukan pada Agustus menunjukkan bahwa 56% orang Jamaika mendukung penghapusan Raja Inggris sebagai kepala negara. Mikael Phillips, seorang anggota oposisi parlemen Jamaika, pada tahun 2020 mengajukan mosi yang mendukung pencopotan itu.

Baca Juga: TERUNGKAP! Ini Alasan Sebenarnya Persap Alor Gagal Ikut ETMC XXXI 2022 di Lembata, Bukan Soal Dana

"Saya berharap seperti yang dikatakan perdana menteri dalam salah satu ekspresinya, bahwa dia akan bergerak lebih cepat ketika ada raja baru," kata Phillips, Kamis, dikutip dari Reuters.

Mantan perdana menteri St. Lucia dan sekarang pemimpin oposisi Allen Chastanet mengatakan bahwa dia mendukung apa yang dia katakan sebagai gerakan "umum" menuju republikanisme di negaranya.

"Saya tentu pada titik ini akan mendukung menjadi republik," katanya.

Aktivis di wilayah itu mengatakan naiknya Charles sebagai Raja Inggris juga merupakan kesempatan untuk melipatgandakan seruan untuk reparasi perbudakan.

Baca Juga: Launching BTS Desa Tanahlein, Penjabat Bupati Flotim Ajak Masyarakat untuk Terus Bersyukur

Lebih dari 10 juta orang Afrika dibelenggu ke dalam perdagangan budak Atlantik oleh negara-negara Eropa antara abad ke-15 dan ke-19. Mereka yang selamat dari perjalanan brutal itu dipaksa bekerja di perkebunan di Karibia dan Amerika.

Meskipun Charles tidak menyebutkan reparasi dalam pidatonya di konferensi Kigali, ia mengungkapkan kesedihan atas penderitaan yang disebabkan oleh perbudakan.

"Ini adalah akhir dari era monarki yang mempertahankan status quo warisan kolonialisme," kata Profesor Rosalea Hamilton, koordinator Jaringan Advokat Jamaika, yang memprotes kunjungan kerajaan.

Baca Juga: 3 Siswa SMA di Kota Kupang Nekat Curi Sepeda Motor Milik Warga, Polisi Incar Tersangka Lain

Cucu Ratu memiliki kesempatan untuk memimpin pembicaraan reparasi, tambah Hamilton.

"Siapapun yang akan mengambil alih posisi harus diminta untuk mengizinkan keluarga kerajaan membayar ganti rugi orang Afrika," kata David Denny, sekretaris jenderal Gerakan Karibia untuk Perdamaian dan Integrasi, dari Barbados.

"Kita semua harus bekerja untuk menyingkirkan keluarga kerajaan sebagai kepala negara bangsa kita," katanya.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler