UNICEF Soroti Tingginya Angka Kematian Bayi di NTT: Gegara Asfiksia, Pneumonia, Diare, dan Stunting

- 3 September 2022, 10:03 WIB
Ilustrasi kematian bayi.
Ilustrasi kematian bayi. /Pixabay/skalekar1992/

FLORES TERKINI – Tingkat kematian bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terbilang tinggi, berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) NTT.

Mengamati situasi tersebut, UNICEF pun angkat bicara dengan menyoroti masalah dan perkembangan situasi kesehatan, khususnya bayi dan balita, yang berkontribusi pada angka kematian.

Bertolak dari data Dinkes dan Disdukcapil, Vama Chrisna Darmani dari UNICEF menyebut terdapat 26 kematian bayi baru lahir dari 1.000 kelahiran di NTT.

Baca Juga: Update Jadwal Acara SCTV Hari Ini, Sabtu 3 September 2022: Saksikan Orang Kaya Baru dan Lara Ati

Menurutnya, angka ini lebih tinggi dari angka nasional di mana ada 15 kematian bayi baru lahir dari 1.000 kelahiran.

Sementara angka kematian balita di NTT sendiri, yaitu 58 kematian dari 1.000 kelahiran hidup, yang juga lebih tinggi dari nasional yang berkisar 24 dari 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan temuan kasusnya, kata Vama, terdapat 30 persen kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan 40 persen kematian dikarenakan diare.

Baca Juga: Komisi X DPR RI Ketok Palu, Sandy Walsh dan Jordy Amat Siap-siap Resmi Jadi Pemain Timnas Indonesia

Sorotan UNICEF yang berlangsung secara daring ini menjadi agenda dari pelatihan dan journalism fellowship, dalam peliputan isu-isu hak anak di media yang diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTT.

Selain pneumonia dan diare, penyebab tingginya angka kematian bayi di NTT juga disebabkan oleh asfiksia.

Asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.

Baca Juga: Update Jadwal Acara RCTI Hari Ini, Sabtu 3 September 2022: Nonton Indonesia's Got Talent dan Ikatan Cinta

Sedangkan pneumonia berupa infeksi saluran napas bawah akut yang ditandai dengan demam, gejala saluran napas, dan bukti keterlibatan jaringan atau parenkim paru.

Kematian bayi pun juga diakibatkan karena stunting hingga dengan kurang gizi kronis yang menyebabkan berat badan bayi rendah.

"Berat badan bayi yang rendah atau kurang gizi juga dapat menyebabkan kematian bila tidak diantisipasi dengan asupan makanan," ungkap dia.

Baca Juga: Harga BBM Terkini di Seluruh Indonesia, Sabtu 3 September 2022: Pertalite dan Solar Masih Stabil?

Adanya kasus ini diikuti dengan meningkatnya kesadaran atau partisipasi masyarakat mengakses layanan masyarakat NTT ke fasilitas kesehatan.

Menurut dia, kematian terhadap bayi tidak saja karena kekurangan asupan dari orang tua, tapi juga bisa karena kurangnya kompetensi tenaga medis atau karena minimnya sarana kesehatan.

"Ini dapat menjadi penyumbang kematian terbesar terhadap bayi di NTT," ungkap dia.

Ia juga mengingatkan soal penanganan malaria dan demam berdarah karena NTT mempunyai target menekan angka kematian anak akibat malaria pada 2023.

Baca Juga: Update Jadwal Acara NET TV Hari Ini, Sabtu 3 September 2022: Cek Jam Tayang Catatan Si Bocil dan Tonight Show

Menurut dia, Pulau Sumba perlu gerakan serentak menekan malaria karena menjadi kabupaten endemis tertinggi Sumba Timur, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.

Sementara wilayah di NTT yang telah mencapai eliminasi malaria adalah Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, dan Ende.

"NTT sudah diberikan target untuk menekan malaria di 14 kabupaten menjadi wilayah endemis rendah," ungkapnya.*** (Putra Bali Mula/Victory News)

Artikel ini telah diterbitkan victorynews.id dengan judul: “Di NTT 25 bayi dari 1.000 Kelahiran Meninggal Dunia, Ini Kata Unicef”.

Editor: Ade Riberu

Sumber: Victory News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x