Sidang Praperadilan Wabup Flores Timur APB, Kuasa Hukum Pemohon Lesakkan Peluru Ketiga, Apa Itu?

25 Mei 2024, 08:35 WIB
Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Korupsi yang melibatkan mantan Wakil Bupati Flores Timur, APB. /Eman Niron/FLORESTERKINI.com

FLORESTERKINI.com – Barisan Kuasa Hukum APB tampak gigih menyingkap kejanggalan terkait penetapan status tersangka terhadap mantan Wakil Bupati Kabupaten Flores Timur periode 2017-2022 pada sidang praperadilan yang digelar di PN Larantuka, Rabu, 22 Mei 2024 lalu.

Yoseph Pelipi Daton, SH, Farlan Belawa Hurint, SH, Hairun Hery Tokan, SH, dan Silvester Ola Suban, SH, sebagaimana yang disaksikan awak FLORESTERKINI.com, terus melepaskan tembakan dengan sejumlah sejumlah fakta dan kekuatan argumentasi hukum.

Di peluru ketiga, Hairun Hery Tokan melantangkan penetapan tersangka oleh penyidik Kantor Kejari Cabang Flores Timur di Waiwerang (Termohon) kepada Pemohon praperadilan tersebut tidak memiliki cukup bukti.

Baca Juga: Renungan Katolik Pesta Tritunggal Mahakudus, Minggu 26 Mei 2024: Tuhan Itu Satu-satunya Allah

Hairun Hery Tokan secara tegas melantangkan, Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang kini disangkakan kepada Pemohon, hanya berdasarkan pada keterangan satu saksi dan fakta persidangan.

“Hal tersebut tidak sesuai sebagaimana yang diatur dalam primair Pasal 2 Ayat (1), jo Pasal 18 UU  UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, yang lebih subsidair Pasal 12i jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandas Hery Tokan.

Lanjutnya, oleh Jaksa pada Cabang Kejaksaan Negeri Flores Timur Waiwerang kepada Pemohon, hanya berdasar pada keterangan satu saksi, yaitu saksi Darius Nong Boli, serta fakta persidangan pada pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Nomor No.50/Pid.Sus-TPK/2023/PN Kpg atas nama terdakwa Yohanes Pehan Gelar, dan Perkara Nomor 51/Pid.Sus-TPK/2023/PN Kpg atas nama Terdakwa Yuvianus Gelang Makin.

Baca Juga: Gunung Kelimutu Berstatus Waspada, Wisata Danau Tetap Dibuka dengan Pembatasan

“Yang mana dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut, kepada Pemohon bersama-sama dengan Darius Nong Boli dan Andreas Pehan Lebuan dibebankan secara bersama-sama untuk mengembalikan kerugian negara,” beber Hery Tokan.

Hery Tokan seraya menggelegarkan suaranya menegaskan, meskipun mendasari pada keterangan saksi Darius Nong Boli dan pertimbangan hukum Majelis Hakim sebagaimana tersebutkan di atas, akan tetapi oleh kedua terdakwa masih melakukan upaya hukum yakni pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung Jakarta, sebagaimana dalam Akta Pernyataan Kasasi Nomor 11/Akta Pid-Sus-TPK/2024/PN.Kpg, dan Akta Nomor 12/Akta Pid-Sus-TPK/2024/PN.Kpg.

“Oleh karena perkara tersebut, belum mempunyai kekutan hukum yang tetap maka kedua bukti tersebut yang oleh Termohon dijadikan sebagai alat bukti untuk menetapkan Pemohon sebagai tersangka adalah merupakan cacat hukum dan tidak sah menurut hukum!” tegas Hery Tokan.

Hery Tokan pun terus melantangkan pendasaran hukum pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 pada frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yang oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai ‘minimal dua alat bukti’ sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.

Baca Juga: Inspirasi Desain Rumah Minimalis Modern Sederhana dengan Garasi, Cocok bagi Kawasan Urban untuk Keamanan

Bahwa berdasar pada argumen-argumen sebelumnya, Pemohon ragu terhadap terpenuhinya dua alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai tersangka dalam dugaan kasus Tipikor yang kini disangkakan kepadanya, sebagaimana yang diatur dalam:

  • PRIMAIR: Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  • SUBSIDAIR: Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  • LEBIH SUBSIDAIR: Pasal 12i jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Baca Juga: Air Danau di Gunung Kelimutu Sempat Berubah Warna Sebelum Naik Status ke Level II, Ini Detail Perubahannya

“Mengingat bahwa sampai detik ini, hingga Pemohon mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka Pemohon belum pernah diperiksa baik pada tingkat penyelidikan maupun pada tingkat penyidikan,” sergah Hery Tokan.

Oleh karena itu, demikian Hery Tokan dalam lanjutan pembacaan permohonan Pemohon, dengan tegas menyatakan bahwa penetapan tersangka kepada Pemohon yang tidak memenuhi minimal dua alat bukti sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler