Kematian Ibu dan Bayi di Flores Timur Disebut Karena Gagal Jantung, Benarkah? Simak Kronologi Lengkapnya Ini

- 22 Maret 2024, 06:58 WIB
Ilustrasi ibu dan anak.
Ilustrasi ibu dan anak. /Pixabay/SeppH/

FLORESTERKINI.com – Kematian Novita Diliana Uba Soge dan bayinya, Maria Fatimah, masih meninggalkan luka dan polemik baik dari pihak keluarga maupun masyarakat di Kabupaten Flores Timur, NTT. Diketahui, ibu dan bayi tersebut meninggal dunia di RSUD dr Hendrikus Fernandez Larantuka pasca dirujuk, Sabtu, 16 Maret 2024 yang lalu.

Usai peristiwa pilu tersebut, muncul berbagai spekulasi dan dugaan kuat di kalangan publik, bahwasanya kematian almarhumah Novita dan bayi mungilnya itu karena kelalaian petugas medis yang bertugas pada saat itu.

Paulus Wura Lopi, suami korban, akhirnya meriwayatkan semua kisah pilu yang dialaminya tersebut, mulai dari Puskesmas Lambunga, Kecamatan Kelubagolit, hingga kematian istri dan anak tercintanya di RSUD dr Hendrikus Fernandez Larantuka.

Baca Juga: Banyak Promo, Ikuti Big Ramadan Sale Promo Puncak 25 Maret untuk Penuhi Kebutuhan di Bulan Suci

Kisah itu kemudian ditulis dan dibagikan oleh seorang pengguna media sosial Facebook dengan nama akun Kramano Pepak, Kamis, 21 Maret 2024. Di bagian akhir ceritanya, sang pengunggah turut menerangkan bahwa informasi yang dibagikannya itu bersumber dari suami korban, Paulus Wura Lopi. Berikut isi lengkapnya sebagaimana dilansir FLORESTERKINI.com.

Dari PKM Lambunga ke RSUD Larantuka

Diceritakannya, tragedi yang menimpa keluarga Paulus Wura Lopi bermula dari tanggal 2 Maret 2024. Saat itu, Novita bersama suaminya memeriksakan jadwal partus korban di PKM Lambunga. Dari hasil pemeriksaan USG, korban diperkirakan akan partus dalam tenggat waktu 2-8 Maret 2024.

Baca Juga: Sekjen Gerindra Sebut Koalisi Besar Ideal untuk Dampingi Kepemimpinan Prabowo-Gibran

Setelah mendapat keterangan tersebut, Novi dan suaminya lalu kembali ke rumah mereka di Desa Muda, Kecamatan Klubagolit, yang berjarak kurang lebih 2 kilometer dari PKM Lambunga.

Dalam tenggat waktu yang disampaikan pihak PKM Lambunga, korban tetap tidak mengalami tanda-tanda partus. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 2024, korban dan suaminya kembali lagi ke PKM Lambunga untuk berkonsultasi.

Dokter yang bertugas di PKM Lambunga menyarankan agar korban segera dirujuk ke RSUD dr Hendrikus Fernandes Larantuka. Dua hari kemudian korban dan suaminya berangkat ke Larantuka dengan tujuan pemeriksaan lebih lanjut sebagaimana saran sang dokter.

Baca Juga: Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia Putaran Kedua Grup F: Indonesia Berhasil Bungkam Vietnam 1-0

Pada tanggal 10 Maret 2024, korban dan suaminya melakukan pemeriksaan USG ke dokter ahli kandungan di RSUD Larantuka. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa kondisi ibu dan bayi dalam keadaan normal (sehat).

Dokter kemudian menyarankan pasangan suami-istri itu untuk pulang, dengan syarat, jika sampai tanggal 13 Maret belum juga ada tanda-tanda melahirkan, korban diarahkan untuk segera kembali ke RSUD Larantuka guna mendapatkan upaya medis. Pada hari itu juga, korban dan suami kembali ke Pulau Adonara di Desa Muda, Kecamatan Klubagolit.

Menunggu sampai tanggal 13 Maret 2024, korban belum juga mengalami tanda-tanda akan melahirkan. Maka pada tanggal itu pula, sang suami bersama korban langsung mengurus surat rekomendasi dari desa serta surat rujukan dari PKM Lambunga ke RSUD Larantuka. Di keesokan harinya, keduanya pun berangkat lagi ke Larantuka untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Baca Juga: Dukung Tumbuh Kembang Anak, Plan Indonesia dan Nomura Luncurkan Program Desa Sehat ECD di Manggarai

Tragedi Sabtu Kelabu hingga Kepanikan di Ruang Persalinan

Pada tanggal 14 Maret 2024, korban bersama suaminya menuju RSUD Larantuka dan tiba di sana sekitar pukul 11.00 WITA. Setelah melewati beberapa proses administrasi, korban diperbolehkan memasuki ruangan khusus ibu hamil, yakni Ruang Mawar. Korban dibaringkan di ruang tersebut tanpa ada tindakan, kurang lebih tujuh jam lamanya.

Lalu sekitar pukul 18.00 WITA, pihak medis RSUD Larantuka baru mulai memberikan obat perangsang sebanyak empat kali. Namun sampai dengan tanggal 15 Maret 2024 pagi, belum juga ada tanda-tanda melahirkan, karena menurut tenaga medis, kondisi korban baru pembukaan dua.

Baca Juga: Jadwal Acara Trans TV Jumat 22 Maret 2024: Bakal Ada Film Box Office Conspiracy Theory dan Hotel Artemis

Dokter akhirnya menawarkan kepada suami korban untuk menggunakan obat perangsang jenis tetes infus. Setelah suami berembuk dengan korban perihal saran dokter, keduanya bersepakat untuk mengikuti saran itu, karena jenis obat yang sama pernah dipakai saat korban melahirkan anak pertama. Pada saat dipasang obat tersebut, tanda-tanda melahirkan mulai nampak. Karena dari dua pembukaan sudah naik sampai empat pembukaan.

Karena ada perubahan, di hari Sabtu, 16 Maret 2024, pihak medis kembali memasang obat perangsang jenis tetes infus untuk botol yang kedua dan terjadi perubahan pesat. Dari pembukaan empat menjadi pembukaan tujuh, bahkan sampai pada pembukaan normal, namun posisi bayi masih di perut bagian atas.

Sekitar pukul 17.30 WITA, sang suami bersama korban menyampaikan kepada pihak medis bahwa kondisi korban semakin lemah, dan meminta agar sebaiknya dilakukan operasi CSAR. Permohonan korban dan suaminya ini disetujui oleh dokter. Maka keluarlah jadwal operasi CSAR pada pukul 20.00 WITA. Korban bahkan disuruh untuk mulai berpuasa.

Baca Juga: Gasak Gurinda hingga Kotak Kunci Senilai Rp40 Juta, Seorang Pemuda di Kota Kupang Diamankan Polisi

Setelah selesai botol kedua, pihak medis hendak memasang botol ketiga, namun hal tersebut ditolak korban bersama suami karena melihat kondisi korban yang sudah drop.

Pihak medis akhirnya memutuskan untuk memasang infus biasa. Setelah dipasang infus, korban mulai merasakan sakit kepala. Suami korban kemudian memanggil pihak medis untuk melakukan tindakan medis. Pihak medis kemudian melakukan tensi darah. Hasilnya 60/100, dan detak jantung mulai tidak normal.

Pihak medis kemudian memasang oksigen dan keteter. Namun setelah pemasangan oksigen, kondisi perut korban menjadi tidak wajar. Perut bagian atas dan bagian bawah pusat terlihat kembung, sementara di bagian pusat rata, seolah tidak sedang hamil.

Baca Juga: Jadwal Acara SCTV Jumat 22 Maret 2024: Selain FTV Ramadan, Bidadari Surgamu dan Tertawan Hati Dipastikan Hadir

Pihak medis kembali memasang keteter kedua sekitar pukul 18.00 WITA, namun pada saat memasang keteter, korban mulai mengalami pendarahan hebat. Pada saat itu, pihak medis mulai panik dan mengontak dokter spesialis. Dokter menganjurkan segera melakukan vakum karena korban sudah mengalami kesulitan untuk melahirkan.

Setelah dilakukan vakum, korban akhirnya dapat melahirkan, namun kondisi bayi sudah tidak bernyawa. Pihak medis melanjutkan untuk mengeluarkan ari-ari bayi (plasenta) dengan cara paksa, dalam keadaan korban sudah sangat drop dan tak sadarkan diri. Namun usaha untuk mengeluarkan plasenta tersebut gagal.

Para medis menjelaskan kepada suami korban bahwa, ari-ari tersebut tidak bisa dikeluarkan karena perut korban sudah sangat lembek. Jadi harus dilakukan operasi CSAR. Mendengar informasi tersebut, suami korban kemudian bertanya, apakah dengan dilakukan operasi CSAR istri saya bisa terselamatkan? Setelah berkonsultasi dengan dokter, korban diberi jaminan lisan bisa diselamatkan.

Baca Juga: Jadwal Acara GTV Jumat 22 Maret 2024: Sayang Sekali, Drama Ever Night Menghilang, Mungkin karena Hal Ini

Dokter pun memerintahkan untuk segera membawa korban ke ruang bedah.  Sayangnya, pihak medis yang bertugas tidak menjelaskan kepada suami korban bahwa pada saat melakukan operasi harus terlebih terdahulu melengkapi administrasi berupa surat persetujuan dari keluarga. Sesampainya di ruang bedah, dokter menolak melakukan operasi karena korban belum mengantongi surat persetujuan operasi.

“Saya tidak bisa lakukan operasi karena Anda tidak mengantongi surat persetujuan operasi,” kata suami korban menirukan kata-kata dokter kala itu.

Korban Meninggal Karena Gagal Jantung?

Karena tidak mengantongi surat tersebut, korban dibiarkan tanpa ada tindakan medis kurang lebih 15 menit. Korban terus mengeluarkan darah. Beberapa saat kemudian, pihak medis keluar dan menyampaikan kepada suami korban, bahwa kondisi korban hampir tidak tertolong.

Baca Juga: Jadwal Acara RCTI Jumat 22 Maret 2024: Si Doel Anak Sekolahan Kembali Hadirkan Kenangan Buat Anda

Suami korban langsung berlari ke ruangan operasi dan melihat seorang bidan sedang ‘menampar’ korban. Mungkin itu dilakukan karena dokter sudah berpesan agar korban jangan dibiarkan tertidur. Ketika suami korban masuk, posisi petugas medis berada di depan pintu operasi dalam keadaan panik.

Beberapa saat kemudian, dokter masuk ke ruangan dan kembali melakukan tindakan medis dengan menekan dada korban. Petugas medis yang lainnya berlarian untuk mengambil peralatan medis lainnya.

Beberapa saat kemudian, dokter keluar dan menyampaikan permohonan maaf kepada suami korban karena tidak bisa menyelamatkan nyawa korban. Korban dinyatakan meninggal dunia dengan diagnosa gagal jatung.

Baca Juga: Jadwal Acara ANTV Jumat 22 Maret 2024, Tonton Akting Andy Lau Dalam Bioskop Asia: The Wesley's Mysterious File

Selanjutnya, dokter meminta kepada suami korban untuk menandatangani sebuah surat, yang isinya korban meninggal akibat gagal jantung. Suami korban menolak menandatangani surat tersebut, karena menurut suami korban, istrinya meninggal karena kelalaian medis.

Istrinya meninggal karena kehabisan darah. Bahkan, suami korban sempat menggunakan alat tampung air seni pasien untuk menadah darah korban hingga meluap ke lantai.

Menghadapi kenyataan tersebut, suami korban sempat mengamuk sejadinya. Ia sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Puncak emosinya saat dokter berkata bahwa untuk semua masalah hari ini akan diperbaiki untuk ke depan yang lebih baik. Dokter seolah mengakui baru saja melakukan sebuah kesalahan tindakan dan membuat istri dan anak Paulus Wura Lopi meninggal dunia.

Baca Juga: Di NTT, Seorang Bupati Ancam Berhentikan Ratusan Nakes, Apa Sebab?

Korban akhirnya dipindahkan ke ruang jenazah. Namun lebih buruk lagi, menurut suami korban, saat jenazah hendak dimandikan, ketersediaan air di kamar jenazah juga tidak ada.

Kurang lebih dua jam menunggu, air itu tak juga kunjung datang. Keluarga akhirnya berinisiatif menggunakan kendaraan roda dua untuk mengambil air dari rumah penduduk di sekitar rumah sakit untuk memandikan jenazah.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah