Misalnya, sundang sudah mulai jarang digunakan oleh masyarakat setempat ketika menyambut tamu agung. Kadang, masyarakat menggunakan kope banjar (parang biasa), ndeki (salah satu perlengkapan tarian Caci), atau pun keris.
“Karena kelangkaan sundang, sekarang lebih banyak masyarakat menggunakan keris pusaka," kata Lasarus yang juga merupakan mantan anggota Sanggar Lawe Lenggong itu.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian terdahulu, jelas bahwa tarian Tiba Meka ditampilkan sebagai sebentuk penyambutan dan penghargaan terhadap tamu baru yang datang ke Manggarai. Tarian ini diperagakan untuk menyambut tamu agung yang datang mengunjungi wilayah Manggarai.
Baca Juga: 5 Fakta Unik Soal Jong Dobo, Destinasi Wisata Budaya di Sikka-Flores yang Terkenal Magis dan Sakral
Di sisi lain, tarian penyambut tamu atau Tiba Meka merupakan pengejawantahan dari nilai luhur adat Manggarai yang sudah diwariskan secara turun temurun.
Tarian ini yang menunjukkan bahwa masyarakat setempat tetap berusaha mempertahankan nilai-nilai lokal yang luhur dan mengedepankan kekeluargaan ini juga merupakan sarana edukasi, sekaligus mengandung nilai karakter bagi orang Manggarai dan tamu yang datang seperti keterbukaan, keakraban, kerendahan hati, kehormatan, tanggung jawab, kepedulian, dan sopan santun.
Nilai-nilai tersebut ditanam melalui budaya saling menyapa sesama dalam berbagai situasi, juga dalam bentuk kepedulian terhadap sesama serta saling berbagi kebahagiaan.
Terakhir sebagai catatan tambahan, sebuah tarian tidak ada nilainya dan tidak menarik bagi banyak kalangan jika sekadar ditarikan. Namun, sebuah tarian kalau ditampilkan lengkap dengan narasinya seperti halnya tarian Tiba Meka maka tarian tersebut akan memiliki makna, dan pesannya akan sampai kepada audiens atau penontonnya.***