Membongkar Penyebab Lambatnya Penurunan Stunting di Indonesia, ASI Eksklusif Bukan Solusi?

22 Desember 2023, 08:56 WIB
Ilustrasi stunting. /https://rsudblora.blorakab.go.id/

FLORESTERKINI.com – Stunting adalah ujung dari persoalan rendahnya literasi gizi masyarakat. Literasi gizi atau pemahaman dan kesadaran gizi masyarakat memengaruhi pola asuh dan pola konsumsi keluarga.

Keluarga tanpa pemahaman gizi yang baik cenderung tidak memperhatikan asupan gizi anak, sehingga anak terbiasa mengonsumsi makanan yang mereka suka, seperti makanan dan minuman dengan kandungan gula garam lemak yang tinggi.

Pembahasan tersebut mengemuka dalam urun rembuk yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan para mitra di Jakarta belum lama ini.

Baca Juga: KBM di SDN Tapowolo Flores Timur Berlangsung di Rumah Guru hingga Bekas Kios, Ini Penyebabnya!

Dalam kesempatan itu, guru besar gizi Universitas Muhammadyah membeberkan hasil penelitiannya mengenai kebiasaan mengonsumsi kental manis oleh balita.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 11,4% balita di Banten, 8,4% di DKI Jakarta, dan 5,3% di DI Yogyakarta mengonsumsi kental manis. Tidak hanya itu, 78,3% responden di Banten, 88,1% di DKI, dan 95,2% di DI Yogyakarta memberikan kental manis kepada balitanya lebih dari satu sachet per hari.

Adapun faktor utama pemberian kental manis pada anak ini disebabkan oleh persepsi masyarakat di tiga wilayah itu yang masih menganggap kental manis adalah susu.

Baca Juga: Bagi-bagi Susu di CFD, Cawapres Gibran Rakabuming Raka Bakal Dipanggil Bawaslu

“Mengapa studi ini menjadi penting, pola makan yang terbentuk sejak balita akan terbawa terus hingga dewasa, sehingga kebiasaan memberikan kental manis untuk anak dan balita ini harus dicegah sedini mungkin supaya tidak berlanjut. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan balita secara alamiah sangat suka makanan manis, terlebih lagi ketika ada paparan gula tambahan di dalam makanan,” papar guru besar Universitas Muhammadyah Jakarta ini, dalam keterangan yang diterima FLORESTERKINI.com.

Ketua Bidang Advokasi YAICI, Yuli Supriati, menyoroti kampanye penanganan stunting yang selama ini digaungkan tidak berdasar pada persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

“Selama ini narasi mengatasi stunting adalah dengan ASI eksklusif. Ibu itu bukannya tidak mau memberikan ASI eksklusif untuk anaknya, tapi karena tidak mampu, karena bekerja, karena kondisi kesehatan dan ibu meninggal. Anak-anak yang tidak mendapat ASI eksklusif ini larinya ke kental manis,” jelas Yuli membeberkan temuan-temuannya saat berdialog dengan masyarakat.

Baca Juga: Pembahasan RAPBD Flores Timur TA 2024 Super Kilat, Rofin Kabelen: Hanya Baca Total Angka per OPD, Lalu....

Roesmarni Rusli dari Repdem dalam kesempatan itu mempertanyakan mekanisme pengawasan peredaran produk dengan kandungan gula yang tinggi di masyarakat.

“Produk kental manis ini berdasarkan Peraturan BPOM Nmor 31 Tahun 2018, sudah diatur bahwa pada labelnya tidak boleh menyertakan kata susu, seharusnya ditulis krimer kental manis. Sekarang, kalau kita lihat, pada kemasan kental manis kembali lagi mencantumkan susu kental manis, ini apakah BPOM kembali merubah peraturannya atau memang tidak ada pengawasan terhadap ini?” tanya Roesmarni.

Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya, Dr. Maria Gayatri, Ssi.MAPS, yang turut hadir dalam kesempatan itu mengakui, persoalan kental manis seharusnya mendapat perhatian lebih.

Baca Juga: BREAKING NEWS! Pelantikan Sekda Flores Timur Dijadwalkan Digelar Besok, Ini Pejabat yang Dilantik!

“Susu kental manis ini jarang sekali dibahas di BKKBN, nanti akan disampaikan ke pimpinan,” ujar Maria.

Lebih lanjut ia mengatakan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) saat ini sedang melakukan audit kasus stunting. Hal ini untuk mengetahui faktor-faktor resiko penyebab stunting.

Dokter anak RS Mayapada, dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, Sp.A., yang turut hadir dalam kesempatan itu mengatakan salah satu kunci mencegah stunting adalah kualitas protein yang diberikan untuk anak.

Baca Juga: Penumpang Diprediksi Membludak Akhir Tahun, Ini Langkah Strategis Pelni Maumere, Plus Bocoran Soal Harga Tiket

“Protein yang paling baik adalah protein hewani, telur, ikan susu, ini jenis protein hewani yang tersedia di sekililing kita,” jelas dr. Denta.

Selain itu, ia juga menyoroti masifnya informasi yang beredar di masyarakat juga memicu pola makan yang salah pada anak.

“Di TikTok saya lihat, ada ibu-ibu memberikan kental manis untuk anak yang belum satu bulan. Saat ibu-ibu lain melihat dan mereka tidak dibekali edukasi gizi yang cukup, bisa saja dia meniru perilaku ini. Ini menurut saya juga harus diatasi,” tegasnya.

Baca Juga: Jalan ke Pasar Alok Kerap Digenangi Air Berlumpur Pasca Hujan, Lurah Kota Uneng Masukkan ke Agenda Musrembang

YAICI dengan para mitra berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya edukasi, memperkuat pemahaman tentang gizi yang baik, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah serta pihak terkait guna mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan gizi buruk dan stunting.

Hasil dari urun rembuk bersama para mitra tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintahan dan seluruh stakeholder terkait untuk bersama-sama bergerak mengatasi stunting.***

Editor: Ade Riberu

Tags

Terkini

Terpopuler