Podcast Yayasan BaKTi, Mama Salomi: Kawin Tangkap Itu Melecehkan Hak Asasi Perempuan

9 Februari 2021, 17:57 WIB
Ilustrasi kekerasan. /Iwan Rahmansyah

FLORES TERKINI – Ada hal baru dan mungkin ini sesuatu yang berbeda datang dari pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Hal ini tentang ‘kawin bawa lari’, yang menurut orang Sumba pada umumnya adalah tradisi, merupakan bagian dari pelestarian budaya lama yang sudah diwariskan nenek moyang.

Sebagaimana dikutip dari postingan di kanal YouTube Yayasan Bakti berjudul “Kawin Tangkap dan Tradisi Sumba Bagian 1”, 19 Januari 2021, diceritakan tentang tema ini dalam tampilan video yang berdurasi hampir 1 jam lamanya.

Baca Juga: KIP Kuliah Dibuka, Ikuti Pendaftarannya Secara Benar

Awal podcast ini ditampilkan tentang 2 video yang pernah viral pada tahun 2019. Jelas, bahwa aksi tersebut memiliki tujuan, yakni tujuan perkawinan, yakni menjodohkan pihak lelaki dan perempuan yang dinaksir.

Martha Hebi mempertanyakan status video tersebut dengan memberikan komentar yang tajam tentang video tersebut.

“Perempuan dalam konteks kawin paksa ini tidak punya ruang untuk menyampaikan perasaan secara clear,” ungkapnya.

Baca Juga: Pernah Gagal Tapi Tekad Kuat, Dua Pria Asal NTT Ini Digodok oleh Satgas Jadi Prajurit TNI

Mama Salomi R. Iru dari Yayasan FOREMBA juga mengkritik realitas macam ini. Ia mengkritik bahwa tangkap bawah lari itu sebetulnya melanggar dan melecehkan hak asasi perempuan.

Caty Sabakodi, salah seorang perempuan korban yang diminta untuk menjadi salah satu pembicara dalam podcast Yayasan Bakti mengungkapkan kepeduliannya terhadap masalah ini.

“Saya baru hidupkan motor, saya langsung diangkat, saya tidak sadar kalau mereka juga sudah siapkan satu mobil untuk bawa saya, jadi tiga orang laki-laki angkat saya. Saya baru sadar bahwa saya ditangkap, di dalam mobil saya berontak, saya nangis. Tiga orang tetap pegang saya dengan kuat jadi saya tidak punya daya,” cerita Caty Sabakodi sambil bersedih.

Baca Juga: SINOPSIS Ikatan Cinta Rabu 10 Februari 2021: Al Mau Jujur Tapi Dilema, Takutnya Andin Sakit Lagi

Mama Salomi berjuang untuk hak asasi perempuan bahwa kawin tangkap ini menjadi hal yang dibicarakan terus selama ini. Ia mengatakan bahwa hal tersebut sangat memprihatinkan.

Martha Hebi menambahkan bahwa memang ini adalah bagian dari masa lalu untuk melakukan perjodohan, tapi penting untuk memahami bahwa ini adalah praktik yang tidak relevan lagi pada masa ini.

“Dalam proses selanjutnya, kisah Caty, sangat membantu orang untuk memahami apa itu kawin tangkap. Maka wajar kalau kawin tangkap itu bukan masuk terminologi budaya Sumba, karena tidak ada istilah ‘kawin tangkap’ di Sumba,” ungkap Martha Hebi.

Baca Juga: Jangan Sampai Ketinggalan, Cek Namamu Sekarang dan Dapatkan Bantuan Rp300 Ribu dari Kemensos

Dalam situasi ini, fungsi media penting untuk mempublikasikan persoalan tradisi dan budaya, agar masyarakat Sumba, maupun semua di mana saja, memahami dengan baik, bahwa kawin tangkap adalah satu bentuk penodaan hak asasi perempuan.

Sebagaimana diungkapkan Martha Hebi dan ditegaskan Ita Ibnu di akhir, bahwa masa ini sudah membawa banyak perubahan, maka praktik tersebut sebaiknya dihentikan. Karena ini adalah bagian dari kekerasan untuk perempuan. Oleh karena itu, tugas media adalah terus mempublikasikan masalah seperti ini untuk diketahui oleh banyak orang.***

 

 

 

Editor: Eto Kwuta

Sumber: YouTube Sobat Dosen

Tags

Terkini

Terpopuler