Komitmen Jaga Laut, Masyarakat Adat dan Nelayan Watodiri Lembata Jalankan Tradisi 'Badu'

8 April 2024, 16:35 WIB
Ilustrasi - Puluhan perahu milik nelayan di Pulau Solor. /Tintus Belang/FLORESTERKINI.com

FLORESTERKINI.com – Sebagai wujud komitmen dalam menjaga keseimbangan laut dari aktivitas manusia yang mengancam habitat satwa laut, masyarakat nelayan Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, sejak dahulu mengenal sebuah tradisi yang disebut 'Badu'.

Tradisi Badu merupakan warisan turun temurun dari para leluhur yang dijalankan dengan cara menutup kawasan tertentu di wilayah perairan desa tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Salah seorang tokoh adat Watodiri, Longginus Lebu, mengatakan bahwa luas laut yang masuk dalam kawasan terlarang berkisar tujuh hektar. Warisan leluhur itu dijalankan secara patuh oleh masyarakat adat Watodiri dan mendapatkan dukungan dari pemerintah Desa Watodiri melalui sebuah Peraturan Desa (Perdes).

Baca Juga: Berkah Ramadan 2024, Ratusan Warga Labuan Bajo Terima Paket Sembako dari PT Pelindo

"Sudah ada peraturan desa juga, jadi tidak boleh asal mencari ikan di wilayah yang dilarang, sehingga ikan-ikan bisa terjaga," ujar Longginus, Minggu, 7 April 2024.

Dia menuturkan, Perdes dimaksud lahir guna memberikan kekuatan hukum bagi warga nelayan agar bisa ikut menolak kehadiran kapal-kapal dari luar untuk mengambil ikan secara sembarangan di wilayah perairan 'terlarang' itu.

"Dalam peraturan desa itu, waktu pembukaan dan penutupan kawasan Badu pun telah ditetapkan, serta sanksi bagi para pelanggar," kata dia.

Baca Juga: PAD Sikka Rendah, Simon Subandi: Pemda Diamkan Pengusaha Tak Jujur Setor Pajak

Lahirnya Perdes itu, kata Longginus, merupakan hasil kesepakatan bersama dari segenap pemangku kepentingan seperti pemerintah, tokoh adat dan masyarakat nelayan yang ada di Watodiri.

Karena bagi mereka, wilayah perairan yang ditutup memiliki kekayaan laut yang cukup menjanjikan seperti penyu, berbagai jenis ikan dan satwa laut lainnya serta terumbu karang yang harus terus dijaga.

Longginus menjelaskan, para nelayan di Desa Watodiri mendukung secara penuh keberlanjutan dari kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur mereka tersebut. Dukungan itu diwujudnyatakan dengan perilaku mencari ikan dengan cara tradisional.

Baca Juga: Sambut Idul Fitri 2024, Ratusan Napi di NTT Dapat Remisi Khusus

"Mereka tidak pernah menggunakan alat tangkap lain yang dapat merusak laut, seperti kompresor, bom ikan, dan potas," ucapnya.

Dia menuturkan, jika ada kapal dari luar yang kedapatan mencari ikan dalam kawasan yang dilarang, apalagi menggunakan bahan yang tidak ramah lingkungan, maka nelayan Watodiri tidak segan-segan menangkap dan memberikan sanksi sesuai Perdes yang susah ada.

Adapun sanksi yang diberikan bagi masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah terlarang di luar waktu yang ditetapkan yakni uang tunai sebesar Rp1,6 juta.

Baca Juga: Inilah Jadwal Acara ANTV Senin 8 April 2024! Siap-siap Terpesona dengan Bioskop Sahur: Jin Galunggung

"Kalau tidak ada tradisi Badu, maka bisa rusak laut ini karena tingkah manusia yang sembarangan mencari ikan," pungkasnya.

Untuk diketahui, tradisi Badu yang dijalankan oleh masyarakat adat dan nelayan di Desa Watodiri selalu diawali dan diakhiri dengan ritual adat oleh pemangku adat setempat.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler