Pakar Hukum Undana Kupang: Penetapan Tersangka terhadap Mantan Wabup Flores Timur Inprosedural dan Gegabah

- 30 Mei 2024, 08:36 WIB
Pemeriksaan bukit surat yang disodorkan termohon dalam Sidang Praperadilan mantan Wabup Flores Timur, Agustinus Payong Boli atau APB.
Pemeriksaan bukit surat yang disodorkan termohon dalam Sidang Praperadilan mantan Wabup Flores Timur, Agustinus Payong Boli atau APB. /Eman Niron/FLORESTERKINI.com

FLORESTERKINI.com – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Negeri Cendana (Undana ) Kupang, Dr. Aksi Sinurat, SH, M.Hum., menilai penetapan tersangka atas diri mantan Wakil Bupati Flores Timur periode 2017-2022, Agustinus Payong Boli atau APB, oleh pihak penyidik pada Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Flores Timur di Waiwerang terkesan gegabah dan melampaui kewenangan penyidik.

Dikonfirmasi di sela-sela Sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Larantuka, Rabu, 29 Mei 2024, Aksi Sinurat yang tampil sebagai saksi ahli dari pihak pemohon tersebut menandaskan, menilik dari kronologis penetapan status tersangka terhadap pemohon oleh termohon, sungguh memperlihatkan kenyataan bahwa termohon sama sekali tidak memberikan ruang secara seimbang kepada pemohon untuk menjelaskan, serta tidak memberikan penghormatan pada aspek Hak Asasi Manusia (HAM).

“Penetapan seseorang yang tiba-tiba sebagai tersangka, menurut saya itu salah prosedural, gegabah, dan memperlihatkan arogansi penyidik! Masa termohon menggunakan bukti petunjuk dari dua terdakwa sebelumnya, yang saat ini masih berproses di tingkat kasasi?” sergahnya.

Baca Juga: Benarkah Penjabat Bupati Flores Timur Bakal Menempati Rujab Wakil Bupati?

Aksi lebih lanjut menegaskan, termohon yang menggunakan bukti petunjuk pada terdakwa sebelumnya yang belum memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah bentuk arogansi penyidik (termohon).

“Tindakan termohon itu menurut pendapat saya merupakan tindakan yang melampaui kewenangan, bahkan tidak ada suatu keseimbangan antara perlindungan hukum kepada pemohon di balik kewenangan termohon sebagai penyidik,” tandas Aksi Sinurat.

Dosen tetap pada Fakultas Hukum Undana Kupang tersebut lebih lanjut menegaskan, termohon harusnya menempatkan pemohon dengan seimbang, dengan menghormati harkat dan martabat dirinya (HAM) dalam upaya penegakan hukum tersebut.

Baca Juga: Desain Rumah Minimalis 2 Lantai Ukuran 6×7: Solusi Ideal untuk Hunian di Perkotaan

Oleh karena itu, baginya, penetapan pemohon sebagai tersangka yang tiba-tiba bahkan sprindik dan surat pemberitahuan penyidikan dan penetapan tersangka yang sekaligus diberikan kepadanya merupakan tindakan menyalahi prosedural aturan, yang justru diperluas oleh surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) khususnya Nomor 130.

“Jadi bagi saya, ini terlalu dipaksakan. Dengan kata lain, pihak termohon tidak menghormati atau menghargai surat keputusan MK tersebut. Karena mereka melampaui batas-batas kewenangan mereka, karena mereka tidak mau menyeimbangkan, tidak memberikan suatu penghormatan hak asasi manusia kepada si pemohon,” tegasnya.

Terkait alat bukti, termasuk bukti petunjuk yang diperoleh termohon dalam perkara dua terdakwa sebelumnya, Aksi Sinurat berpendapat, hal tersebut justru memperlihatkan bentuk gegabahnya termohon.

Baca Juga: Peluncuran Buku Karya Alex Puaq: Penjabat Bupati Lembata Ajak Warga Cintai Budaya Lokal

Menurutnya, petunjuk yang dilihat termohon pada dua terdakwa terdahulu itu masih kurang valid dan masih kurang mempunyai kekuatan yang berkualitas untuk menentukan si pemohon sebagai tersangka yang tiba-tiba.

“Harusnya petunjuk-petunjuk itu, yang tadi dalam sidang saya maksudkan  dengan istilah dikonfirmasi, berikan ruang terlebih dahulu kepada pemohon. Maksud saya, diselidiki dulu, dilanjutkan pada penyidikan terhadap pemohon. Di situlah bentuk penghormatan terhadap HAM itu. Beri ruang dulu, jangan langsung serta-merta ditetapkan sebagai tersangka,” terang Aksi Sinurat.

Aksi Sinurat berpendapat, petunjuk-petunjuk yang dimaksudkan termohon belum dapat dijadikan sebagai bukti yang akurat dan berkualitas, sebab belum diketahui korelasi antara saksi dan yang lain sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 180.

Baca Juga: Unik dan Fungsional! Begini Ide Desain Rumah Minimalis Model Memanjang ke Samping

“Tadi dalam sidang, saya menyampaikan, bagaimanapun seseorang yang menjadikan atau ditetapkan sebagai tersangka harus melalui prosedur hukum, harus ada syarat minimal dua alat bukti. Itu pegangan utama! Namun, sekalipun sudah ditemukan dua alat bukti sebagaimana tersebutkan dalam sidang tadi, Bukti 5 dan Bukti 10, itu adalah kuantitas, bukan kualitas!” ujarnya.

Menurutnya, dua alat bukti tersebut harus sinkron, harus ada korelasinya antara satu sama lain, dan harus merujuk pada apa yang diduga atau apa yang mau dituntutkan.

“Sesuaikan perbuatan itu dengan bukti-bukti yang berkorelasi satu sama lain dengan eksistensi pemohon atau individu atau subjek hukum yang mau dituntutkan kepadanya,” ulas Aksi Sinurat menyayangkan tindakan inprosedural termohon terhadap pemohon tersebut.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah