Mualim KM Sabuk Nusantara 55 Bantah Lakukan Intimidasi terhadap Sejumlah Penumpang

- 28 Juni 2024, 15:03 WIB
KM Sabuk Nusantara 55 saat berlabuh di Pelabuhan Lorens Say Maumere belum lama ini.
KM Sabuk Nusantara 55 saat berlabuh di Pelabuhan Lorens Say Maumere belum lama ini. /Marsel Feka/Flores Terkini

FLORES TERKINI – Fransiskus Eron selaku Mualim 1 KM-Sabuk Nusantara 55 membantah tuduhan atas dirinya yang dituding melakukan intimidasi terhadap sejumlah penumpang.

Hal itu disampaikannya kepada awak media melalui wawancara klarifikasi pemberitaan sebelumnya oleh Fransiskus Eron yang didampingi Gidalti Hanok selaku Kepala Unit Kerja, di Pelabuhan Lorens Say Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), belum lama ini.

Para penumpang yang merupakan pedagang adalah penumpang langganan, alias penumpang tetap dengan muatan pisang dan kelapa dari pelabuhan Wulandoni, Menanga, Maumere, Palu'e, Maurole, Marapokot, Reo, Labuan Bajo dan Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Juga: Sinopsis Drama Romantis Terbaru 'The Tale of Rose': Kisah Cinta Pilot Lin Yi dan Liu Yifei yang Mengugah

Fransiskus Eron menjelasakan, pihaknya pada saat itu hanya menjalankan instruksi dari pihak manajemen kapal, dimana harga pisang per tandan dikenakan biaya Rp3 ribu dari harga sebelumnya, yang berubah menjadi Rp4 ribu per tandan.

Dikatakannya, sebelum informasi kenaikan tarif pisang maupun kelapa yang akan dikenakan terhadap para penumpang, terlebih dahulu dilakukan musyawarah bersama para penumpang dan telah disepakati secara bersama.

"Kami tidak pernah lakukan intimidasi terhadap para penumpang itu. Mereka itu pedagang yang sebelumnya sudah menjadi penumpang langganan Kapal Sabuk 55 ini," ucap Fransiskus Eron.

Baca Juga: Menyambut HUT ke-78 Bhayangkara, Polsek Wolowaru Gelar Turnamen Bola Voli dan Bakti Sosial

Dia menjelaskan, pihaknya hanya menjelaskan terkait aturan baru dari manejemen kapal, dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasi, dan bermusyawarah bersama terkait kebijakan baru dari manajemen kapal, bukan melakukan intimidasi.

"Kami waktu itu mengumpulkan mereka di ruang kemudi, dan kami diskusi bersama soal kebijakan baru dari manajemen kapal yang akan menaikkan tarif muatan, dan mereka sepakati akan hal itu. Jadi tidak serta-merta kami langsung pungut tanpa sosialisasi, hanya saja karena ada kita sebagai orang NTT agak keras, mereka anggap itu kita intimidasi," jelasnya.

Padahal kata Eron, muatan pisang dan kelapa dari para pedagang itu, sangat banyak mencapai ribaun tandan. Sehingga lanjut Eron, jika tidak diatur secara baik, maka dampaknya fatal dan bisa menyebabkan kapal terbalik atau pun bisa tenggelam.

Baca Juga: Kejutan Besar! Mikha Tambayong Kecewa dengan Adegan Ranjang Reza Rahadian di ‘Kawin Tangan’

Sementara itu, Gidalti Hanok Salaku Kepala Unit Kerja Manajemen KM Sabuk Nusantara 55, senada menjelaskan, pihaknya juga sebelum melakukan pungutun biaya atau ongkos muatan, terlebih dahulu melakukan hitungan secara detail berapa jumlah pisang yang ada dari masing-masing pedagang tersebut.

"Setiap kali kita pungut biaya, sudah sesuai dengan hitungan kita secara detail dan bersama-sama, bukan kami hitung sendiri saja. Hanya mereka pedagang itu, kurang bekerja sama makanya kadang ada miskomunikasi dan kita jelaskan dengan nada sedikit keras, anggapan mereka itu kita intimidasi," ujar Gidalti.

Fransiskus Eron (kiri) didampingi Gidalti Hanok (kanan), usai memberikan keterangan di Pelabuhan Lorens Say Maumere.//
Fransiskus Eron (kiri) didampingi Gidalti Hanok (kanan), usai memberikan keterangan di Pelabuhan Lorens Say Maumere.// Marsel Feka/Flores Terkini

Selain itu, lanjutnya, para penumpang terkesan ingin mengatur-atur tarif serta manajemen di dalam internal KM Sabuk Nusantara 55, lantaran sudah menjadi penumpang tetap alias langganan.

Mirisnya, para penumpang itu yang diketahui merupakan pedagang pisang dan kelapa suka-suka dan semaunya mereka kapan akan membayar tarif muatan yang telah dihitung bersama dengan pihak manajemen kapal.

Baca Juga: Pilkada 2024: Bawaslu Nagekeo Buka Posko Pengawalan Hak Pilih Masyarakat

"Biasanya, kalau setelah selesai perhitungan dan sudah ditotal berapa jumlah yang akan dibayarkan terkait tarif muatan, mereka tidak bayar cash pada saat itu juga. Maunya mereka setelah sudah sampai di tempat tujuan dan sudah laku jualannya baru mereka mau bayar tapi via transfer. Ini yang manajamen kapal tidak mau" jelasnya.

Adapun sejumlah penumpang alias pedagang itu sebelumnya diberitakan diduga telah diintimadasi, pada saat hendak menaikkan muatan dagangan mereka dari pelabuhan Wulandoni dan Menanga menuju Bima-NTB.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah