Soal Keamanan di Papua, JDP Minta Presiden Libatkan Seluruh Pemerintah Provinsi Lintas Papua

13 April 2024, 13:20 WIB
Juru bicara Jaringan Damai Papua, Yan Christian Warinussy. /ANTARA/Frans Weking

FLORESTERKINI.com – Konflik sosial politik dan keamanan di tanah Papua menunjukkan tensi yang cukup tinggi dalam beberapa waktu belakangan.

Konflik itu tidak jarang menimbulkan korban jiwa, baik dari kalangan TNI-Polri maupun dari kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Sebut saja, hanya dalam waktu satu hari, Kamis, 11 April 2024, terdapat dua peristiwa besar yang bersinggungan langsung dengan dua kelompok tersebut, yakni TNI-Polri dan OPM.

Pertama, peristiwa penggerebekan markas OPM oleh Satgas Operasi Damai Cartenz-2024 di Kali Go, Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Dalam operasi itu, sebanyak delapan anggota OPM berhasil diamankan.

Kedua, peristiwa tewasnya Danramil 1703-04 Aradide, Letnan Dua (Letda) Inf. Oktovianus Sogalrey, di ruas jalan trans Enarotali - Aradide, Kampung Pasir Putih, Distrik Eladide, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah.

Korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dengan luka robek akibat senjata tajam di kepala bagian belakang.

Menyikapi konflik sosial politik dan keamanan di tanah Papua yang masih saja terjadi, Jaringan Damai Papua meminta Presiden Joko Widodo untuk segera merumuskan rancangan keamanan yang lebih ringan.

Rumusan rancangan keamanan itu harus melibatkan enam pemerintah provinsi yang ada di tanah Papua.

Juru Bicara JDP Yan Christian Warinussy mengatakan, keterlibatan pemerintah daerah dalam mengatur keamanan di daerah sendiri dapat menjadi solusi dalam meredakan ketegangan akibat konflik yang ada saat ini.

"Tidak bisa kepala daerah di Tanah Papua hanya berpandangan bahwa keamanan regional adalah porsi tanggung jawab TNI dan Polri semata," ujarnya di Manokwari, Jumat, 12 April 2024.

Menurut JDP, hingga saat ini pengambilan kebijakan serta keputusan politik yang ditempuh oleh negara dengan menempatkan personel TNI-Polri guna operasi keamanan di tanah Papua masih bersifat abu-abu.

Warinussy menilai, untuk mempertegas kebijakan itu, perlu ada rumusan rancangan pengamanan yang terkover dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Adapun Perpres itu, kata dia, merupakan penjabaran dari amanat Pasal 5 dan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

"Keberadaan dasar hukum yang kuat dan jelas sangat membantu menyelesaikan konflik sosial politik di tanah Papua," kata Warinussy.

JDP berkeyakinan, apabila Presiden Jokowi merealisasikan desain Perpres dimaksud, segala bentuk konflik bersenjata dapat diselesaikan dengan cara damai dan bermartabat.

Hal itu dikarenakan, format yang didesain dalam Perpres itu dapat membuka peluang terjadinya dialog antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan Pemerintah Indonesia.

"JDP berharap Presiden Jokowi meninggalkan warisan Papua tanah damai sebelum masa jabatan berakhir di pertengahan tahun 2024 ini," tutup Warinussy.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler