SEDIH! Kisah Bocah Somalia, Pura-pura Jadi Siswa demi Dapatkan Sesuap Makanan

- 21 Juni 2022, 20:38 WIB
Bashir Nur Salat berfoto bersama teman-teman sekelasnya di SD Kabasa di Dollow, Wilayah Gedo, Somalia, 25 Mei 2022.
Bashir Nur Salat berfoto bersama teman-teman sekelasnya di SD Kabasa di Dollow, Wilayah Gedo, Somalia, 25 Mei 2022. /ANTARA/Reuters/Feisal Omar/as

FLORES TERKINI – Somalia, sebuah negara yang terletak di Tanduk Afrika, kini tengah dilanda krisis dari berbagai segi kehidupan, seperti pemanasan global, lonjakan harga pangan, dan perang.

Kekeringan dalam empat dekade yang melanda negeri itu diperkirakan akan memburuk dan diperparah oleh perubahan iklim, kata para ilmuwan dan organisasi kemanusiaan seperti dilansir ANTARA.

Sepertiga jumlah ternak di negara itu mati akibat kehausan atau kelaparan. Tanaman pangan dan buah-buahan juga layu tak berbekas.

Baca Juga: Harga Bitcoin Dekati 20.000 Dolar Sepekan Terakhir, Investor Kripto di Ambang Kehancuran?

Akibatnya, Somalia yang juga sudah lama dilanda pemberontakan itu harus mengimpor pangan lebih banyak. Namun usaha ini juga sia-sia lantaran masyarakatnya tak mampu membeli.

Sementara itu, bantuan asing menyusut dan harga pangan meroket akibat perang di Ukraina, yang merupakan pengekspor biji-bijian terbesar keempat di dunia.

Sedikitnya 448 anak telah kehilangan nyawa sejak Januari saat dirawat akibat kekurangan gizi akut, demikian kata PBB.

Baca Juga: Jadwal Acara tvOne Hari Ini, Selasa 21 Juni 2022: Apa Kabar Indonesia, Tantangan Hidup, Catatan Demokrasi

Angka itu kemungkinan hanya sebagian dari jumlah yang sebenarnya, karena banyak penduduk yang tak mampu mencari pertolongan.

PBB mengingatkan bulan ini bahwa lebih dari sepertiga dari 16 juta penduduk Somalia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Beberapa wilayah bisa dilanda kelaparan bulan ini. Bantuan di beberapa tempat akan habis pada Juni.

Di tengah situasi pelik serupa itu, hiduplah seorang bocah bersama keluarganya di sebuah kota perbatasan di Somalia. Namanya Bashir Nur Salat.

Situasi kekeringan yang terjadi di daerah asalnya, memaksa keluarga Bashir meninggalkan ladang mereka tiga bulan lalu dan pindah sejauh 100 km ke Kota Dollow di perbatasan Somalia-Ethiopia.

Baca Juga: Ponsel Gaming Ini Cuma Dibanderol Rp2,5 Juta di Indonesia, Tersedia 3 Warna dengan Fitur Berkualitas

Keluarga Bashir sebelumnya tak pernah meninggalkan rumah mereka di bagian selatan Somalia tengah, bahkan ketika terjadi bencana kelaparan pada 2011 yang menelan seperempat juta nyawa manusia, yang kebanyakan adalah anak-anak.

Keluarga Bashir saat itu tidak mengungsi. Beberapa ekor ternak selamat, sehingga mereka tetap tinggal di lahan pertanian mereka di dekat Desa Ceel Bon.

Tetapi kali ini, kekeringan telah merenggut nyawa 12 sapi dan 21 kambing milik mereka. Ternak adalah harta berharga di sebuah negara di mana kekayaan dihitung dari banyaknya hewan.

Keluarga Bashir sempat menikmati makan tiga kali sehari. Namun kemudian, sapi-sapi mereka yang kurus tak lagi menghasilkan susu, sedangkan kebun kacang dan sorgum juga sudah kering kerontang.

Baca Juga: Rangkuman Hasil Sidang Kasus Pembunuhan Astri dan Lael yang Berujung Ricuh pada Senin Malam

"Saya tak pernah melihat kekeringan seperti ini sebelumnya," kata ibu Bashir yang berusia 30 tahun, dikutip dari ANTARA. Dia dan sembilan anaknya kini tidur beralaskan dua lembar karpet di Dollow.

Saat hari baik, ayah Bashir menghasilkan 2 dolar (kurang dari Rp30.000) dari menjual arang di kota terdekat.

Namun sejak 2 Mei, dia baru mengirimkan 10 dolar karena kurangnya pekerjaan. Menurut sang ibu, keluarganya belum pernah menerima bantuan makanan.

Baca Juga: Sinopsis Love Story The Series Selasa 21 Juni 2022: Argadana Meninggal Dunia, Maudy Syok Berat

Setiap pagi, Bashir Nur Salat merencanakan aksinya dari balik pagar kawat sekolah yang melengkung.

Bermodalkan seragam sekolah warna kuning milik temannya, buku pinjaman dan senyum yang lebar, mata bocah laki-laki 11 tahun itu memperhatikan sasarannya: makan siang.

Bashir memimpin sekelompok bocah yang berkumpul ketika Sekolah Dasar (SD) Kabasa menyajikan makan siang buat para siswa.

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Gopi ANTV Hari Ini, Selasa 21 Juni 2022: Kamar Gopi Kebakaran, Keluarga Modi Kelabakan

SD Kabasa itu didirikan untuk membantu banyak keluarga yang mengungsi selama bencana kelaparan pada 2011.

Jumlah mereka bertambah lagi selama kekeringan pada 2016-2017, ketika intervensi kemanusiaan dilakukan lebih awal sehingga angka kematian tetap rendah.

Sekitar seperlima jumlah siswa umumnya meninggalkan sekolah selama masa-masa sulit dan tak pernah kembali lagi.

Program pemberian makan oleh PBB itu dimaksudkan untuk membujuk mereka agar tetap bersekolah.

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Ikatan Cinta Selasa 21 Juni 2022: Gagal Move On, Elsa Jadikan Andin sebagai Bantalan Tinju

Lewat pagar kawat SD Kabasa, anak-anak itu di bawah pimpinan Bashir menatap para siswa yang sedang menikmati bubur hangat atau sepiring kacang dan jagung yang disediakan program PBB, satu dari sedikit sumber pangan yang ada di kota itu.

Satu per satu, mereka menyelinap lewat gerbang yang rusak dan lari melintasi halaman berdebu untuk mendapatkan makan siang saat para guru tidak melihat mereka.

“Kalau saya tak mendapat makanan, saya lapar sekali. Saya berbaring dan tak bisa tidur," kata Bashir dengan suara pelan.

Dia tidak makan pada malam sebelumnya dan pagi hari. Delapan saudara kandungnya di rumah semuanya lapar, kata dia.

Baca Juga: Simak Sinopsis Gangaa ANTV Hari Ini, Selasa 21 Juni 2022: Nyawa Niranjan Diancam Bahaya Besar

Kebanyakan anak di kelompok Bashir adalah bagian dari gelombang terakhir warga yang mengungsi ke Dollow dan terlambat mendaftar ke sekolah.

Para guru di SD Kabasa mengatakan, Bashir dan kawan-kawannya termasuk dari sedikitnya 50 anak tak terdaftar yang muncul setiap hari untuk mendapatkan makanan.

Kadang para guru mengusir mereka, kadang menawari makanan sisa, dan tak jarang menutup mata atas perilaku mereka.

Baca Juga: Kabar Gembira! Gaji ke-13 PNS Cair Sepekan Lagi, Kemenkeu Siapkan Rp34 T

"Jika mereka (para guru, red) ikut makan, maka tak cukup buat para siswa," kata Kepala SD Kasaba, Abdikarim Dahir Ga'al, saat memperhatikan kawanan Bashir menyelinap ke halaman sekolah.

Sekolah telah memasuki masa libur dua bulan. Ketika anak-anak masuk sekolah pada Agustus tidak akan ada lagi dana untuk memberi makan.

Dahir Ga'al pura-pura tidak memperhatikan Bashir dan rombongannya. Hari itu adalah hari terakhir sekolah.

Baca Juga: Vaksin Nusantara Dibuat Berbasis Antigen Terkuat dari Tubuh, Terawan: Tidak Perlu Suntikan Dosis Ketiga

"Saya seorang guru. Tetapi saya juga orang tua," lanjut Abdikarim sambil menatap rombongan Bashir.

Di luar, Bashir bergegas bersama rombongan terakhir siswa yang menerima makanan. Dia muncul membawa sepiring kacang dan jagung tumbuk. Seringainya lebar. Kepalanya terangkat. Akhirnya, dia bisa makan.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah