FLORES TERKINI - Rabu, 8 September 2021, masyarakat Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur mengadakan upacara adat.
Adat yang dimaksud di sini berkaitan dengan bencana banjir dan longsor yang menimpa 9 titik di dekat kampung Bawalatang dan sekitarnya.
Hadir dalam kegiatan pada hari ini yakni Sekcam Wulanggitang, Kepala Desa Nawokote, jajaran Pengurus Desa Boru dan Hewa, Awak Media, para pengurus Lembaga Adat Desa Nawokote, para dukun kampung, dan semua masyarakat.
Baca Juga: Thomas Ola Resmikan Jurusan Pelatihan Komputer dan Komunikasi Milik Susteran SSpS di Lembata
Dalam sambutannya, Kades Nawokote, Petrus Dua Puka mengungkapkan harapannya supaya acara yang dibuat hari ini berjalan sesuai dengan rencana.
“Kami selaku pimpinan mengucapkan banyak terima kasih kepada kita semua, bahwa kegiatan hari ini sangat berguna bagi kita, bahwa bencana mengingatkan kita kembali bahwa apa yang kita buat pasti ada sanksinya,” ungkapnya.
Lebih jauh, Piet mengatakan bahwa banyak masyarakat masih trauma, sehingga perlu ada tindakan yang cepat dan tangkas demi meminimalisir bahaya bencana.
Hal lain disampaikan oleh Ketua Lembaga Adat Desa Nawokote, Bapak Dare Wolor; terkait hujan kali ini bukan terjadi di bulan Januari, tapi di bulan September.
“Ini baru bulan sepuluh, bulan satu dua sudah di ambang pintu, maka yang perlu kita sikapi, bahwa batu kayu kami bisa potong sendiri, tapi yang lainnya, kami pasti minta uluran tangan pemerintah,” katanya.
Bapak Dare menyampaikan secara jujur bahwa kondisi banjir dan longsor ini belum masuk sesungguhnya pada musim hujan, maka perlu antisipasi lebih awal.
Baca Juga: Bupati Flores Timur Gratiskan Rapid Antigen Jelang Ujian Seleksi CPNS dan PPPK
Lebih lanjut, tokoh adat dan tuan tanah dari suku Puka, Bapak Tobias Lewotobi Puka juga ikut memberikan suara.
Tobias atau biasa disapa Jack, menegaskan bahwa masyarakat siap untuk menjalani puasa selama tiga hari berturut-turut.
“Puasa pertama dihitung mulai dari hari Rabu 8 September sampai 10 September. Ada 9 titik bencana, jangan ada masyarakat yang masuk ke sana. Daerah yang dilarang, maka kita perlu mengikuti dengan baik dan benar,” kata Jack.
Jack menambahkan bahwa untuk aktivitas naik gunung ditutup sambil menunggu informasi lanjutan dari pihak setempat.
Pengurus Gereja, Ketua Stasi Bapak Ferdy Tobi juga menyampaikan beberapa pendapat penting terkait kondisi saat ini.
“Jangan ambil material yang ada di sekitar bencana atau di bawah kaki Gunung Lewotobi. Jadi, stop sudah. Generasi muda sudah mulai buka mata dan melihat gejala dan gejolak yang kita hadapi,” tegas Ferdy.
Sebagai informasi, upacara adat dilakukan sebagai langkah awal meminta maaf kepada Lera Wulan Tana Ekan sebagai simbol Tuhan Langit dan Bumi juga kepada Para Leluhur.
Tidak hanya itu, upacara adat ini dimaksudkan untuk memperbaiki dosa dan salah sambil memulai lagi perubahan dan perbaikan ke depannya.***