Transaksi Kripto Dikenakan 2 Jenis Pajak Sekaligus Mulai 1 Mei, Begini Kata Pelaku Industri Aset Kripto

- 7 April 2022, 18:04 WIB
Ilustrasi mata uang kripto.
Ilustrasi mata uang kripto. / Pexels
  1. Sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari nilai transaksi Aset Kripto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi; atau
  2. Sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari nilai transaksi Aset Kripto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tidak memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi.

Baca Juga: Perekrutan Tenaga Honorer Jadi PNS Bisa Gagal Karena Hal Ini, Apa Saja?

Selain keputusan tersebut diberlakukan di dalam negeri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menyebut pihaknya juga memiliki kewenangan untuk menunjuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) aset kripto atau exchanger luar negeri untuk menjadi pemungut PPN.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Kemenkeu, Bonarsius Sipayung, mengatakan bahwa DJP sudah memiliki pengalaman menunjuk PPMSE luar negeri untuk memungut pajak melalui PMK Nomor 48 Tahun 2022.

“Dalam konteks kripto ini juga sama ya. Jadi dimungkinkan pihak luar negeri kami tunjuk. Namun tentunya setelah kami punya data,” katanya di Jakarta, Rabu 6 April 2022, dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: BSU 2022 Cair di Bulan April, Simak Cara Daftar dan Syarat yang Diperlukan untuk Dapat Rp1 Juta

Bonarsius menjelaskan, penunjukan PPMSE aset kripto di luar negeri dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama terhadap exchanger dalam negeri yang terdaftar di Bappebti dan exchanger luar negeri.

Ditambahkannya, berdasarkan data pada 2020, transaksi aset kripto tercatat mencapai Rp850 triliun, sehingga potensi pajaknya sekitar Rp1 triliun dalam setahun.

“Tapi jumlah potensinya bisa naik atau turun, bergantung pada jumlah transaksi di suatu tahun seperti apa,” imbuhnya.

Baca Juga: Daftar Lengkap Harga Pertamax Khusus Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Usai BBM Naik Per 1 April

Terkait tarif PPN dan PPh aset kripto tersebut, Pengamat Perpajakan DDTC, Bawono Kristiaji, menanggap positif adanya PMK tersebut.

Halaman:

Editor: Ade Riberu

Sumber: kemenkeu.go.id ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah