Transaksi Kripto Dikenakan 2 Jenis Pajak Sekaligus Mulai 1 Mei, Begini Kata Pelaku Industri Aset Kripto

- 7 April 2022, 18:04 WIB
Ilustrasi mata uang kripto.
Ilustrasi mata uang kripto. / Pexels

FLORES TERKINI - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memutuskan untuk mengenakan pajak atas setiap transaksi aset kripto.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 30 Maret 2022, transaksi perdagangan aset kripto akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh), yang efektif mulai berlaku pada 1 Mei 2022.

Berdasarkan aturan tersebut, setidaknya ada tiga barang atau jasa yang akan dikenakan PPN, salah satunya adalah jasa kena pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto.

Baca Juga: Mulai April 2022 e-HAC Jadi Syarat Mudik Naik Pesawat, Simak Cara Pengisiannya di Sini

Dalam aturan tersebut juga turut dijelaskan bahwa penyerahan aset kripto oleh penjual yang akan dikenakan PPN adalah jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar suatu aset kripto dengan aset kripto lainnya, dan tukar-menukar dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.

Dalam PMK Nomor 68 Tahun 2022 itu juga ditetapkan besaran tarif PPN untuk transaksi aset kripto sebagai berikut:

  1. Sebesar 1% (satu persen) dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto; atau
  2. Sebesar 2% (dua persen) dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal Penyelnggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto.

Baca Juga: Tim Vaksinator Puskesmas Ritaebang Berikan 58 Vial CoronaVac untuk Anak TK dan SD Usia 6-11 Tahun

Sementara PPh akan dikenakan terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, ataupun penambang aset kripto.

Sedangkan besaran tarif PPh sehubungan dengan aset kripto menurut peraturan tersebut sebagai berikut:

  1. Sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari nilai transaksi Aset Kripto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi; atau
  2. Sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari nilai transaksi Aset Kripto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tidak memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi.

Baca Juga: Perekrutan Tenaga Honorer Jadi PNS Bisa Gagal Karena Hal Ini, Apa Saja?

Selain keputusan tersebut diberlakukan di dalam negeri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menyebut pihaknya juga memiliki kewenangan untuk menunjuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) aset kripto atau exchanger luar negeri untuk menjadi pemungut PPN.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Kemenkeu, Bonarsius Sipayung, mengatakan bahwa DJP sudah memiliki pengalaman menunjuk PPMSE luar negeri untuk memungut pajak melalui PMK Nomor 48 Tahun 2022.

“Dalam konteks kripto ini juga sama ya. Jadi dimungkinkan pihak luar negeri kami tunjuk. Namun tentunya setelah kami punya data,” katanya di Jakarta, Rabu 6 April 2022, dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: BSU 2022 Cair di Bulan April, Simak Cara Daftar dan Syarat yang Diperlukan untuk Dapat Rp1 Juta

Bonarsius menjelaskan, penunjukan PPMSE aset kripto di luar negeri dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama terhadap exchanger dalam negeri yang terdaftar di Bappebti dan exchanger luar negeri.

Ditambahkannya, berdasarkan data pada 2020, transaksi aset kripto tercatat mencapai Rp850 triliun, sehingga potensi pajaknya sekitar Rp1 triliun dalam setahun.

“Tapi jumlah potensinya bisa naik atau turun, bergantung pada jumlah transaksi di suatu tahun seperti apa,” imbuhnya.

Baca Juga: Daftar Lengkap Harga Pertamax Khusus Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Usai BBM Naik Per 1 April

Terkait tarif PPN dan PPh aset kripto tersebut, Pengamat Perpajakan DDTC, Bawono Kristiaji, menanggap positif adanya PMK tersebut.

Hal ini lantaran menurut dia PMK tersebut menjawab ketidakjelasan pengaturan pajak mengenai aset kripto.

Di sisi lain, aset kripto di tanah air yang tumbuh drastis pada tahun lalu sekitar Rp800 triliun itu membuat dirinya optimis terhadap perolehan pendapatan negara dari pajak yang akan dikenakan untuk aset kripto.

Baca Juga: Angin Segar Bagi Guru Honorer: Penambahan Kuota PPPK Guru dan Tenaga Pendidik Kemenag RI Sedang Diusulkan

“Kalau dilihat dari persentasenya, estimasi saya satu sampai dua triliun kita bisa dapat dari situ (pajak aset kripto). Tapi ingat bahwa aset kripto ini adalah sesuatu yang nilainya fluktuatif dan perkembangannya pesat,” ujarnya.

Senada, pelaku industri aset kripto di Indonesia pun menyambut baik kehadiran PMK tersebut. Vice President of Corporate Communication Tokocrypto, Rieka Handayani, menilai peraturan itu menjadi sinyal bahwa industri aset kripto memiliki legitimasi kuat di tanah air.

Namun Rieka berharap adanya diskusi bersama antara pemerintah dengan para pelaku industri aset kripto.

Baca Juga: Terjaring Kasus Dea OnlyFans karena Beli Konten Pornografi, Marshel Widianto: Aku Emang Nakal

“Harapan kami mudah-mudahan setelah ini, ‘kan PMK-nya baru keluar, kita semua para pelaku industri juga dari asosiasi, itu kami mungkin langsung diajak diskusi sama pemerintah. Jadi kami bisa dapat clear direction sebenarnya aturannya seperti apa,” kata Rieka.

“Dengan adanya penjelasan tersebut mudah-mudahan itu akan mempercepat, istilahnya kalaupun nantinya akan diimplementasi langsung, itu pasti akan mempercepat proses ini, karena ‘kan kami diajak terlibat langsung untuk berdiskusi, untuk diberikan arahan,” imbuhnya.

Rieka juga mengharapkan, adanya regulasi mengenai pajak aset kripto ini tidak sampai menghambat perkembangan ekosistem kripto yang ada, sehingga kekhawatiran akan pindahnya investor ke negara lain tidak akan terjadi.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: kemenkeu.go.id ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah