“Nggak boleh, karena jelas dalam pengaturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemernaker Nomor 6 Tahun 2016) Pasal 6, disebutkan bahwa tunjangan hari raya keagamaan atau THR harus diberikan dalam bentuk uang, yaitu mata uang yang berlaku di negara ini, yaitu rupiah,” tegas Indah.
Menurut Indah, barang-barang non-uang seperti parcel, sembako, dan lain sebagainya merupakan wujud kasih sayang dari pihak perusahaan untuk berbagi, tapi tidak juga dimaknai sebagai bonus.
“Kalau parcel, sembako, itu sebenarnya wujud kasih sayang atau tambahan. Bukan bonus juga, karena ada perusahaan yang memiliki aturan bonus beda lagi. Kalau parcel, sembako itu hanya wujud kasih sayang untuk berbagi. Kalau dalam bentuk voucher belanja pun tidak boleh,” ujarnya.
Indah pun mengimbau agar pihak perusahaan dapat melaksanakan kewajiban untuk memberikan THR Keagamaan sesuai dengan peraturan yang telah diterbitkan.
Pasalnya, jika ditemukan ada perusahaan yang melanggar kewajibannya, pihak Kemenaker bakal memberikan sanksi, dari yang paling ringan hingga paling berat.
“THR ini ada payung hukumnya yang jelas dan hukum positif, maka ada sanksi. Nah, sanksinya itu mulai dari sanksi yang paling ringan sampai paling memberatkan, yaitu diberikan denda bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR, maka diberikan denda sejumlah lima persen dari total THR yang harus dibayarkan di perusahaan itu,” kata Indah.
Meskipun demikian, Indah menggarisbawahi jika sanksi tersebut tidak serta-merta menghapus kewajiban perusahaan untuk membayar THR kepada para karyawan dan buruh yang memang sudah berhak menerimanya.