SIMAK! Ini Alasan Mengapa KWI Tetapkan Bulan September sebagai Bulan Kitab Suci Nasional

- 30 September 2023, 07:49 WIB
Ilustrasi Kitab Suci.
Ilustrasi Kitab Suci. /Pixaabay.com/stempow

FLORES TERKINI – Tepat di penghujung bulan hari ini, Sabtu, 30 September 2023, Gereja Katolik se-Indonesia akan menutup Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) tahun ini. Adapun tema yang menjadi dasar permenungan umat Katolik sepanjang BKSN 2023 ini adalah Allah Sumber Kasih dan Keselamatan.

Tema tersebut bertujuan untuk mengajak umat Katolik bersama-sama merenungkan sosok Allah, Sang Pencipta, dengan diinspirasi oleh pewartaan Nabi Yunus dan Yoel, yang sekaligus menjadi materi studi Kitab Suci dalam BKSN 2023.

Dalam penjabarannya, secara khusus umat Katolik membaca, memperlajari, dan merenungkan secara berurutan kasih Allah yang menggerakkan evangelisasi diri (Yun. 1:1-17), menggerakkan pertobatan (Yun. 4:1-11), menyelamatkan (Yl. 2:23-27), dan mempersatukan (Yl. 2:28-32). Empat poin ini merupakan sub-sub tema yang direnungkan selama empat pertemuan mingguan di BKSN September 2023.

Baca Juga: Renungan Katolik Minggu Biasa XXV, 24 September 2023: Ajaibnya Jalan Kerahiman Allah

Terlepas dari dinamika yang sudah dilewati bersama di hari-hari dalam BKSN 2023, ada hal yang bisa dipelajari yakni terkait alasan di balik penetapan bulan September sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Berikut penjelasan selengkapnya, dirangkum Flores Terkini dari berbagai sumber.

Dasar Penetapan BKSN

Dalam sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia atau MAWI (sekarang dikenal dengan Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI) pada tahun 1977, para uskup se-Indonesia menetapkan minggu pertama di bulan September sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional (HMKSN).

Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat perubahan terkait penetapan itu. Selama bulan September, KWI menetapkannya sebagai Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Hal ini akhirnya berlangsung hingga saat ini.

Baca Juga: Tahbis Jadi Imam Katolik di Tengah Penduduk Mayoritas Islam, Pater Goris: Ini Latar Belakang Perutusan Kami

Penetapan bulan September sebagai BKSN itu tidak terlepas dari seorang tokoh besar dalam Gereja Katolik. Tokoh tersebut sangat berjasa dalam menerjemahkan Kitab Suci yang kita miliki sekarang, yakni Santo Hieronimus.

Santo Hieronimus yang hidup di antara tahun 342-420 menerjemahkan teks Kitab Suci dari bahasa asli Yunani, Aram, dan Ibrani, ke dalam bahasa Latin atau yang disebut Vulgata. Hasil terjemahannya itu lalu bisa diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Italia, bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan berbagai bahasa di dunia.

Sekilas Kisah tentang Santo Hieronimus

Dalam buku Orang Kudus Sepanjang Tahun yang ditulis oleh Mgr. Nicholas Martinus Scheneiders, CICM (Jakarta: Penerbit Obor, 1997), diterangkan bahwa Eusebius Hieronimus Sophronius lahir pada tahun 342 di Stridon, Dalmatia. Ayahnya, Eusebius, adalah seorang beriman Kristen yang saleh dan dikenal sebagai tuan tanah yang kaya. Ia mendidik Hieronimus sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan hidup Kristiani dan kerja keras.

Baca Juga: Secuil Kisah Masa Kecil Pater Goris Kaha SVD, Ternyata Tak Pernah Luput dari Bullyan Teman Seangkatan

Ketika berusia 12 tahun, Hieronimus dikirim ke Roma untuk belajar ilmu hukum dan filsafat. Studinya berjalan lancar, namun cara hidupnya tidak tertib karena pengaruh kehidupan moral orang Roma yang tidak terpuji pada masa itu. Untunglah, ia lekas sadar dan bertobat.

Sebagai bukti pertobatannya, Hieronimus lalu minta untuk dibaptis oleh Paus Liberius. Rahmat pembaptisannya terus dihayatinya dengan banyak berdoa dan berziarah ke makam para martir dan para rasul. Kehidupan rohaninya terus meningkat, demikian pula cintanya kepada Tuhan dan sesama.

Santo Hieronimus.//
Santo Hieronimus.// Dok. Gereja Katolik

Pada tahun 370, Hieronimus berangkat ke Kota Aquileia, dan di sana ia mendapat bimbingan dari Uskup Valerianus. Lalu ia pindah ke Antiokia dan menjalani hidup bertapa. Empat tahun ia hidup di gurun Chalcis, di luar Kota Antiokia, untuk belajar, berdoa, dan berpuasa. Di bawah bimbingan seorang rabi, ia belajar bahasa Yunani dan Ibrani.

Baca Juga: Jelang Perayaan 25 Tahun Imamat, Pater Goris Kaha Ternyata Pernah Lewati Masa-masa Sulit, Begini Kisahnya!

Hieronimus ditahbiskan menjadi imam di Antiokia pada tahun 379. Setelah itu, ia pergi ke Konstantinopel untuk menimba pengalaman dari St. Gregorius dari Nazianza. Hieronimus kemudian berangkat ke Roma dan menjadi sekretaris pribadi Paus Damasus I (366-384).

Karena pengetahuannya yang luas dan mendalam tentang Kitab Suci dan kecakapannya dalam bahasa Latin, Yunani, dan Ibrani, Hieronimus ditugaskan Paus untuk membuat terjemahan baru atas seluruh isi Kitab Suci dari bahasa Yunani dan Ibrani ke bahasa Latin.

Untuk menunaikan tugas suci itu, ia pindah ke Betlehem, tempat kelahiran Yesus. Ia tinggal di sana selama 30 tahun untuk bekerja, belajar, dan bersemadi.

Kitab Suci Perjanjian Lama diterjemahkannya dari bahasa Ibrani dan Aram ke dalam bahasa Latin, dan Perjanjian Baru diterjemahkannya dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin. Hasil terjemahannya sangat baik dan disukai, sehingga disebut Vulgata yang berarti populer, dan sampai sekarang masih dianggap sebagai terjemahan yang resmi dan sah oleh Gereja.

Baca Juga: Pater Goris Kaha di Mata Mantan Guru SMP: Dulu Cerdas Pas-pasan, Kini Jadi Provinsial SVD Jawa 2 Periode

Selain dikenal karena hasil terjemahan Vulgata-nya, Hieronimus juga dikenal sebagai pembimbing rohani dan pembela iman dari berbagai ajaran sesat atau bidaah. Banyak orang datang kepadanya untuk mendapatkan bimbingannya dalam berbagai masalah ketuhanan dan Kitab Suci.

Hieronimus sendiri memberikan teladan untuk tidak menjadi seorang bidat, dengan tetap taat kepada Magisterium, yaitu ketika ia berbeda pendapat dengan Paus mengenai sejumlah kitab-kitab Deuterokanonika.

Walaupun sebelumnya Hieronimus tidak menganggap kitab-kitab tersebut termasuk kanon Kitab Suci, namun akhirnya ia taat kepada Paus dan memasukkan kitab-kitab tersebut dalam terjemahan Kitab Suci yang dibuatnya.

Baca Juga: Rayakan Perak Imamat, Simak Profil dan Kisah Perjalanan Pater Goris Kaha SVD: Saya Bukan TERANG Itu...

Di Betlehem, Hieronimus mendirikan dua biara. Salah satunya diperuntukkan bagi para biarawati di bawah pimpinan St. Paula, dan selanjutnya oleh St. Eustachia. Dua biara itu kemudian dibakar oleh para pengikut bidaah Pelagianisme.

Kendati sangat berduka, Hieronimus terus giat menulis dan mengajar hingga wafat di tahun 420. Ia dinyatakan Gereja sebagai Orang Kudus sekaligus sebagai seorang Pujangga Gereja yang besar. Atas jasa-jasanya, Gereja menetapkan setiap tanggal 30 September sebagai hari peringatan kepada St. Hieronimus.

Santo Hieronimus, Kitab Suci, dan Kita

Barangkali kita tidak pernah membayangkan bagaimana tingkat kesulitan proses menerjemahkan Kitab Suci. Para ahli Kitab Suci yang pernah menerjemahkan Kitab Suci sungguh harus bertekun dan bekerja dengan teliti dan telaten. Mereka berdiskusi lama untuk menemukan istilah - istilah yang pas.

Baca Juga: Renungan Katolik Minggu Biasa XXIV 17 September 2023: Belas Kasih dan Pengampunan

Kita bisa membayangkan bagaimna Santi Hieronimus dapat menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru sekaligus. Butuh berapa waktu? Santo Hieronimus menggarapnya 30 tahun.

Selama itu pula, ia bekerja, berdoa, dan bermeditasi di Betlehem. Banyak godaan dan kesulitan di tengah-tengah kesendiriannya, tetapi rahmat Tuhan melindungi dan menguatkannya. Hasil kerjanya yang hebat ini masih dapat kita rasakan hinga saat ini dan dipadang sebagai terjemahan resmi oleh Gereja.

Santo Hieronimus sebelum sampai pada penyelesaian tugas suci penerjemahan Kitab Suci, belajar banyak dari orang-orang suci lainnya seperti Uskup Valerianus, Santo Gregorius dari Nazianse, dan tokoh lainnya.

Baca Juga: Renungan Katolik Minggu Biasa XXIII 10 September 2023: Menegur yang Bersalah dengan Kasih dan Nama Tuhan

Hieronimus mengalami betul apa yang dikatakan Yesus dalam Injil, bahwa barang siapa mau mengikut Yesus harus berani tidak nyaman. Karena, serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi anak masia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala. Rela tidak nyaman tanpa jaminan manusiawi yang masuk akal, itulah yang dihidupi puluhan tahun oleh Hieronimus.

Santo Hieronimus mengatakan, “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (“Ignoratio Scripturarum, ignoratio Christi est”). Hidup St. Hieronimus yang berani tidak nyaman dalam mengikuti Kristus secara khusus melalui pendalaman terhadap Kitab Suci bergema dan berbuah lama dan jauh.

Keberanian untuk tidak nyaman dalam mengikuti Kristus itulah yang merupakan partisipasi kita dalam salib Kristus. Hanya dengan demikian kita boleh berharap untuk ambil bagian dalam kemuliaan-Nya.***

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah