Gubernur NTT: Bupati atau Wali Kota yang Tidak Turun Stuntingnya, DAU-nya Harus Dipotong!

7 Maret 2022, 19:48 WIB
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. /Dok. nttprov.go.id

FLORES TERKINI - Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat menegaskan, bupati atau wali kota yang tidak turun angka stuntingnya, DAU-nya harus dipotong.

Hal tersebut disampaikan Viktor Laiskodat pada kegiatan Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Provinsi NTT, yang berlangsung di Hotel Aston Kupang, Jumat, 4 Maret 2022.

Pasalnya seperti dilansir nttprov.go.id, NTT merupakan salah satu provinsi dengan angka stunting dan gizi buruk yang tinggi.

Baca Juga: Warga Lapas Binaan di Yogyakarta Diperlakukan Tidak Manusiawi, Berikut Penjelasan Komnas HAM

Padahal menurut Viktor Laiskodat, pemerintah telah menyiapkan semuanya untuk mengatasi masalah stunting tersebut, mulai dari perencanaan, sumber daya, anggaran, dan regulasinya.

“Lalu kalau angka stunting masih tinggi berarti kita tidak punya kepedulian. Dan sesungguhnya kualitas kepemimpinan kita diukur di situ. Saya akan diskusikan dengan Presiden agar bupati atau wali kota yang tidak turun stuntingnya, DAU-nya harus dipotong,” tegas Gubernur Viktor Laiskodat, dikutip dari nttprov.go.id.

Karena itu, Gubernur NTT meminta para bupati/wali kota untuk bekerja extra ordinary atau secara luar biasa dan out of the box atau di luar cara-cara yang umum, dengan merujuk pada data pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), untuk mengatasi masalah stunting di NTT.

Baca Juga: Sinopsis Terpaksa Menikahi Tuan Muda Senin 7 Maret 2022: Abhimana Jadi Bola Liar Dharma di Penjara

“Saya pastikan mulai hari ini, seluruh data kita berbasis pada data pada BKKBN. Dengan data, by name by adress kita bisa langsung kerjakan dan lakukan langkah-langkah aksi. Melalui perencanaan yang sudah sempurna seperti itu kita tinggal eksekusi. Kalau  tidak berhasil berarti tim yang bergerak di lapangan bermasalah. Perencanaan yang baik dan tepat berarti 50 persen kegiatan kita telah berhasil,” kata Gubernur NTT.

Lebih lanjut, Gubernur Viktor Laiskodat meminta para bupati/wali kota di NTT agar terus-menerus turun ke desa-desa dan mempropagandakan cara penurunan stunting kepada masyarakat, sehingga mereka punya pemahaman dan pengetahuan yang memadai.

“Kalau kita bermimpi menciptakan generasi unggul NTT pada tahun 2045, maka bupati atau wali kota tidak boleh hanya berdiam diri di kantor. Harus turun ke desa-desa dan lapangan. Kita sudah berulang-ulang kali rapat tentang stunting. Saya harapkan kepada para bupati/wali kota untuk bangun motivasi dan keinginan yang kuat dalam lakukan perubahan yang besar dengan rencana yang sudah ada,” ujarnya.

Baca Juga: Prediksi dan Link Live Streaming Liverpool vs Inter Milan: The Reds Lebih Diunggulkan dalam Laga Ini

Gubernur meyakini, semua pihak tentunya tidak berkehendak agar pemerintah pusat terus  menempatkan NTT sebagai provinsi dengan anak-anak stunting terbanyak di Indonesia.

“Karenanya, rencana kerja ini harus dilanjutkan sampai di tingkat desa. Sekembalinya dari sini, kita harus lakukan aksi nyata. Enam bulan dari sekarang kita bisa lihat parameter mana yang tidak dapat dilakukan. Di kabupaten mana, kecamatan mana, dapat kita lihat,” jelas Gubernur.

Menurut Gubernur Viktor Laiskodat, harus ada satu kesatuan gerak bersama sampai ke tingkat desa dalam rangka menurunkan angka stunting, karena penanganan masalah stunting sebenarnya soal kepedulian dan komitmen yang kuat dari pemimpin.

Baca Juga: Tekan Peningkatan Angka Stunting di Ende, Julie Laiskodat Gencarkan Gerakan Makan Ikan

“Saya harapkan ini jadi komitmen kita bersama. Kalau kita sudah rapat begini hebat, harus ada aksi nyata berupa penurunan stunting. Saya tegaskan ini harus jadi rapat terakhir. Kita harus malu. Saya lihat sudah mulai ada perubahan cara kerja para bupati. Kita harus meninggalkan cara kerja lama,” jelas Gubernur.

“Saya harapkan kita jadi satu kesatuan tim kerja yang baik dan dalam semangat kolaboratif yang utuh untuk berikan martabat bagi bangsa ini, khususnya provinsi yang kita cintai dan kabupaten atau kota yang kita pimpin,” pungkasnya.

Untuk diketahui, BKKBN mencatat sebanyak 15 kabupaten di NTT tengah dalam situasi darurat terkait dengan masalah “kekerdilan”.

Baca Juga: Bongkar Sinopsis Love Story The Series Senin 7 Maret 2022: Arman dan Haris Nekat Pisahkan Ken dan Maudy

Hal tersebut merujuk pada Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, di mana di NTT terdapat 15 kabupaten dengan kategori “merah” karena angka kekerdilan di atas 30 persen seperti Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Alor, Sumba Barat Daya (SBD), Manggarai Timur (Matim), Kupang, dan Rote Ndao.

Dari antara 15 kabupaten di NTT itu, lima di antaranya masuk sepuluh besar dengan angka prevalensi kekerdilan tertinggi di Indonesia, dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan angka kekerdilan.

Kelima kabupaten tersebut adalah TTS peringkat pertama, TTU peringkat kedua, Alor peringkat kelima, SBD peringkat keenam, Matim peringkat kedelapan.

Baca Juga: Antusiasme Masyarakat Lembata dalam Eksplorasi Budaya Lembata, Begini Pendapat Seorang Guru

Selain itu, BKKBN menyebut ada tujuh kabupaten/kota dengan kategori “kuning” dengan angka kekerdilan antara 20 sampai 30 persen, di antaranya Kabupaten Ngada, Sumba Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, dan Flores Timur (Flotim).

“Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau atau berprevalensi stunting antara 10 hingga 20 persen, apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen,” kata Kepala BKKBN Hasto seperti dilansir ANTARA, Jumat, 4 Maret 2022.***

Sumber Tambahan: nttprov.go.id

Editor: Ade Riberu

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler