FLORESTERKINI.com – Kasus penganiayaan berujung maut di dunia pendidikan kembali terjadi. Seorang santri di Pesantren Tahfidzhul Quran Al-Imam Ashim, Makassar, dikabarkan tewas diduga dianiaya oleh seniornya.
Kabar terkait kematian santri dari Pesantren Tahfidzhul Quran Al-Imam Ashim di tangan seniornya itu diketahui FLORESTERKINI.com dari unggahan sebuah utas oleh akun @riansahzyn di X.
“Seorang santri dianiaya oleh seniornya hingga tewas di Pesantren Tahfidzhul Quran Al-Imam Ashim, Makassar,” tulis Rain mengawali thread-nya sembari menjelaskan jika kasus ini terjadi sejak bulan Februari 2024, namun pihak pesantren menutupinya.
Baca Juga: DPP Paroki Ritaebang Bakal Gelar Turnamen Sepak Bola, Umat di Luar Pulau Solor Turut Dilibatkan
“Pihak pesantren menutupi kasus tersebut lantaran ayah pelaku seorang polisi. Korban meninggal dunia pada tanggal 20 Februari 2024 setelah dianiaya,” lanjut Rain.
Masih dari utas yang sama, Rain mengunggah beberapa tangkapan layar chat yang berisi kronologi kejadian. Katanya, korban dipukul di bagian kepala, muka, dan leher.
"Salah satu keluargaku meninggal karena dianiaya seniornya, seniornya ini memukul berulang kali pada bagian kepala, muka dan juga leher dekat telinga, sehingga korban harus dioprasi dikarenakan pembulu darah korban pecah," demikian keterangan yang diperoleh dari gambar tangkapan layar yang diunggah Rain.
Dalam keterangan tersebut dijelaskan pula bahwa korban memang sempat dilarikan ke rumah sakit untuk dirawat. Namun sayangnya, hanya berselang lima hari, korban akhirnya meninggal dunia.
"Korban sempat dirawat di Rumah Sakit Grestelina Makassar pada tanggal 15 Februari 2024, dan korban meninggal pada tanggal 20 Februari 2024," lanjut keterangan tersebut di atas.
Masih dari keterangan yang sama, diketahui juga kronologi awal yang memicu terjadinya penganiayaan yang berujung maut ini. Awal mula pelaku merasa tersinggung karena korban mengetuk-ngetuk kaca jendela perpustakaan. Saat itu pelaku sempat menanyakan maksud dari aksi yang dilakukan korban. Oleh korban dijawab hanya dengan senyuman.
Sayangnya, karena mendapatkan jawaban hanya dengan sebuah senyuman, pelaku lantas marah dan langsung menganiaya korban dengan cara menyikut, kemudian dengan lutut, serta memukul di belakang telinga.
"Korban ini seperti pelawak, dia hanya ingin bermain dan tidak bermaksud untuk menyinggung atau membuat orang lain marah, setelah pelaku bertanya seperti itu, dan hanya mendapatkan jawaban senyum, pelaku langsung menganiaya korban," demikian isi keterangan lanjutannya.
Dari unggahan tangkapan layar ssbuah chat ini diketahui bahwa korban sempat mendapatkan pertolongan pertama di klinik milik pesantren. Karena kondisinya semakin parah, korban lantas dibawa ke rumah sakit.
Berdasarkan keterangan dokter, menurut sang pengunggah informasi itu, korban mengalami luka di bagian belakang kepala yang diperkirakan menjadi penyebab kerusakan di otak kecil sehingga menyebabkan gagal nafas.
"Dan saat ini, pihak pondok pesantren Tahfizhul Quran Al-Imam Ashim memilih diam setelah apa yang terjadi. pelaku saat ini masih menjadi tersangka," ujarnya.
Fakta lain mengungkapkan, pelaku yang memiliki ayah seorang polisi ini sebenarnya sempat melakukan kekerasan seperti ini pada santri lain, tapi pihak pondok pesantren tidak memberikan sanksi apapun. Yang lebih mencengangkan adalah ketika pelaku mengganti username dan bio Instagrammnya pada 21 Februari 2024.
"Ayah dari pelaku ini bekerja sebagai polisi (aktif) dan pada tanggal 21 Februari 2024, pelaku masih sempat mengganti username Instagram dan bio. korban berusia 14 tahun, dan pelaku berusia 15 tahun," tuturnya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh media ini dari foto tangkapan layar yang sudah dijelaskan sebelumnya, pihak keluarga berharap kasus ini bisa dikawal dan pelaku bisa mendapatkan hukuman setimpal.
"kami harap, permasalahan ini dapat dikawal dan mendapatkan hukuman yang sepantas pantasnya bagi pelaku. #Justiceforpian," demikian akhir keterangan pihak keluarga.***